Kasi Dikmad Kemenag Subang: “PIP tidak Boleh ada Pemotongan dengan Alasan Apapun”

Kanwil Kementerian Agama Subang (dok. KM)
Kanwil Kementerian Agama Subang (dok. KM)

SUBANG (KM) – Program Indonesia Pintar (PIP) ditandai dengan pemberian Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan berdasarkan hasil dari pemadanan data elektronik siswa madrasah sebagaimana terdaftar dalam sistem EMIS yang dikelola Kementerian Agama berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kementerian Sosial.

Namun apa yang digelontorkan Pemerintah, khususnya Kementerian Agama, disalahgunakan oleh oknum guru di Sekolah Madrasah Tsanawiah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Miftahul Ulum di Cikupa, Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, yang diduga telah menyunat bantuan PIP yang diterima oleh para peserta didik.

“Di Madrasah Aliyah dipotong Rp150.000, MTs Rp100.000 dan yang lucunya lagi di pandemi covid bagi yang dapat bantuan dipotong lagi. Alasannya buat bayar SPP. Harapan orang tua berhubung sekolah sekarang belajar sitem daring jadi perlu beli kuota, eh ini malah banyak potongan,” terang seorang anggota keluarga siswa yang enggan disebutkan namanya kepada KM beberapa waktu lalu.

“Yang lucunya lagi, orang tua yang dapat bantuan dikumpulin, dipaksa tanda tangan pernyataan tidak ada potongan. Bantuan yang seharusnya diterima bagi siswa yang membutuhkan malah dipotong buat memperkaya diri,” ungkapnya.

Kepala Sekolah Madrasah MTs Miftahul Ulum, Darmun, saat dikonfirmasi mengatakan tidak mengetahui rincian terkait PIP di sekolahnya. “Saya menjabat sebagai kepala sekolah baru 1 tahun, mengenai berapa jumlah siswa yang menerima Program Indonesia Pintar (PIP) dan nilai uangnya yang diterima per siswanya pun saya tidak tahu sama sekali,” kelitnya.

Sementara Kepala Sekolah MA Miftahul Ulum, Iyus, saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya menglaim bahwa masalah PIP “sudah beres”.

“Alhamdulilah sudah beres pak, jadi sekarang gak ada apa-apa lagi. Tidak ada pemotongan, pembayaran SPP dan sebagainya itu komite yang mengatur, ketika ada yang dapat PIP kemudian dibayarkan SPP dan lain-lain itu inisiatif orang tua,” tegasnya.

Klaim tersebut dibantah oleh pihak Kemenag Subang, yang mengatakan bahwa PIP tidak boleh dipotong.

“PIP tidak boleh dipotong dan uang tersebut harus dikembalikan kepada siswa yang menerima PIP,” kata Yofti Nugraha, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Subang saat dikonfirmasi.

“Dengan alasan apapun perihal pemotongan PIP tidak boleh ada, yang dikarenakan uang tersebut untuk anak yang kurang mampu,” tegas Yofti.

Sementara itu Ketua Lembaga Advokasi Pendidikan Subang, Yaya Sudarya, mengutuk kejadian ini. Menurutnya, “sangat keterlaluan” ketika bantuan untuk orang tidak mampu malah “disalahgunakan”.

“Karena pemerintah sudah memberikan anggaran yang sangat fantastis kepada semua sekolah, seperti bantuan sarana dan prasarana dan juga BOS reguler yang meningkat untuk persiswa SD/MI adalah dari Rp800 ribu di tahun 2019 menjadi Rp900 ribu di tahun 2020, untuk siswa SMP/MTS sebesar Rp1 juta menjadi Rp1,1 juta, di tingkat SMA dari Rp1,4 juta ditahun 2019 menjadi Rp1,5 juta ditahun 2020, sedangkan SMK sebesar Rp1,4 juta menjadi Rp1,6 juta dan terakhir untuk pendidikan khusus (Diksus) tidak berubah sebesar Rp2 juta,” ungkap Yaya.

“Jadi tidak ada alasan untuk memotong PIP tersebut dan meminta uang SPP, ” tegasnya.

Ia pun mengimbau agar aparat hukum, khususnya Tim Saber Pungli, turun ke bawah memproses kejadian seperti ini. “Jangan ada istilah pembiaran karena tidak tertutup kemungkinan sekolah-sekolah yang lain mencontoh seperti kejadian ini,” pungkasnya.

Reporter: Sunardi, Mulyadi
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*