Akulturasi Gaya Legislator Menjelang Pilkada 2018
Oleh Hasyemi Faqihudin*
Biasanya, akulturasi merupakan sebuah strategi untuk melakukan perubahan sosial dalam masyarakat yang mengacu pada suatu kebudayaan terhadap kebudayaan lainnya, atau dengan kata lain saling mempengaruhi antara dua kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial pada kebudayaan tertentu.
Pola kata “Akulturasi” pun bisa memaknai dalam ruang lingkup yang sangat luas. Maka adanya pola kata ini, penulis mencoba memasukkan dalam kerangka ideologi bahwasanya fenomena akulturasi nampak juga dalam pemanfaatan perpolitikan sebagai legislator untuk kepentingan individual.
Menurut Ralf Dahrendof, dalam karyanya yang berjudul “Konflik dan Konflik dalam Masyarakat”, ada enam ciri kelompok dominan atau kelompok pemegang kekuasaan politik. Pertama, jumlahnya selalu lebih kecil dari jumlah kelompok yang dikuasai. Kedua, memiliki kelebihan kekayaan khusus untuk tetap memelihara dominasinya berupa kekayaan material, intelektual, dan kehormatan moral. Ketiga, dalam pertentangan selalu terorganisir lebih baik daripada kelompok yang ditundukkan. Keempat, kelas penguasa hanya terdiri dari orang orang yang memegang posisi dominan dalam bidang politik. Kelima, kelas penguasa selalu berupaya memonopoli dan mewariskan kekuasaan politiknya kepada kelas/kelompok sendiri. Keenam, ada reduksi perubahan sosial terhadap komposisi kelas penguasa.
Namun dalam hal ini ada yang harus digenjot dalam konteks mengambil dari simpulan benang merah. Menurut Ralf Dahrendorf, yang terjadi saat ini dalam poin kelima yaitu kelas penguasa selalu memonopoli dan mewariskan kekuasaan politiknya. Jika diartikan secara eksplisit, ada dua tindak tanduk yang merupakan candu dalam kekuasaan. Pertama, memonopoli. Kedua, mewariskan. Memonopoli dalam hal ini rangkaian pertahanan kekuasaan dengan stategi politik agar individu dapat bertahan menjadi pemangku kebijakan. Kemudian, mewariskan adalah hal yang mempertahankan kekuasaan, dengan memangku kebijakan sebagai warisan yang mewah.
Pertanyaanya ialah, aneh bin ajaib ketika legislator memanfaatkan jabatannya untuk momentum Pilkada 2018. Demi pemanfaatan membuat citra di masyarakat untuk maju dalam kontenstasi nanti. Lalu kemana saja kemarin dan apa buah hasil saat menjabat di legislatif ini?
Arus ketimpangan pun saat ini sudah lumrah di negeri yang kita cintai. Dengan alasan “Mensejahterakan masyarakat” padahal secara buktinya tidak pernah dirasakan penuh oleh masyarakat. Yang miskin tetap bekerja keras memenuhi kebutuhannya, begitu juga yang kaya tetap mempertahankan kekayaannya, dan politikus pemangku kekuasaan tetap bertahan popularitasnya demi keuntungan pribadinya.
Sedikit mengulas singkat sejarah, pada zaman Belanda ada istilah politik balas budi (etische politiek) ternyata juga memberi kesempatan yang lebih menguntungkan kepada golongan aristokrat dan adat. Di samping itu, kekuasaan kolonial Belanda dengan politik balas budinya telah mendorong terbentuknya semacam penggolongan lain didalam masyarakat Indonesia, terutama di kalangan elit.
Berbicara konteks politik balas budi, hal ini salah satu ramuan jitu tatkala moment PILKADA. Ya, kepala isi sop buntut kian menjadi hidangan hangat. Entah apa yang terjadi dalam budaya ini, sekelibat tim pemenangan yang memperjuangkan pun siap siap mendapat pangkuan jabatan yang siap untuk dimainkan.
Respon masyarakat menyoal situasi yang tidak sehat ini, perlunya mengklarifikasi dan harus waspada dalam instrumen “jebakan batman”. Soal kepemimpinan adalah katalistator untuk memastikan bahwa dalam membawa perubahan dalam masyarakat, pemimpin harus punya hati, jiwa, dan otak.
Harapan penulis, harap-harap untuk terus menjadi pemilih yang cerdas. Jangan mau terkena rayuan gombal peserta kontestasi. Sinkronkan hati dan fikiran bahwasanya rakyat yang punya program dan negara ini, bukan penguasa. Cerdas dalam memilih, pastikan calon yang dipilih memiliki program yang kompetetif, inovatif, dan gagasan yang difahami. Dan juga memilih calon yang amanah, tanggung jawab dan budi pekertinya baik.
*Penulis adalah:
Ketua BEM di Unv. Mercu Buana Jakarta (2014-2015)
Koordinator DKI Jakarta BEM Se- Nusantara (2014-2015)
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Dan Pemuda AKARTAPURA (Aceh Jakarta Jayapura)
Pimpinan Presidium Dewan Perwakilan Mahasiswa Di Unv.Mercu Buana Jakarta
HMI Komisariat Unv.Mercu Buana Jakarta
HMI Cabang Jakarta Barat
Koordinator II Gerakan Mahasiswa Dan Pemuda Bogor Barat (GMPBB)
Ketua Umum Gerakan masyarakat (GERAM)
Leave a comment