Gagal Kabur dengan Mobil Tahanan, Jaksa Tuntut Ari 6 Tahun Atas Pemalsuan Surat Terkait Tanah Milik Mbak Tutut

Gedung Pengadilan Negeri Depok (stock)
Gedung Pengadilan Negeri Depok (stock)

DEPOK (KM) – Terdakwa yang kabur dengan mobil tahanan pada Kamis (22/6/2017) lalu, Raden Ari Wicaksono, dituntut selama enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Dian Anjari, Putri Dwi Astrini, dan Kozar Kertyasa di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat, Selasa 4/6. Dalam amar tuntutan yang dibacakan, terdakwa dinyatakan terbukti bersalah secara sah meyakinkan menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan pemalsuan surat terhadap akta otentik sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 264 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Peristiwa itu berawal ketika Mabes TNI melalui Pusat Koperasi Mabes TNI (Puskop TNI) berencana untuk membangun perumahan non dinas Mabes TNI untuk prajurit dan PNS TNI di wilayah Jatiasih dan Jatiluhur, Kecamatan Jatisari, Kota Bekasi. Untuk itu, Puskop TNI melakukan kerjasama dengan PT Artha Manggala Bakti yang dipimpin Ari sebagai Direktur Utama untuk membangun di tiga bidang tanah, yakni, SHM No.52/Jatiluhur atas nama Hj. Siti Hardiyanti Hastuti seluas 10.000 meter persegi, SHM No.34/Jatiluhur seluas 5.520 meter persegi dan No.41/Jatiluhur atas nama H. Indra Rukmana seluas 1.155 meter persegi. Pengurus Puskop TNI dan Ari kemudian datang ke rumah Siti Hardiyanti Hastuti, yang dikenal dengan panggilan Mbak Tutut dan Indra Rukmana di Jalan Yusuf Adiwinata, Menteng, Jakarta Pusat, serta bertemu dengan Yanti Rukmini, yang merupakan sekretaris pribadi Mbak Tutut.

Dalam kesempatan tersebut pengurus Puskop TNI dan terdakwa menjelaskan sebagai utusan dari Mabes TNI dan menanyakan apakah bidang tanah SHM No.52/Jatiluhur, SHM No.34/Jatiluhur, SHM No.41/Jatiluhur akan dijual dan menyerahkan surat nomor B/156/VIII/2008 tanggal 26 Agustus 2008 yang ditandatangani oleh Ketua Pusat Koperasi Mabes TNI Letkol Bambang Suseno perihal permohonan keringanan nilai jual lahan untuk perumahan non dinas Mabes TNI. Setelah membaca surat itu, maka putri pertama Presiden kedua Indonesia itu beserta suaminya tergerak hatinya menghibahkan tiga bidang tanah itu serta menyuruh Yanti Rukmini untuk diserahkan kepada Puskop TNI jika datang menanyakan balasan surat itu.

Namun kemudian Ari datang sendiri ke rumah Mbak Tutut, mengaku sebagai utusan dari Puskop Mabes TNI bertemu Yanti dan menerima penyerahan asli sertifikat-sertifikat tanah itu tanpa tanda terima, dan tidak menyerahkannya ke Puskop TNI.

Pada pertengahan Juli 2009 terdakwa datang ke kantor notaris milik saksi lainnyadalam kasus ini, Ahmad Budiarto, yang terletak di Jl. Cinere Raya No.100 2 F Cinere, Kota Depok, meminta dibuatkan akta pelepasan hak terhadap SHM No.52, No.34, dan No.41 dari Mbak Tutut beserta suaminya kepada Primer Koperasi TNI Angkatan Udara Bakti Makmur. Ahmad kemudian membuat minuta akta pelepasan hak No.33 dan 34, lalu menyerahkan kepada Ari untuk ditandatangani Mbak Tutut dan Indra Rukmana. Dua minggu kemudian, Ari kembali dan menyerahkan minuta akta pelepasan yang telah ditandatangani pemilik sebelumnya.

Kemudian pada September 2009, Ari datang kembali ke kantor notaris itu dengan meminta dibuatkan akta pengikatan diri untuk jual beli (PDJB) terhadap tanah SHM No.52, No.34, dan No.41 dengan alasan menghindari penurunan status tanah dari SHM menjadi SHGB. Sehingga notaris membuat minuta akta PDJB No.09, No.10, dan No.11 yang kemudian diberi tanggal 8 September 2009. Akan tetapi, dalam penandatanganan minuta akta PDJB tersebut tidak dilakukan di hadapan sang notaris lantaran permintaan Ari karena pemiliknya berasal dari keluarga Cendana. Maka dari itu, akta PDJB tersebut dibawa sendiri oleh terdakwa untuk ditandatangani Mbak Tutut beserta suaminya.

Setelah dua minggu akta PDJB diserahkan untuk ditandatangani para pihak, Ari mengembalikan minuta akta PDJB yang telah dibubuh tanda tangan Mbak Tutut beserta suaminya berikut asli sertifikat SHM No.52/Jatiluhur, SHM No.34/Jatiluhur, SHM No.41/Jatiluhur. Selanjutnya, notaris Ahmad membuat salinan akta PDJB No.09, No.10, dan No.11 tanggal 8 September 2009 sebanyak dua rangkap dan diserahkan kepada Ari.

Namun, Mbak Tutut dan Indra Rukmana kemudian mengaku tidak pernah menandatangani minuta akta pelepasan hak atas tanah No.33 dan No.34 tanggal 29 Juli 2009 dan tidak pernah menandatangani minuta akta PDJB No.09, No.10 dan No.11 tanggal 8 September 2009 yang keduanya dibuat di hadapan saksi notaris Ahmad Budiarto. Tetapi terdakwa menggunakan surat PDJB No.9, No.10, dan No.11 tanggal 8 September 2009 atas SHM No.52/Jatiluhur, SHM No.34/Jatiluhur, SHM No.41/Jatiluhur di hadapan saksi PPAT Harry Purnomo dan dilakukan balik nama yang sebelumnya atas nama Siti Hardiyanti Hastuti dan Indra Rukmana menjadi atas nama Raden Ari Wicaksono dengan SHM No.5657/Jatisari, SHM No.5658/Jatisari dan No.5659/Jatisari.

Bulan April 2013, tiga bidang tanah yang telah di balik nama tersebut dijual kepada Silvia Hermawan selaku pemilik PT Grahavia Cipta Propertindo seharga Rp. 4.050.000.000 dan sudah dibuatkan akta PDJB di hadapan notaris Nelly Hutahuruk.

Seusai amar tuntutan dibacakan, Majelis Hakim yang dipimpin Ketua PN Depok Syahlan dengan anggota YF Tri Joko GP dan Hendra Yuristiawan mengatakan sidang akan dilanjutkan minggu depan. (Deva)

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.