Dugaan Maladministrasi Polsek Ciampea Dalam Memproses Aduan Penganiayaan Berbuntut Panjang

(dok. KM)
(dok. KM)

BOGOR (KM) – Kantor Hukum Sembilan Bintang & Partners Law Office selaku kuasa hukum MS (31), warga Bojong Rangkas, Kabupaten Bogor, melakukan upaya hukum praperadilan atas dugaan maladministrasi ataupun un-prosedural Polsek Ciampea, Polres Bogor, dalam memproses aduan terhadap klien mereka atas dugaan penganiayaan.

“Kami selain melakukan upaya hukum praperadilan, juga melakukan aduan ke Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Mabes Polri dan ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, dengan dugaan aduan yang sama yakni maladministrasi serta dugaan pelanggaran kode etik anggota Polri, yang ditujukan ke Polsek Ciampea Polres Bogor,” ungkap salah seorang kuasa hukum, Anggi Triana Ismail, kepada kupasmerdeka.com, Selasa 29/10.

“Ini bermula dari laporan polisi yang dilakukan oleh Yuli (35) terhadap klien kami MS (31), atas dugaan penganiayaan ringan sebagaimana yang dimakskud dalam Pasal 352 KUH Pidana, berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B/393/VIII/2019/Sektor tertanggal 19 Agustus 2019 di Kepolisian Sektor Ciampea.”

“Di mana pelapor melakukan laporannya pada 19 Agustus 2019, sementara kejadian keributan antara pelapor dan klien kami, terjadi pada awal bulan Juli 2019. Artinya sebulan setelah terjadinya peristiwa hukum tersebut,” jelas Anggi.

Menurut Anggi, Visum Et Repertumnya perlu dipertanyakan secara hukum lantaran panjangnya waktu yang sudah dilalui sejak peristiwa itu terjadi, sementara hal tersebut dijadikan salah satu alat bukti bagi pihak kepolisian.

“Lalu faktanya bahwa tidak ada penganiayaan, yang ada hanya ribut biasa akibat masalah sepele yakni penagihan utang piutang sebesar Rp100.000, yang dilakukan oleh YS kepada temannya MS. Disitu terjadi percekcokan, dan terjadilah penyerangan yang diawali oleh pelapor kepada klien kami MS, kemudian MS membalas serangan dan seterusnya saling jambak. Sehingga Mens Rea (niat jahat) MS, layak dipertanyakan dalam perkara LP ini,” jelas Anggi.

Masih Anggi, secara De Jure, penyidik Polsek Ciampea langsung meningkatkan laporan ini ke penyidikan tanpa adanya proses penyelidikan terlebih dahulu. “Hal ini bisa dibuktikan melalui form surat panggilan yang diberikan irah-irah PRO JUSTITIA, yang mana hal itu telah mengacu pada Pasal 112 KUHAP,” lanjutnya.

“Ya pasal tersebut menegaskan bahwa surat panggilan yang diberikan irah-irah Pro Justitia hanya bisa dilakukan oleh penyidik. Akan tetapi, pihak penyidik Polsek Ciampea belum memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada klien kami MS, maupun Kejaksaan Negeri Cibinong,” ujar Anggi.

Maka dari itu, lanjut Anggi, ini merupakan preseden buruk bagi institusi yang memiliki slogan profesional-modern-terpercaya (promoter). “Kamipun tidak hanya melakukan praperadilan, tetapi juga melakukan aduan ke Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Mabes Polri dan ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri,” pungkas Anggi.

Reporter: ddy
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*