Pemerintah, DPR, BNN dan KPK Cari Titik Temu Soal RUU Tindak Pidana Khusus

JAKARTA (KM) – Komisi III DPR-RI menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif dan Kepala BNN Budi Waseso, beserta tim ahli pidana Prof. Muladi beserta Prof. Tuti, kemarin 30/5 di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta.
Agenda tunggal Raker ini guna membahas tentang RUU Tindak Pidana Khusus yang diusulkan Pemerintah kepada Komisi III DPR. Adapun usulan tersebut menyangkut eksistensi tindak pidana khusus, khususnya yang mengatur psikotropika dan narkotika dan tindak pidana korupsi di dalam Rancangan Undang-Undang KUHP.
Rapat tersebut dihadiri oleh 26 dari 51 anggota Komisi III dari sembilan fraksi, memenuhi kuorum rapat tersebut yang dipimpin Benny K. Harman dari Fraksi Partai Demokrat.
Dalam Raker tersebut, Menkumham menuturkan bahwa perspektif yang dimiliki pihak Pemerintah dengan DPR sudah sama, dan kedua pihak hanya perlu menyepakati teknisnya. “Kita semua tidak meragukan integritas perancang Undang-undang ini seperti Prof. Muladi, Prof. Barda, Prof. Tuti, hanya ini soal teknis saja pak Ketua… Yang pasti di sini juga ada media, supaya nanti media jangan membuat bola liar, seolah-olah ini melemahkan KPK, melemahkan BNN, BNPT dan melemahkan Komnas HAM, saya kira gak ada, komitmen kita itu sama semua,” ujar Yasonna di hadapan Komisi III.
“Nanti kita juga akan putuskan bersama-sama disini karna jangan sampai ada penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda,” tandas Yasona.
Sementara anggota DPR Aziz Syamsudin dari fraksi Golkar menegaskan perlunya menyamakan penafsiran. “Sari perkembangan diskusi kita pada hari ini,terjadi perbedaan penafsiran di antara kita. Nah perbedaan penafsiran ini belum lagi masuk ke wilayah fraksi-fraksi, yang nanti pasti ada penafsiran yang berbeda-beda pula,” ujar Aziz.
Lebih lanjut kata Aziz, pihaknya mengajak kembali kepada filosofi UU Perubahan KUHP tersebut, “sehingga kita tidak lari kemana-mana, pegangan kita adalah naskah akademis. Kita tidak berfikir bahwa institusi ini akan dikerdilkan diperbesar atau gimana, tidak.”
“Kita sepakat membahas RUU itu dengan amanat Presiden dalam mengantar bapak Presiden sebagai pemerintahan Kepala Negara berdasarkan naskah akademis, sehingga pegangan kita ke sini. Kalau pemikiran kita melenceng dari sini, sehingga penafsiran kita macam-macam dengan catatan, tidak mengerdilkan segala institusi yang ada, hanya mengembalikan filosofi penegakan hukumnya saja, kalau saya melihat dari halaman ini, kodifikasi yang dilakukan secara menyeluruh, tidak secara parsial, tidak berdasarkan hal-hal yang sifatnya kode-kodenya saja itu yang saya baca disini,” tandas Aziz.
Hampir seluruh anggota Komisi III sepakat RUU KUHP Kodifikasi terbuka dibawa ke paripurna untuk disahkan, namun dari BNN dan KPK masih belum menyepakati, sehingga komisi III DPR meminta agar dirapatkan dengan internal Pemerintah sampai ada kesepakatan, baru dibahas lagi di DPR RI. Hingga hari ini, Raker dilanjutkan kembali dengan DPR untuk mencapai kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment