Perbup Bogor Tentang Pembatasan Waktu Kendaraan Angkutan Tambang Dianggap Mandul, Harus Diganti dengan Perda

Ketua AGJT (Aliansi Gerakan Jalaur Tambang) Junaedi Adhi Putra (dok. Hari Setiawan Muhammad Yasin/KM)
Ketua AGJT (Aliansi Gerakan Jalaur Tambang) Junaedi Adhi Putra (dok. Hari Setiawan Muhammad Yasin/KM)

BOGOR (KM) – Carut marut pelaksanaan hingga penindakan Perbup nomor 120 tahun 2021 mengenai pembatasan waktu operasional kendaraan angkutan barang khusus tambang pada ruas jalan di wilayah Kabupaten Bogor pada jam 20:00 – 05:00 mendapatkan desakan keras untuk segera dirubah menjadi Perda, karena dinilai masih mandul dalam penerapannya.

Desakan keras tersebut diungkapkan oleh Ketua AGJT (Aliansi Gerakan Jalur Tambang), Junaedi Adhi Putra, saat diwawancarai wartawan Kupasmerdeka.com di Rumpin, Bogor, Sabtu pagi 28/5.

Menurutnya, solusi terbaik agar Perbup nomor 120 tahun 2021 ini bisa berjalan dengan lancar yaitu diganti dengan Perda sesuai dengan tuntutan awal, karena Perda ada payung hukumnya.

“Solusi tebaiknya yang pertama dievaluasi soal penegakannya, karena kalau kita kaji Perbup memang banyak kekurangan, seharusnya dulu itu kita mengajukan bukan perbup tapi perda atau peraturan daerah, perda itu ada payung hukum soal penegakan ataupun ketika ada perusahaan atau truck tambang yang melanggar akan mendapatkan sangsi atau hukum” jelasnya.

“Sehingga sebagai antisipasi ketika misalnya truck tambang mau melanggar jam operasional ada sangsi yang harus diterima atau konsekuansi, misalnya dalam peraturan daerah itu melanggar perbup nomor 120 tahun 2021, sangsinya harus dituangkan dalam perda,” tegas Junaedi Adhi Putra.

Junaedi mengatakan, bahwa desakan ini muncul karena banyaknya laporan dari masyarakat di wilayah Barat Kabupaten Bogor yang berdekatan dengan tambang seperti di Parungpanjang (Perbatasan Bogor – Tangerang), Rumpin, Gunung Sindur & Ciseeng, bahwa masih banyak pelanggar supir kendaraan tambang yang menerobos jam tayang hingga maraknya Praktek Pungli.

“Kta juga banyak keluhan dari masyarakat parungpanjang, Rumpin, Gunung Sindur & Ciseeng, bahwa dengan tidak adanya petugas yang jaga baik itu dari Dishub dan Kepolisian setempat yang membuat banyaknya kendaraan tambang menerobos jam tayang hingga merajalelanya praktek Pungli,” ungkapnya

“Seharusnya respon Pemerintah Kabupaten Bogor berkoordinasi dengan Dishub, Kepolisian, Ditlantas, Satpol PP, Muspika, supaya penerapan itu betul-betul maksimal di lapangan, jangan sampai penerapan ini masyarakat lagi yang mengawal, masyarakat kan terbatas, waktunya terbatas, sarananya terbatas, sehingga ketika dia melakukan penegasan ataupun penerapan dengan caranya gitu, nah dengan caranya inilah harus kita akomidir dan antispasi, jangan sampai supir dan masyarakat berbenturan,” tutur Junaedi Adhi Putra.

Dalam jangka pendek, Junaedi Adhi Putra juga akan mendesak para supir kendaraan tambang yang melanggar jam operasional di Perbup nomor 120 tahun 2021 untuk bertanggung jawab jikalau menerobos jam tayang dan terjadinya kecelakaan.

“Selain dirubah menjadi Perda, jangka pendeknya saya desak adalah tanggung jawabnya, ketika sekarang banyak truck-truck tambang yang menerobos jam operasional sehingga orientasinya kan supir-supir ini melanggar, bisa kok lewat kan, karena memang tidak adanya sanksi, artinya kan dia mengejar ritasi, mengejar jam tayang yang memang sangat didesak oleh perusahaan sehingga dia bagaimana caranya matrial ini secepat mungkin sampai ke pembuangan, sehingga masyarakat yang bersinggungan di jalan langsung, bahaya, terlindas, kecelakaan, kemudian terkadang truck tambang itu patah as di tengah jalan sehingga membuat kemacetan,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia, Azmi Syahputra menjelaskan, Perbup nomor 120 tahun 2021 ini lingkup kekuatan pengaturannya tidak lebih rinci, sehingga ada celah untuk disimpangi dalam pelaksanaannya, dan perlu diharmonisasikan terlebih dahulu.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia Azmi Syahputra (dok. Hari Setiawan Muhammad Yasin/KM)

“Perbup nomor 120 tahun 2021 ini lingkup pengaturannya tidak lebih rinci, perlu diharmonisasikan dulu aturannya, dicari irisan mana yang tidak efektif dan yang efektif, terus dimuat dalam daftar inventarisir masalah, disinilah peran penting pemerintah daerah, karena ini kewenangan atributif pemerintah daerah, dan perda ini lebih kuat kedudukannya karena memiliki landasan konstitusional dan landasan yuridis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai lex specialis dari UU No.32/2004,” jelas Azmi Syahputra saat dihubungi KM melalui saluran WhatsApp, Sabtu siang 28/5.

“Jadi yang harus dilakukan sisir dulu pemetaan permasalahan dalam Perbup dimaksud, selanjutnya lakukan pengharmonisasian peraturan, sehingga aturan kedepan yang akan dibuat memiliki urgensi dan dapat lebih teroperasional bagi masyarakat,  serta dapat meminimalkan konflik dalam masyarakat termasuk harus memenuhi asas peraturan perundang-undangan, di mana aturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” ulasnya.

“Jadi sinkron dan sesuai, sebelum digantikan Perda, dilihat dahulu siapa yang diberi kewenangan dan apa sangsinya dan di hal mana yang tidak efektif, sehingga di poin ini yang diperbaiki,” pungkas Azmi Syahputra.

Reporter: HSMY

Editor: Sudrajat

Advertisement
Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


%d bloggers like this: