Putusan Hakim atas Kasus PT. KBN Versus PT. KCN Dinilai Cacat Hukum

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (stock)

JAKARTA (KM) – PT. Karya Berikat Nusantara (PT. KBN) menggugat PT. Karya Citra Nusantara (PT. KCN) yang merupakan anak perusahaannya terkait sebuah objek lahan. Dalam bergulirnya proses peradilan dalam kasus tersebut, sikap abai yang dilakukan oleh hakim dalam sidang gugatan PT. KBN kepada PT. KCN berpotensi melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Hal tersebut diungkapkan Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan Dan Anggaran (ALASKA) Adri Zulpianto.

Menurut Adri, hal tersebut merupakan sebuah kesalahan fatal yang mengakibatkan rusaknya citra investasi dalam Negeri. “Ya karena gugatan yang dilayangkan PT. KBN kepada PT. KCN karena sebuah perjanjian investasi antara PT. KCN dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang sudah sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku,” ungkap Adri kepada KM, Senin 8/7.

“Bagaimana mungkin suatu investasi yang dilakukan oleh Pemerintahan digugat oleh BUMN yang juga menjadi bagian dari pemerintah, dan diatur oleh Undang-undang serta peraturan yang berlaku,” tambah Adri.

Dugaan sikap abai yang dilakukan oleh hakim dalam sidang juga dinilainya “sangat berpotensi” melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. “Hakim harus menjaga prinsip profesionalitas dalam mengedepankan fakta dan bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Karena pada proses persidangan baik Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, [Hakim] diduga mengesampingkan temuan fakta dan bukti di wilayah objek sengketa,” kata Adri.

“Salah satu fakta dan bukti yang diabaikan oleh pengadilan ialah fakta bahwa PT. KBN hanya mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) atas pembagian lahan usaha, tidak dibarengi dengan kepemilikan Surat Hak Penggunaan Lahan Atas Objek Sengketa dari pemerintah pun harusnya menjadi pertimbangan.”

Masih kata Adri, PT. KCN yang berdiri berdasarkan modal bersama antara PT. KBN dan PT. KTU dengan wilayah tugas yang sudah ditentukan, sejak awal pembentukan perusahaan tersebut sudah merupakan keputusan PT. KBN.

“Artinya, PT. KCN memiliki bukti atas lahan objek sengketa tersebut, dengan fakta bahwa PT. KBN tidak memiliki kepastian hukum yang spesifik atas kepemilikan atas objek sengketa,” terang Adri.

Sementara, lanjut Adri, dengan adanya dugaan hakim Pengadilan Negeri Jakut dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabaikan fakta dan bukti hukum yang dihadirkan PT. KCN, dalam proses hukum yang berjalan di Pengadilan, maka putusan yang dihasilkan pun diduga cacat hukum.

“Sehingga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan putusan Pengadilan Tingi DKI Jakarta dapat dibatalkan demi hukum. Maka dari itu, layak apabila kemudian para majelis hakim yang mengadili dan memutus sengketa tersebut dilaporkan ke Komisi Yudisial untuk meninjau dan mengadili para majelis hakim yang menangani sengketa tersebut,” pungkas Adri.

Reporter: ddy
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*