Pansus Angket: SPDP Polri Terhadap Pimpinan KPK “Biasa Saja”
JAKARTA (KM) – Terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) terhadap Ketua KPK Agus Raharjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang atas dugaan tindak pidana menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang terhadap perpanjangan pencekalan bagi Ketua DPR RI Setya Novanto, Wakil Ketua Pansus Angket mengatakan bahwa hal tersebut “biasa saja”.
“Sebetulnya SPDP yang dikeluarkan oleh Polri itu adalah hal yang biasa saja. Itu proses hukum yang diatur dalam KUHAP karena Polri menerima laporan masyarakat, kemudian Polri mempelajari, apakah ada unsur pidana atau tidak, lalu kemudian untuk pemeriksaan awal dikumpulkan saksi-saksi dan mengumpulkan barang bukti (proses lidik), kalau memenuhi unsur pidana minimum 2 alat bukti maka dilanjutkan oleh Polri pada proses sidik, kalau sudah masuk tahap sidik Polri harus mengirimkan SPDP ke Jaksa selaku penuntut umum,” ujar Eddy Kusuma Wijaya melalui pesan singkatnya kepada KupasMerdeka.com, Sabtu 11/11.
Politisi PDIP itu juga mengapresiasi tanggapan Presiden Joko Widodo terhadap SPDP yang di keluarkan oleh Polri tersebut.
“Presiden mengedepankan supremasi hukum dalam melihat SPDP Pimpinan KPK… tanggapan Presiden bijaksana dan profesional,” ungkapnya.
“Lebih lanjut terkait SPDP atau telah dimulainya penyidikan laporan terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Presiden mempersilahkan Polri untuk tetap melanjutkan atau meneruskan SPDP tersebut, jika memiliki fakta yang didukung oleh alat bukti yang kuat, atau menghentikan SPDP jika Polri tidak memiliki bukti. Sebetulnya bukan menghentikan SPDP, tapi menghentikan penyidikan,” lanjut Eddy.
Menurut Eddy, pernyataan Presiden Jokowi itu “sangat arif dan bijaksana” karena mengedepankan supremasi hukum, dimana posisi atau kedudukan setiap warga negara sama di mata hukum.
“Saya setuju, pernyataan Presiden, profesional, dalam arti kalau ada bukti ya proses, kalau tidak ada bukti jangan proses,” tambah Eddy.
Ia juga mengatakan bahwa terbitnya SPDP merupakan proses Hukum dan hubungan KPK-Polri tidak akan terganggu seperti yang diperkirakan oleh sebagian kalangan.
“Kalau KPK salah misalnya, ya diproses, jangan diartikan rusak hubungannya tapi diartikan proses hukum. Artinya polisi mengedepankan prinsip hukum. Prinsip itu kan tidak bisa dikesampingkan dengan status seseorang itu, misalnya sebagai komisioner KPK. Saya menilai pernyataan presiden sesuai konstitusi, saya pikir sikap itulah yang semestinya diambil Presiden,” sambungnya.
Adapun sebelumnya, Presiden Jokowi berharap penyidikan Polri terhadap pimpinan KPK ini tidak menggangu hubungan kedua lembaga itu. Kepala Negara juga meminta penyidikan Polri atau proses hukum “tidak membuat gaduh”.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment