Presiden COP-26 UNFCCC: Indonesia Negara Penting Dalam Pengendalian Perubahan Iklim

Presiden COP-26 UNFCCC Alok Sharma menemui Menteri Kehutahan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya di Jakarta, Senin (31/5/2021)

JAKARTA (KM) –  Presiden COP-26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Alok Sharma menemui Menteri Kehutahan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menjelang perhelatan Conference of Parties (COP) ke-26 UNFCCC Glasgow di Jakarta, Senin 31/5.

Dalam pertemuan tersebut Menteri Siti menjelaskan kesiapan Indonesia dalam menghadapi COP-26 yang dilakukan anggota DELRI dalam diskusi-diskusi sejak 2020.

“Indonesia akan memberikan kontribusi terbaik untuk bersama-sama negara- negara di dunia mencapai target upaya pengendalian perubahan iklim global,” katanya.

Indonesia memiliki langkah-langkah berkaitan dengan National Determination Contributions (NDC) Indonesia. Dalam penghitungan, emisi karbon Indonesia  tahun 2030 pada sektor hutan akan mencapai karbon netral.

“Pada tahun 2030 Indonesia menargetkan sudah bisa tercapai netral, bahkan sudah bisa menyimpan carbon sebanyak 140 juta ton khusus dari sektor kehutanan,” ujarnya.

Saat ini sedang terus dihitung emisi karbon sektor energi yang relatif lebih berat. Sudah ada arahan dari Presiden Jokowi untuk sektor energi dapat disiapkan peta jalan atau roadmap  untuk penurunan emisi dari batubara, “ katanya.

Ada hak yang harus diperhatikan misalnya ketika sektor energi dapat dipenuhi atau tidak oleh energi terbarukan. Upaya pengendalian batubara ini cukup krusial karena mensyaratkan finansial dan teknologi.

“Bapak Presiden sudah memerintahkan untuk dibuat road map untuk bagaimana mengurangi PLTU-PLTU yang ditenagai batu bara,” jelasnya.

Sementara, Presiden COP-26 Alok Sharma menyatakan dirinya mengapresiasi  semua upaya luar biasa yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.

“Saya menyampaikan pesan yang konsisten kepada semua negara tentang apa yang perlu kita capai dalam perjalanan menuju COP-26 dan juga dalam KTT yang akan kami selenggarakan lima bulan lagi,” ujarnya.

Empat hal yang bisa dilakukan untuk mencapai target pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat disebutkan Alok.

“Pertama menetapkan target agar kita mencapai (emisi) nol bersih pada pertengahan abad ini, dan menetapkan target pengurangan emisi 2030 sebagai bagian dari upaya kita mencapai (emisi) nol bersih pada 2050,” katanya.

“Kedua, kami meminta setiap negara untuk menetapkan prioritas adaptasi mereka, segera setelah tiba di Glasgow. Ketiga, kita harus memobilisasi keuangan untuk mengatasi perubahan iklim, dengan memenuhi komitmen atas $100 miliar yang pernah dijanjikan pada tahun 2015 oleh negara-negara donor dan berusaha mendapatkan aliran keuangan dari sektor swasta,” lanjutnya.

“Keempat, bekerja sama lintas batas dan masyarakat untuk menjaga target 1,5 derajat tersebut tetap dalam jangkauan. Kita harus membangun konsensus antar pemerintah negara,” paparnya.

Alok pun mengapresiasi  komitmen Presiden Jokowi yang  menekan angka deforestasi hutan menjadi yang terendah sepanjang sejarah Indonesia dan mengendalikan kebakaran  hutan dan lahan, yang berkontribusi signifikan menurunkan emisi karbon Indonesia serta meletakkan  perubahan  iklim dan biodiversitas menjadi substansi penting pada pertemuan G-20.

Reporter : HSMY

Editor : MSO

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*