Pansus Angket: Kasus yang Ditangani KPK Banyak Jalan di Tempat, Banyak Yang Keliru Tentang Kinerja KPK
JAKARTA (KM) -Â Dalam sistem penegakan hukum Komisi III DPR bermitra dengan KPK dan memberikan arahan dan pengawasan kepada setiap penegakan hukum agars berpedoman pada aturan hukum yang ada.
“Sejauh dalam penegakan hukum, KPK telah berjalan dan sesuai dengan koridor hukum, tentunya Komisi III sangat mendorong hal itu,” ucap Anggota Komisi III DPR Eddy Kusuma Wijaya, Selasa 21/11 di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Jakarta.
Menurut Eddy, korupsi yang terjadi di Indonesia ini sudah sangat “masif, terstruktur dan sistematis” maka dari itu harus dilawan juga dengan cara terstruktur dan sistematis.
“Sudah lima belas tahun KPK berjalan, namun korupsi masih saja tidak bisa teratasi, bahkan tambah banyak, inilah yang harus kita selesaikan bersama,” ujar politisi PDIP itu.
“Selain itu, KPK harus banyak bekerja sama dengan instansi-instansi terkait dalam hal pemberantasan korupsi,” sambungnya.
“Seperti dengan Polri, Kejaksaan, BPK, PPATK, LPSK, dengan Rubasan dan juga harus minta dorongan dengan Komisi III secara politis,” sambungnya.
Eddy melihat selama ini KPK terkesan lemah. “Seperti kasus-kasus besar terdahulu yang sudah banyak ditersangkakan oleh KPK, tapi kenapa tidak diusut sesuai dengan hukum yang berlaku? Contohnya kasus Century, itu juga sudah diangketkan, kemudian kasus Pelindo yang tersangkanya RJ Lino, itu juga sudah hak angket, kemudian kasus-kasus lain yang sudah ditersangkakan banyak, seperti kasus besar yaitu Adi Purnomo waktu itu hampir dua tahun ditersangkakan kemudian tidak dilanjutkan penyelidikannya, malah Adi Purnomo melakukan praperadilan dan bebas, tapi KPK diam saja. Kemudian kasus rumah sakit Sumber Waras, KPK sudah minta bantuan kepada BPK untuk melakukan audit dan itu sudah dijawab oleh BPK, bahwa penjualan RS. Sumber Waras ada kerugian Negara sebanyak 119 Miliar. bahkan berkali-kali kita tanyakan kepada KPK saat RDP dengan Komisi 1, sampai sekarang tidak diusut oleh KPK,” paparnya.
Ia pun mengkritik masih banyaknya kasus-kasus lain seperti kasus direktur Garuda Indonesia MH Satar yang sudah beberapa tahun jadi tersangka dan kasus Nazaruddin yang korupsinya “banyak benar”. “Ini juga maju mundur dan ini sudah terlalu sering dan masih banyak lagi kasus-kasus lain yang belum tertangani,” sambungnya.
“Kita mendorong KPK dengan catatan harus bekerja pada koridor hukum yang berlaku, jangan bekerja atas kepentingan-kepentingan tertentu dan ini tidak boleh dalam sisitim penegakan hukum.”
“Kalau ada kepentingan seperti itu maka akan merugikan rakyat sebetulnya. Walaupun dalam tanda kutip rakyat seakan-akan percaya terhadap KPK, khususnya yang tidak mengerti tentang kinerja KPK, dan banyak juga yang keliru,” tandas Eddy.
“Dalam kinerjanya sudah banyak pejabat-pejabat yang ditangkap oleh KPK, mulai dari jenderal polisi, TNI, Menteri, Hakim Agung, Ketua MK, Gubernur, Walikota, hakim-hakim, dari segala tingkatan sudah banyak yang ditangkap oleh KPK dan kita tidak permasalahkan itu, tentang proses hukumnya justru kita mendorong KPK dalam penindakan kasus-kasus korupsi.”
“Tapi harus sesuai dengan hukum yang berlaku, jangan sampai timbul pertanyaan-pertanyaan dari kita Komisi 3 selaku pengawas terhadap KPK,” kata wakil ketua Pansus Angket KPK itu.
Pensiunan Irjen Polisi itu mengungkap kejanggalan sikap KPK yang terkesan ironis.
“Berkaitan dengan hak angket kita sudah memanggil KPK dua kali namun tidak datang dan dijawab secara tertulis bahwa mereka akan datang setelah proses Judicial Review yang mereka ajukan ke MK terkait keabsahan hak angket.”
“Hal yang sama terjadi dalam kasus Setnov, melalui pengacaranya juga telah melakukan juga Judicial Review terhadap UU KPK… seharusnya KPK juga menunggu proses Judicial Review yang diajukan Setnov lewat pengacaranya tersebut, bukan menahannya,” pungkas Eddy.
Eddy menilai ada standar ganda dalam pemikiran-pemikiran Komisioner KPK terhadap sistem penegakan hukum, yang menurutnya akan menimbulkan polemik dan pertanyaan bahwa tidak ada keadilan hukum.
Eddy meyakini, penggerebekan ke rumah Setnov seakan menangkap teroris, “padahal Setnov ini kan Ketua DPR, jadi sangat mudah menangkapnya tidak akan lari.”
“Sementara untuk tersangka-tersangka lain yang sudah mempunyai alat bukti malah diabaikan dan dibiarkan oleh KPK, bukan begitu dalam sistem penegakan hukum,” tandas wakil ketua Pansus itu.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment