KUPAS KOLOM: KPU dan Panwas harus dievaluasi terkait kisruh perekrutan PPK dan PPS

Oleh Rasyid Ridho*

Dalam perekrutan PPK dan PPS memang dari awal sudah terlihat janggal. Walaupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor telah menjalankan sesuai perintah UU, PKPU, dan ditafsirkan oleh SK KPU nomor 31, namun pada ranah eksekusinya KPU Kota Bogor diduga belum terbuka secara terang benderang. Pasalnya di wilayah eksekusinya masih terdapat kejanggalan sebagai berikut :

1. Sistem evaluasi berupa scoring yang tertuang dalam SK KPU nomor 31 janggal. Pasalnya banyak anggota PPK yang sebenarnya mumpuni di lapangan tidak masuk dalam hitungan KPU untuk direkrut ulang.

2. Terdapat anggota lama PPK yang melebihi dua periode masih menjabat di tiap kecamatan.

3. KPU tidak mempublish proses rekruitmen PPK dan PPS sebelum penentuan anggota PPK dan PPS terpilih, malah cenderung insidental dan tertutup sehingga beberapa eks PPK kecewa dengan keputusan KPU.

4. Disinyalir ada upaya saling mengamankan antara dua lembaga penyelenggara pemilu dalam proses ini. Sehingga pengaduan yang disampaikan secara lisan tidak ditindaklanjuti PANWAS Kota Bogor.

Hal ini berdampak pada carut marutnya manajemen kerja PPK dan PPS. Bahkan ada kekisruhan di eks PPK dan PPS di salah satu Kecamatan yang tidak puas dengan kebijakan KPU tersebut.

Setali tiga uang dengan KPU, PANWAS pun terlihat tidak tegas dan kurang gesit dalam melayani pengaduan bahkan cenderung normatif dan permisif terhadap laporan lisan yang disampaikan. Hal ini memperburuk situasi penyelenggaraan.

Jika ini dibiarkan oleh penyelenggara pemilu maka akan menjadi bola salju yang liar, dan masyarakatlah yang dirugikan. Dan berdampak pada kualitas pemilu yang di gembor-gemborkan penyelenggara pemilu saat ini.

Sudah saatnya penyelenggara mawas diri untuk selalu intropeksi diri dalam hal menjalankan kebijakan. Karena setiap kebijakan akan mengandung konsekuensi terhadap kepercayaan masyarakat.

Sebenarnya penyelenggara pemilu (KPU dan PANWAS) bisa melibatkan elemen-elemen masyarakat yang care terhadap jalannya kualitas pemilu. Jika saat itu PANWAS cepat tanggap terhadap pengaduan masyarakat maka kekisruhan di beberapa kecamatan dapat diantisipasi . Dengan personal yang terbatas PANWAS sebenarnya bisa melibatkan elemen masyarakat dengan membuka posko pengaduan secara mobile maupun hotline. Namun hal itu tidak dilakukan, PANWAS cenderung elitis,tidak mengakar dan hanya melakukan berwacana di wilayah meja bundar. Masyarakat bingung mengadu kemana, karena tidak adanya saluran-saluran untuk melakukan pengaduan terkait pemilu.

Padahal milyaran rupiah uang rakyat dihabiskan guna mewujudkan pesta demokrasi dengan melahirkan pemimpin yang terbaik dan berkualitas. Menurut sekretaris jenderal kemendagri Sumarsono sekitar 2,9 triliun dana yang digelontorkan untuk BAWASLU indonesia. Jangan sia-siakan kepercayaan masyarakat hanya karena ingin mengamankan jabatan. PANWAS sebagai penyeimbang KPU harus mengabdi pada amanat rakyat bukan pada kepentingan-kepentingan tertentu. Rakyat mengharapkan pemimpin ke depan untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Jika proses pemilihan pemimpin tidak baik maka ke depan bisa jadi pemimpin yang dihasilkan tidak amanah.

KPU dalam hal ini harus melakukan evaluasi terkait kekisruhan dengan merekrut ulang calon-calon anggota PPK dan PPS yang baru melalui mekanisme yang ditetapkan UU kepemiluan. Walaupun KPU mempunyai hak privilige tetapi tidak lalu menabrak nilai demokrasi atay mal administrasi seputar perekrutan saat ini. Agar output yang dihasilkan mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat terutama eks anggota PPK maupun PPS.

KPU harus membatalkan PPK dan PPS yang sudah dilantik atau mengganti anggotanya yang bermasalah dan melakukan open rekruitmen secara terbuka. Jangan ada indikasi sistem titip demi kepentingan tertentu. Dan melakukan screening sesuai point-point yang diamanatkan UU.

*Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kota Bogor

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*