PPNI Minta Pemerintah Perhatikan Kesejahtraan Tenaga Honorer

Komisi IX DPR-RI bersama perwakilan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (dok. KM)
Komisi IX DPR-RI bersama perwakilan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (dok. KM)

JAKARTA (KM) – Persoalan ketidaksetaraan yang semakin menguat dikeluhkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang diwakili oleh sejumlah perawat yang berasal dari Sumatera Utara saat mengadu ke Komisi IX DPR-RI dengan setumpuk persoalan dan harapan, Kamis 16/3. Para perawat itu berharap kepada DPR agar membantu memperjuangkan nasib mereka kepada pemerintah.

Salah satu dari perwakilan perawat, Aswin Saputra menyampaikan, “Masalah yang kami alami ini terkait persoalan kesejahteraan kami, seperti gaji yang tidak sepadan dan masih menjadi tenaga honorer, tidak diangkat menjadi PNS. Oleh karena itu kami berharap kepada DPR untuk memperjuangkan nasib kami,” ujarnya saat audiensi dengan DPR, pada Kamis  16/3/17.

Sementara itu, wakil ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay memaparkan bahwa pihaknya sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). “Perlu saya jelaskan, semalam saya sudah berbicara dengan Menpan RB, karena beliau ini pernah di Komisi IX dulu, dan tahu persis sebetulnya persoalan perawat, bidan, dan saya sudah bicara dengan beliau termasuk tenaga kerja di Pemerintah, baik daerah maupun pusat, dan dari hasil pertemuan tadi malam dijelaskan [bahwa] untuk saat ini, Pemerintah belum sanggup mencabut moratorium penerimaan PNS,” terang Saleh.

Politisi PAN itu menjelaskan bahwa moratorium PNS yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah alasan kenapa para tenaga honorer tersebut tidak dapat dikukuhkan menjadi PNS.

“Kalau ditanya mengapa, itu pasti kaitannya dengan APBN, kemudian dengan jumlah komposisi Pegawai Negeri kita yang sudah mencapai 4,5 juta sekarang di seluruh Indonesia. Jadi kalau sudah di Moratorium itu, tidak ada penerimaan yang baru, jadi mohon maaf, kalau tadi tuntutannya PNS, nanti kita suarakan, dan percaya dengan kami, apa yang telah saudara-saudara sampaikan tadi direkam dan sudah dicatat disini, dan akan kami sampaikan ke Pemerintah, khususnya ke Kementerian Kesehatan, dan secara formal dengan Kementerian terkait akan kita sampaikan,” ujar Saleh.

Lebih jauh Saleh menjelaskan bahwa pihaknya harus menyampaikan “pahitnya” dulu. “Yang pahitnya itu apa, memang udah tidak ada PNS. Lalu apa bedanya [anda] dengan bidan PTT? Kan itu pertanyaannya tadi. Bidan PTT itu kan honornya pusat, jadi memang lulusannya itu APBN,kalau bapak dan ibu sekalian honornyakan daerah, saya kira lebih terhormat, karena SK nya dari Bupati atau Kepala Dinas, kemudian dianggarkan dari APBD.”

“Tapi nanti kalau sudah masuk kepada honor instansi atau TKS, nah ini sebetulnya sudah liar… penanggungjawabnya itu tidak ada, apalagi seperti yang disampaikan tadi, [tuntutan agar] tidak menuntut gaji, tidak menuntut PNS, dan itu ditandatangani, nah ini kan tidak manusiawi, apalagi bapak dan ibu sekalian kan orang terpelajar, tidak pantas diperlakukan seperti itu” ujar Saleh.

Saleh pun menuturkan bahwa pihaknya menyarankan bahwa yang harus dilakukan dulu adalah penertiban honor daerah dan PTS. “Mungkin nanti kita akan minta Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menganggarkan APBD nya secara politik di tingkat lokal, agar ada persamaan kesetaraan penggajian kepada mereka yang sedang bertugas dan mengabdi baik secara sukarela maupun honor daerah. Itu penting, siapa yang busa melakukan itu? Tentu saja nanti Menpan RB, bisa melalui surat, atau nanti kita minta Mendagri, karena koordinasi kepala daerah itu langsung ke Kementerian dalam Negeri,” tandasnya.

Ia pun mengatakan bahwa Komisi IX akan memperjuangkan semua aspirasi yang disampaikan, mulai dari kesetaraan gaji, BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, dan tunjangan-tunjangan lain yang menjadi hak dari pekerja.

Reporter : Indra Falmigo
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*