Ratusan Kades Se Kabupaten Bogor Jadi Juga Bimtek ke Pulau Bali, Aktivis Bogor: Semoga Berdampak Nyata Dalam Pembangunan Desa

Ketua APDESI Kabupaten Bogor, Abdul Aziz Anwar

BOGOR (KM) – Agenda pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) ratusan Kepala Desa se Kabupaten Bogor di Pulau Bali akhirnya terlaksana juga setelah sempat ditunda karena menuai polemik dan protes dari berbagai kalangan yang menganggap kegiatan bimtek yang diprakarsai APDESI dan mengutip 15 juta per desa tersebut dinilai hanya pemborosan dan tidak berfaedah untuk kemaslahatan masyarakat.

Dalam pemberitaan sebelumnya, kegiatan Bimtek di tahun 2024 ini mengutus para kepala desa se Kabupaten Bogor ke provinsi Bali dengan anggaran Rp15 juta per desa. Sementara untuk kegiatan Bimtek Sekdes dan BPD diselenggarakan di Bandung dengan anggaran Rp7 juta per orang. Artinya untuk kegiatan bimtek Kepala Desa, Sekdes, dan BPD menelan anggaran Rp.29 juta untuk setiap desa.

Dalam keterangan yang diterima Kupasmerdeka.com (5/12), Ketua Apdesi Kabupaten Bogor, Abdul Aziz Anwar, menyatakan banyak manfaat yang akan diperoleh para kepala desa dalam kegiatan bimtek yang diselenggarakan di pulau Bali tersebut.

“Kita bisa belajar wisatanya. Kita perlu merintis dan mengembangkan wisata di desa kita masing-masing. Wisata alam (gunung, bukit, lembah, sungai, setu, dll), wisata kuliner, wisata olahraga, dan ide-ide wisata lainnya. Kita juga bisa belajar budaya dan tatakrama masyarakat Bali. Bagaimana mereka menyambut tamu, berbicara, bersikap, dan berkreasi yang menarik minat orang luar datang bahkan kembali datang,” ujar Aziz.

Selain itu, tambah Azis, para kepala desa juga bisa belajar bagaimana pemda dan pemprov di Bali bisa memberikan dana bagi hasil ke desa dengan adil, cepat, mudah, dan memotivasi untuk kesejahteraan warganya. Warga juga ditanggung jaminan kesehatan, kematian, pendidikan dan kelahirannya.

“Kita juga bisa belajar kondisi lingkungan di sana agar selalu bersih dan rapih, tertata dengan baik dan menjadi tempat singgah yang nyaman. Kita juga bisa mengamati bagaimana kemampuan bahasa asing warga, penjaga warung, pengemudi ojol, pemandu wisata, penyewa selancar, tukang pijit urut, dan kebanyakan anak muda lainnya,” lanjut Azis.

Azis pun berharap, agar pembelajaran selama di Bali penuh dengan manfaat dan membawa hasil yang berpengaruh buat warga dan lingkungan masing-masing, serta mampu membentuk dan mengembangkan desa wisata, meningkatkan kemampuan diri, sekaligus membuka peluang-peluang usaha kreatif untuk lulusan sekolah yang belum bekerja.

“Para kades banyak menggunakan rupiah pribadi dalam bimtek ke Bali. Kades juga sesekali perlu membuka wawasan nusantara, kepulauan dan kebangsaan kita yang luas di luar desa. Jangan hanya terbatas di lingkungan desa, kecamatan dan kabupaten kita,” terang Azis.

“Bahkan kalau perlu kita belajar ke desa terbaik sedunia yang ada di Cina. Ternyata pesan mulia “belajarlah hingga ke negri cina” juga berlaku untuk belajar desa ke cina,” ungkap Azis yang juga menjabat Kepala Desa Cimanggis, Kabupaten Bogor.

Sementara itu, pernyataan sebaliknya justru dilontarkan oleh salah satu aparatur desa yang justru mencibir kegiatan bimtek yang pernah diikutinya. Aparatur desa tersebut secara terang-terangan mengatakan bahwa kegiatan bimtek sebenarnya hanya liburan dan menghabiskan anggaran desa saja.

“Bimbingan apa? itu mah jalan jalan mengatasnamakan bimbingan. Waktu di Bandung saja bayar mahal sekdes juga, cuma kegiatan begitu saja, gak ada tuh ilmu yang diperoleh, mahal saja bayar,” kata salah satu aparatur desa yang enggan disebutkan namanya (3/12).

“Pas dia datang dia mah (ketua Apdesi-red) makan di meja VVIP sama ikan kakap terbang, makanan lebih enak, kita yang bayar per desa Rp14 juta makan antri, dah gitu cuma kebagian makan seadanya. Saya juga gak ngerti, banyak sekdes yang pro ke dia, sekdes yang pro itu yang aktif di paguyuban porsekdesi,” ungkapnya.

Ia pun mengeluhkan mahalnya kegiatan yang dibebankan Rp14 juta per desa tersebut.

“Tiap desa bayar Rp14 juta buat dua orang, Sekdes sama Ketua BPD. Sampai sana kita cuma ke tempat balai pertanian, gak ada ilmu yang kita dapat karena kita hanya diperlihatkan para pegawai di Balai Pertanian yang lagi nanem. Terus ke tempat batalion untuk baris berbaris, terus kita bikin permainan di tempat pelatihan, selebihnya kita cuma ke tempat wisata sama panitia, tapi tiket masuk permainan di dalam kita bayar sendiri,” imbuhnya.

“Terus ke Gunung Tangkuban Perahu, liat apa coba? cuma liat kawah. Gila aja kita makan di rumah makan cuma dua kali, itu pun antri nya luar biasa. Terus makan di batalion di barak sama ikan asin, sayur asem sama ayam, udah gitu aja, gila gak Rp14 juta tuh di kali berapa desa yang ikut?,” keluhnya lagi.

Merespon hal tersebut, Hero Akbar selaku aktivis Bogor menyatakan cukup prihatin dengan kinerja APDESI Kabupaten Bogor yang seakan kehilangan sensitivitas atas kesulitan-kesulitan ekonomi yang dialami warga Bogor.

“Dari pengakuan dan keluhan salah satu aparat desa tersebut saja kita sudah bisa menilai seberapa besar manfaat bimtek tersebut. Bila per desa dipungut Rp14 juta, berapa milyar dana yang menguap bila kegiatan bimtek tersebut tidak membawa manfaat apa-apa bagi desa? Sebaiknya dikaji ulang lagi untuk kedepan yang lebih baik,” ujar pria yang akrab disapa Moses itu.

“Sebagai salah satu aktivis Bogor, Saya berharap kegiatan bimtek ini betul-betul menjadi program yang produktif, sehingga manfaatnya bisa betul-betul teraplikasi dalam pembangunan desa sekaligus berkontribusi besar dalam pemerataan ekonomi masyarakat desa,” pungkasnya.

Reporter : Drajat

 

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*