Minta Uang ke Perwira Polrestabes Surabaya, Wartawan Tak Jelas Berkeliaran di Tempat Pelayanan SIM dan STNK
SURABAYA (KM) – Belum lama ini, dunia jurnalis dikejutkan dengan seseorang yang mengatasnamakan wartawan Ainul Mukoribin dari media online di kota Surabaya, untuk mengeruk keuntungan pribadi. Kali ini Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) mendapat aduan langsung dari yang rekan Ainul.
Dalam aksinya, Ainul palsu ini berhasil mengeruk keuntungan pribadi sejumlah uang dari seorang polisi di lingkungan Satlantas Polrestabes Surabaya. Bermodal kartu SIM Card handphone, download aplikasi WhatsApp dan diberi nama korban Ainul Mukoribin.
Kemudian chatting WhatsApp ke beberapa polisi yang dikirimi pesan tersebut, baru terungkap satu polisi yang terlanjur mengirim sejumlah uang. Tak main-main korbannya adalah perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) Sigit Ekan yang memiliki jabatan di Satpas Colombo Polrestabes Surabaya.
Isi chat tersebut “Maaf menggangu komandan mohon bantuannya komandan untuk tambahan biaya kelahiran istri saya Putri kami nomer 4 di klinik Restu di Rek nya adik saya BRI 65530XXX3598XXX atas nama A D N, semoga Alloh SWT selalu memberikan kesehatan kepada komandan serta semoga Alloh SWT memberikan kemudahan dalam karir komandan kedepannya. Ainul Mukorobin Media Online Obor Rakyat.”
Perwira polisi yang disebut-sebut menjadi korban terkait modus permintaan bantuan biaya persalinan yang mengaku-ngaku wartawan, saat dikonfirmasi pihaknya memilih enggan berkomentar saat dihubungi melalui telepon selulernya.
“No Coment,” ucap singkat perwira itu (2/11/2023).
Ucapan ini menurut KJJT seperti menunjukan sifat keangkuhan saat dikonfirmasi. Tak puas mendapat informasi kebenaran peristiwa itu, KJJT langsung mendapat respon AKBP Arif Fazlurrahman, S.H.,S.I.K., pejabat tertinggi di SatLantas Colombo dengan jabatan Kasatlantas Polrestabes Surabaya.
“Banyak penipuan berkedok media, kita harus peka dan antisipasi. Maksud baik untuk membantu terkadang disalah gunakan oleh pelaku,” ucap AKBP Arif, Kamis (2/11/2023).
Menyikapi kejadian ini, sebagai organisasi pers/perkumpulan wartawan. KJJT mengingatkan banyak pihak baik dari pemerintahan, kepolisian, maupun TNI untuk waspada dan bisa membedakan wartawan yang bekerja sesuai dengan profesinya atau yang hanya mengatasnamakan wartawan.
“Banyak wartawan yang tidak jelas keluar masuk kantor dengan alasan konfirmasi atau istilah mereka biasanya menyebut silaturahmi,” terang Ade.S Maulana Ketua Umum Komunitas Jurnalis Jawa Timur, Kamis, 2 November 2023.
Menurut Ade, ada beberapa ciri yang bisa digunakan untuk membedakan wartawan yang benar-benar wartawan dan wartawan yang tidak jelas.
Yang pertama, mereka sering memasang link berita di status di nomor WhatsApp mereka. Tapi, menurut Ade, link berita tersebut belum tentu karya tulisnya sendiri, bisa juga copy paste (copas).
“Biasanya link yang mereka pasang adalah link berita tentang pencitraan hasil dari copas,” paparnya.
Yang kedua, mereka kerap kali masang profil atau status berfoto dengan para pejabat. Mulai dari tingkat polsek/kecamatan hingga ditingkat paling atas. Mereka biasanya mendapatkan foto bersama pejabat saat berbaur dengan wartawan dalam acara rilis. Atau acara resmi lainnya.
Yang ketiga, mereka ini biasa berbaur dengan wartawan saat rilis dan bergerombol dan menunggu uang saku yang biasanya dibagikan usai rilis.
“Setelah mendapat uang saku, mereka langsung kabur. Tidak ada tanggung jawab mereka untuk menulis hasil rilis tersebut,” terang Ade lagi.
Yang keempat, menurut Ade, biasanya kantor media yang mereka gunakan tidak seperti kantor media pada umumnya. Penelusuran KJJT, kantor redaksi mereka bisa di warung kopi, dan ditempat-tempat fasilitas umum.
“Asal tempat itu bisa dipasang banner (spanduk) bertuliskan kantor redaksi. Ini temuan kami sejak usia KJJT memasuki usia tahun keempat,” tandasnya.
Tidak hanya itu saja, menurut Ade, cara perekrutan wartawan oleh media tersebut tidak dilakukan sesuai dengan standar perusahaan media.
“Modal berani, kartu pers lebih dari satu yang didapat dengan harga yang cukup tinggi. Akhirnya, siapapun yang bisa membayar, akan menjadi wartawannya,” jelentreh Ade.
Tapi menurut Ade, kantor yang sangat sering menjadi jujugan wartawan tidak jelas ini adalah satlantas dan samsat. Mulai dari Samsat hingga Satpas (penerbitan SIM).
Pemegang tongkat komando KJJT ini juga pernah mendatangi salah satu Samsat Surabaya Utara yang beralamat di Kedung Cowek, Kenjeran Surabaya. Pada pada 8 Maret 2023, awal niat konfirmasi ke Kanit Regident namun dihalangi, akhirnya yang didelegasikan 2 anggota polisi.
“Salah satu dari 2 petugas polisi itu bernama pak Gandi, beliau menemui saya. Sebelum mengajukan pertanyaan terkait maraknya calo dan pembuatan STNK baru senilai 1,7 juta, Pak Gandi sudah mengeluarkan statement ‘disini ada 140 wartawan di Samsat ini.’ tirunya Ade yang diucapkan petugas itu pada dirinya.
Tidak hanya itu, Pak Gandi juga menyinggung masalah pribadi Ade yang sangat tak pantas disampaikan. Lebih lanjut Ade, langsung menanggapi keras ucapan Pak Gandi.
“Apakah ada nama saya diantara 140 wartawan di Samsat Surabaya Utara yang anda sampaikan tadi, dan urusan anda tentang pribadi saya apa,” ujarnya.
Gandi pun terdiam, atas pertanyaan balik ade. Tak selang beberapa lama, Ade kembali meninggalkan kantor Samsat, lantaran belum ada yang menjawab konfirmasi/ pertanyaan terkait calo dan pengurusan STNK senilai 1,7 juta.
“Kedua polisi itu berusaha memberi sebuah amplop warna putih, agar saya tidak mempertanyakan hal tersebut. Namun saya tolak dan segera bergegas pergi dari kawasan parkir Samsat Surabaya Utara,” ucapnya.
Masih teringat ucapan Pak Gandi, 140 wartawan banyak sekali. Apakah semua yang ada di Samsat tidak ada petugas polisinya, tak hanya itu saya jarang sekali membaca berita tentang inovasi samsat,” kata Ade.
Masih kata Ade, banyak kalangan wartawan tidak jelas yang menganggap satlantas adalah tempat basah. Tempat yang mereka yakini bisa mendapatkan uang. Baik pemberian petugas atau pun menjadi calo atau makelar SIM. Atau makelar STNK di samsat.
“Saya memang mendengar itu kalau banyak wartawan yang tidak jelas yang akhirnya nyambi calo SIM atau STNK,” jelas Ade lagi.
Ade meyakini, semakin basah suatu tempat, semakin banyak pelanggaran. “Sekarang ini, semua anggaran pendapatan maupun pengeluaran sudah diatur negara. Tunjangan pejabat pun sudah diatur semua oleh negara. Jadi kalau ada pejabat yang banyak memberi uang kepada mereka (wartawan tidak jelas)) semakin berpeluang ada pelanggaran di sana,” tambahnya.
Profesionalisme wartawan dan polri kali ini diuji, Ade meminta jangan sampai profesionalisme jurnalis ini diacak-acak oleh wartawan yang tidak jelas. Polisi harus tegas segera tangkap dan tindak pelaku yang membuat resah dunia jurnalistik.
“Kita disini profesi jurnalis, hanya bisa menulis atau membuat berita. Tinggal menunggu pihak kepolisian untuk melakukan tindakan agar kemitraan media dengan polri berjalan baik. Dari peristiwa ini menjadikan kita semakin dewasa wartawan dan polri menjadi korban ulah wartawan tidak jelas, sekali lagi berharap pihak kepolisian dapat membuat laporan polisi model B dalam kasus ini, Laporan polisi tanpa ada pelapor yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan yang diterima dari masyarakat,” pinta dan tutup Ade dengan serius.
Reporter: redho fitriyadi
Sumber: Divisi Humas KJJT
Leave a comment