Program Makan Bergizi Gratis, Drama Pertaruhan Penguasa, Pengusaha, dan Barisan Sakit Hati

Kolom oleh Hero Akbar N / Moses*)

 

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan jualan sekaligus janji politik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam berbagai kampanye saat mengikuti kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden 2024-2029.

Dagangan janji politik tersebut nyatanya bak magnet energi yang menyedot perhatian dan dukungan luas masyarakat yang seakan menanti kepemimpinan kuat yang pro rakyat dan bisa sepenuhnya melaksanakan amanat UUD 1945 secara murni dan konsekwen, sehingga berdampak pada kesejahteraan rakyat yang adil dan merata.

Kini, setelah keduanya terpilih dan dilantik secara resmi, program yang digaungkan dan mendapat dukungan luas tersebut langsung tancap gas untuk direalisasikan meski menghadapi berbagai drama dan tantangan.

Badan Gizi Nasional (BGN) yang dibentuk di penghujung era kepemimpinan Presiden Jokowi, mendapat tugas khusus untuk mengelola dan merealisasikan program MBG yang dinantikan jutaan anak Indonesia. Para punggawa dan patriot TNI yang selama ini dilatih untuk medan pertempuran pun turut dilibatkan secara khusus untuk mengawal dan memastikan program MBG berjalan baik dan tepat sasaran.

Ambisi untuk menyukseskan program ini tentunya banyak menimbulkan kecemasan di kalangan oposisi termasuk oligarki.

Secara politik, keberhasilan program ini akan semakin melegitimasi kepemimpinan Prabowo – Gibran dengan label pro rakyat dan berpotensi kuat untuk terus menahkodai kepemimpinan nasional hingga pemilu berikutnya.

Secara finansial, APBN akan mengalami efisiensi besar-besaran dalam penggunaannya demi mendukung program Makan Bergizi Gratis yang menargetkan penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang hingga akhir tahun 2025. Efisiensi anggaran tersebut pun terbukti sudah ditetapkan dan diterapkan di berbagai kementerian dan institusi negara hingga ke pelosok daerah.

Efeknya, banyak kaum oligarki yang merasa terancam pundi-pundi ekonominya akibat pembatasan anggaran tersebut. Mereka yang tadinya terbiasa mudah “mengamankan dan memainkan” proyek-proyek skala lokal dan nasional, kini merasa terancam dan diawasi ketat gerak-geriknya oleh para loyalis dan relawan Prabowo-Gibran di berbagai sektor kepentingan.

Dari aspek hukum, Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui instrumen lembaga hukum nya juga sudah terlihat bersikap keras dan tegas terhadap para koruptor yang selama ini terkesan kebal hukum.

Terbukti, selama 100 hari saja pemerintahan Prabowo-Gibran, sudah banyak uang dan aset negara yang direbut dari para tersangka korupsi yang tentunya dana dan aset tersebut diharapkan dapat semakin menyokong program-program pro rakyat lainnya.

Dari aspek-aspek tersebut, minimal akan menjadi “momok membahayakan” bagi pihak-pihak yang bersebrangan dengan pemerintah, tak terkecuali mungkin bagi mereka yang dicap sebagai “Barisan Sakit Hati” untuk melakukan berbagai upaya mendistorsi berbagai program pro rakyat termasuk program MBG sekaligus menebar hembusan-hembusan yang mendiskreditkan legitimasi pemerintah.

Kembali ke soal program Makan Bergizi Gratis, sejak pelaksanaan tahap pertama, program MBG telah mengalami banyak tantangan dan rintangan. Skema aturan mainnya pun masih nampak berubah-ubah seolah sedang mencari formula dan formasi yang paten.

Para pengusaha catering yang awalnya antusias ingin bergabung mulai terlihat lesu dan hampir putus asa karena modal belanjanya yang semakin menipis, bahkan ada yang sudah terjerat hutang di koperasi demi mendanai awal kegiatan MBG tersebut dan terancam “dipolisikan” bila melakukan wan prestasi.

Hal itu karena gelontoran dana pembiayaan dari BGN ke pengusaha catering mengalami “sumbatan” akibat penerapan sistem pembayaran yang belum final. Efeknya, sempat terjadi kisruh pembayaran dan kegiatan lanjutan tahap pertama MBG pun sempat mengalami penundaan hingga dua pekan untuk dilakukan evaluasi.

Meski pemerintah sudah menganggarkan anggaran besar dan bahkan di pemberitaan media pihak BGN mengklaim akan me-standby-kan dana di awal terlebih dahulu, nyatanya beberapa dapur catering masih berjuang secara mandiri memodali program makan gratis tersebut.

Selanjutnya, dari temuan berupa aduan langsung yang diterima redaksi kami, pelaksanaan program MBG sempat terjadi drama jelang pelaksanaan pembukaan tanggal 17 Februari di salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang diduga hampir mengalami kondisi “disabotase” sehari sebelum pelaksanaan MBG oleh beberapa oknum yang mengakomodir suplai bahan baku bersama seorang oknum pengusaha yang mengaku sebagai aparat dari Mabes TNI dan sempat melakukan upaya intimidasi dengan memamerkan senjata api yang terselip di pinggangnya ke petugas resmi BGN. Namun, berkat kesigapan dan dukungan Kodim setempat, suplai bahan baku berjalan lancar dan pelaksanaan MBG pun dapat terlaksana sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.

Dari gambaran situasi dan kejadian tersebut, bisa dikatakan “program seksi” Prabowo- Gibran ini memang memantik perhatian besar berbagai pihak dan kalangan.

Pengusaha-pengusaha kagetan pun banyak bermunculan untuk turut memanfaatkan situasi atas banyaknya kebutuhan ompreng/food tray (nampan stainles) yang menjadi salah satu bagian syarat utama dalam pelaksanaan program MBG.

Pengadaan ompreng bersifat wajib dan harus berbahan stainles dengan spesifikasi khusus yang ditentukan secara resmi oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

Berhubung belum ada intervensi harga ompreng oleh pemerintah, maka efek dari tingginya kebutuhan ompreng tersebut menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan, bahkan saat ini harga ompreng sesuai standar BGN terbaru sudah mencapai kisaran harga Rp.70 ribuan per satuannya, padahal sebelum program MBG bergulir resmi, harga satuan ompreng masih dikisaran 20- 30 ribuan rupiah saja.

Belum lagi soal pertarungan perebutan “jatah” di segmen pengadaan bahan baku beras, minyak, telur, daging, sayuran dan bahan pokok lainnya. Tentunya program MBG ini betul-betul sangat dirasakan ke “seksian” nya oleh seluruh lapisan karena berpotensi besar memutar roda perekonomian nasional secara serentak.

Berkaca pada fenomena nyata tersebut, konsistensi dan ketegasan pemerintah dalam melaksanakan program MBG dan program pro rakyat lainnya harus bisa diselaraskan dan disinergikan dengan para stakeholder dan pemangku kepentingan yang ada, sekaligus meminta masyarakat luas untuk terlibat langsung dalam pengawasan kegiatannya.

Hal itu penting dilakukan untuk meminimalisir distorsi dan upaya-upaya penjegalan yang mengarah terjadinya kegagalan program oleh mereka-mereka yang dianggap bersebrangan dan sakit hati.

*)- Aktivis Bogor, Pemimpin Redaksi Kupas Merdeka

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.