Wak Ono, Tokoh Pejuang Tanah Bengkok Desa Bunder Yang Masuk Lahan Garapan PT Bhakti Arta Mulia
KUNINGAN (KM) – Proses pematokan ulang batas batas tanah bengkok desa Bunder di lokasi lahan garapan pengembangan milik PT. Bhakti Arta Mulia melibatkan segenap pihak pihak terkait di kecamatan Cidahu, kabupeten Kuningan, Jawa Barat pada Jumat, 1 November 2024.
Pada kegiatan tersebut, Wak Ono selaku salah seorang tokoh masyarakat desa Bunder turut sibuk memandu para pihak dalam pelaksanaan pengukuran dan pematokan batas batas tanah tersebut.
Kepada KM, Wak Ono menyatakan bahwa kegiatan pematokan ulang tersebut berdasarkan surat permohonan petunjuk tanda batas dan pematokan lahan dari PT. Bhakti Arta Mulia tertanggal 29 Oktober yang bernomor 015/PT BAM/X/2024.
“Menindaklanjuti hasil mediasi terkait tanah bengkok desa Bunder pada tanggal 07 Oktober 2024 yang bertempat di kantor kecamatan Cidahu, pihak PT. Bhakti Arta Mulia perumahan Bhakti Land Cidahu meminta untuk diadakan pematokan ulang batas lahan bengkok desa bunder dengan lahan milik PT. Bhakti Arta Mulia,” terangnya.
Ia mengatakan, pada kegiatan ini hanya sebatas pematokan batas tanah bengkok desa Bunder saja, dan untuk pengukuran secara global objek tanah akan dijadwalkan kemudian.
“Untuk pengukuran objek tanah secara global itu nanti akan di laksanakan kembali, namun waktu dan kesempatannya akan ditentukan oleh pihak pihak terkait, pada hari ini hanyalah pematokan ulang saja batas batas tanah desa bengkok desa Bunder yang berada di lahan garapan milik PT. Bhakti Arta Mulia,” ungkapnya.
Ia mengaku, pihaknya beserta tokoh masyarakat lainnya telah melakukan pematokan batas tanah desa Bunder berdasarkan data dan gambar yang dimiliki.
“Kami tahu lokasi dan batas tanah bengkok desa kami (Bunder.red) berdasarkan data data dan gambar yang kami miliki,” tuturnya.
“Tanah bengkok desa Bunder bersebelahan dengan tanah bengkok desa Datar, bahkan tanah desa Datar pun diduga ada yang masuk kedalam bagian tanah garapan PT. Bhakti Arta Mulia, namun ironisnya pihak pemdes Datar dan masyarakat desa setempat tidak ada yang turut hadir pada pematokan ulang batas tanah bengkok milik kedua desa,” ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Dana Ismaya selaku pihak perwakilan dari salah seorang pihak pemilik tanah di dilokasi lahan garapan PT. Bhakti Arta Mulia menyinggung bahwa terkait asal usul tanah di lokasi lahan garapan PT. Bhati Arta Mulia itu ada tanah milik bos nya
“”Di antara tanah di sini itu adalah milik H. Usman/Uus bos galian pasir yang kabarnya beliau pun tidak pernah merasa menjual tanahnya kepada pihak manapun,” ucapnya.
“Saya pikir pada hari ini setelah pengukuran akan dilakukan uji materi/data data tanah, percuma saya membawa berkas berkas tanah milik bos H. Uus buat pembuktian di forum,” jelasnya.
Sementara itu, pihak BPN kabupaten Kuningan melalui Piping Firman yang turut hadir di lokasi lahan garapan PT. Bhakti Arta Mulia menerangkan bahwa kehadiran mereka itu dalam rangka kapasitasnya menjalan tugas dari kantor.
“Pertama untuk mengecek lokasi, kedua nya untuk menyesuaikan apakah patok tanda batas yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak itu sudah terpasang atau belum? ketiga, mereka melakukan pengukuran untuk pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertifikat tanah, dan menyerahkan/mengembalikan berkas berkas yang kurang kepada pihak PT. Bhakti Arta Mulia agar dilengkapi kembali,” terangnya
Saat pihak BPN disinggung terkait lahan garapan yang sedang dalam proses pemasaran/penjualan berdasarkan site plan yang sudah tersaji, apakah lahan tersebut secara normatif sudah seharusnya tercatat dalam satu sertifikat induk milik perusahaan pengembang perumahan? Piping mengaku kurang memahami hal itu.
“Saya kurang faham hal itu, dalam hal ini saya hanya segi teknis saja melakukan pengecekan lahan, namun karena patok batasnya belum terpasan, makanya kami belum bisa melakukan pengukuran lahan,” terangnya.
Dalam perkara sengketa tanah tersebut pihak masyarakat desa Bunder memprioritaskan agar tanah bengkok desa dikembalikan jika memang telah termasuk kedalam bagian lahan milik PT. Bhakti Arta Mulia. Namun pihak masyarakat desa Bunder pun menuntut untuk penyelesaian dugaan perkara pidananya harus sesuai hukum yang berlaku agar dapat memberikan edukasi kepada semua pihak yang sudah semena telah menjual tanah bengkok desa/ tanah milik negara.
Sebagaimana diketahui, tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan/atau tidak merupakan tanah ulayat masyarakat hukum adat, tanah wakaf, barang milik negara daerah/desa atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah, dan tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.
Penyerobotan tanah termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang terhadap hak milik tanah. Pemerintah melalui undang-undang telah mengatur pasal khusus untuk memberikan kemudahan kepada korban yang mengalami penyerobotan tanah.
Tanah secara yuridis dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
Mengambil hak orang lain merupakan tindakan melawan hukum. Tindakan ini dapat berupa menempati tanah, melakukan pemagaran, mengusir pemilik tanah yang sebenarnya, dan lain sebagainya.
Seseorang dapat menguasai tanah dengan memiliki bukti sertifikat hak milik yang harus didaftarkan pada lembaga yang berwenang untuk pendaftaran tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Penyerobotan lahan kosong masuk ke dalam bezit. Bezit merupakan kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantara orang lain seakan-akan barang itu miliknya sendiri.
Pemegang hak tanah yang sah yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah, dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan dan melindungi haknya berupa gugatan melawan hukum jika timbul kerugian atas hal tersebut.
Penyerobotan tanah termasuk juga di dalamnya mencuri atau merampas. Melakukan klaim sepihak dan diam-diam, melalui pematokan tanah atau pagar untuk menandai bahwa tanah tersebut sudah menjadi hak milik pelaku secara paksa.
Menurut Pasal 2 UU 51/Prp/160, dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Dalam Undang-Undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun. Pasal tersebut berbunyi, barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband sesuatu hak atas tanah, gedung, bangunan, penanaman, atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain.
Berdasarkan Pasal 502 UU Nomor 1 tahun 2023. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500 juta, setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut.
Red/Tim
Leave a comment