Anggota Komisi III Beberkan Alasan DPR Gulirkan Hak Angket Terhadap KPK
JAKARTA (KM) – DPR menggelar sidang paripurna dengan agenda hak angket untuk KPK, terkait tudingan terhadap 5 anggota Komisi III DPR-RI yang mengintimidasi Miryam S. Haryani, mantan anggota Komisi II DPR.
Terkait hal tersebut, sejumlah anggota DPR tidak terima kalau namanya di sebut-sebut dalam persidangan e-KTP.
“Hak angket yang digulirkan DPR tidak ada niat sama sekali untuk melemahkan KPK atau mengintimidasi, dan bukan untuk mencampuri urusan KPK dalam hal penyidikan, tujuan hak angket ini sebetulnya untuk mendorong KPK agar bekerja pada dasar Hukum KPK yang benar dan berpedoman pada undang-undang KPK,” ujar anggota DPR Eddy Kusuma Wijaya usai menandatangani Hak Angket, Kamis 27/4, di ruang kerjanya.
Eddy menambahkan, apabila KPK telah bekerja dengan benar dan sesuai dengan undang-undang, pasti tidak akan menyimpang. “Inilah yang akan kita dorong dengan hak angket ini, karena Komisi III ini mitranya KPK, maka dari itu dalam kegiatan kinerja Komisi III selalu mendorong KPK ini dalam perencanaan penambahan SDM, agar penyidik yang ada di KPK ini benar-benar orang yang berkualitas dan kredibel dan ingin menegakkan hukum melalui proses proses penyidikan di KPK itu sendiri,” jelas Eddy.
“Kemudian kita berencana menambah sarana dan prasarana, kita juga ingin menambah anggaran KPK, sehingga KPK ini dalam proses penegakan hukum dari segi SDM nya bagus, berkualitas, karena anggarannya ada peralatannya cukup, itu niat Komisi III DPR RI,” lanjut politisi PDIP itu.
Eddy menjelaskan, hak angket tersebut muncul setelah pihaknya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPK beberapa waktu lalu, dimana dalam RDP tersebut Komisi III bertanya kepada KPK, apakah penyebutan kelima nama-nama Komisi III itu benar terjadi, yang mana bahwa Komisi III menekan tersangka Mariyam dalam kasus e-KTP, sehingga Mariyam ini merubah keterangannya dan berpindah-pindah, waktu diproses di KPK dan di pengadilan.
Dalam acara RDP tersebut KPK tidak bisa menjawab dengan lugas dan jujur, apakah ada nama-nama Komisi III yang di sebut-sebut penyidik senior KPK Novel Baswedan, baik lewat media massa maupun ke sidang pengadilan, yang mengatakan bahwa lima orang Komisi III menekan tersangka Miriyam sehingga tidak sesuai lagi keterangannya, baik di KPK maupun di pengadilan.
“Kenapa Komisi III ingin mendalami kasus ini, karena ini membawa nama baik dan keluarga dan akan berdampak buruk kepada anak-anak anggota tersebut,” ujar Eddy.
Lebih jauh kata Eddy, “padahal kita sudah menanyakan pada kelima anggota tersebut, mereka tidak pernah menekan atau mengintimidasi Miriyam, sang tersangka kasus e-KTP tersebut, bahkan mereka siap disumpah pocong. Dan waktu itu dijawab oleh ketua KPK, ‘itu tidak ada itu.’ Kalau memang tidak ada, mohon dibuka rekaman tersebut di depan Komisi III, untuk membersihkan nama-nama kelima anggota DPR tersebut. Mau dibuka secara tertutup boleh, secara terbuka juga boleh, yang penting anggota Komisi III tahu, apakah betul anggota Komisi III menekan atau mengintimidasi Miriyam, sehingga Miriyam melakukan pengakuan di sidang pengadilan bahwa dia ditekan oleh anggota Komisi III,” tandas Eddy .
Seharusnya, kata Eddy, kalau memang sudah terbuka di pengadilan, harusnya KPK bisa membuka di sini. “Kita ini kan mitranya, dan pertanggungjawaban kerja KPK itu pada Presiden, DPR Komisi III, dan BPK, kok nggak mau di buka oleh KPK,” tegas Eddy.
“Makanya kita di Komisi III minta dibuka rekaman itu, kalau memang ada, berarti Komisi III yang gak bener, tapi kalau tidak ada, berarti penyidik Novel Baswedan yang tidak bener,” pungkas Eddy.
Menurutnya, dampak dari persoalan ini, terutama bagi pengamat hukum, LSM dan para aktivis peneliti kasus ini, yang tidak tahu persis kejadian yang sebenarnya, akan berfikir lain terhadap hak angket yang digulirkan Komisi III. “Mereka akan mengira hak angket ini untuk melemahkan KPK dan akan menghambat proses penyidikan kasus e-KTP atau kasus-kasus besar lainnya. Sebetulnya tidak begitu,” ucap Eddy.
“Makanya kenapa ada hak angket ini,sebetulnya untuk membuka rekaman tersebut, makanya kita angketkan, karna hak angket ini adalah hak anggota DPR, dan ini sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, makanya kita tidak ada niat untuk menghalang-halangi KPK dalam hal penyidikan,” tambah Eddy.
“Makanya seperti saya sampaikan tadi, kita harapkan KPK ini bekerja sesuai undang-undang KPK itu sendiri, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor politik, tidak tumpang tindih, tidak terpengaruh oleh kepentingan orang-orang yang akan memainkan KPK.”
“Jadi menurut saya, sepertinya dalam penegakan hukum, masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki di KPK nya, bukan undang-undangnya, tapi perilaku SDM nya dalam penegakan hukum, terutama penyidiknya, dan komisionernya, harus faham betul tentang penegakan hukum dalam penyidikan itu, karena kan kita yang merasakan, kita diberi kewenangan untuk mengawasi kinerja dari KPK. Contoh kasus Century misalnya, yang sangat besar 6,7 triliun, yang di tangkap cuman satu, yang lain kemana?” tambah Eddy.
“KPK harus kembali kepada prosedur hukum yang berlaku, itu harapan kita di Komisi III,” tutupnya.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment