ABK Kapal Cantrang Ceritakan Bahaya Metode Cantrang dan Eksploitasi Terhadap ABK

BREBES (KM) – Alat tangkap cantrang tidak hanya merusak ekosistem perairan dan habitat ikan, tetapi juga mengancam keselamatan anak buah kapal (ABK). Pengoperasian alat tangkap cantrang ternyata berisiko tinggi dan kerap menimbulkan malapetaka bagi semua ABK.
Investigasi Kupas Merdeka kali ini menelusuri dan menemui langsung sejumah ABK yang menjadi korban pengoperasian alat tangkap cantrang di Brebes, Jawa Tengah.
Salah satu korbannya adalah Kaprawi, seorang ABK kapal cantrang asal Desa Sawojajar, Brebes. “Cantrang memang merusak, tapi mau bagaimana lagi, memang begitulah cara pengoperasiannya,†kata Kaprawi saat di temui KM.
Menurutnya, alat tangkap cantrang menggunakan pemberat sebanyak 30 batu, masing-masing seberat kurang lebih 0,5 kg. Cantrang menyapu dasar laut sehingga merusak ekosistem dasar laut. Dampaknya, sumber daya di perairan mengalami degradasi. Kerusakan ekosistem akan semakin cepat jika semakin banyak kapal yang menggunakan cantrang.
“Saya menjadi ABK kapal cantrang sejak 90-an. Mengalami kecelakaan sekitar tahun 2002 saat mengoperasikan alat tangkap tersebut,†tutur Kaprawi mengenang peristiwa naas yang menimpa dirinya.
Saat itu, kaki Kaprawi terbelit tali selambar dan kemudian tergilas mesin penggulung cantrang hingga lutut. Akibatnya, kaki Kaprawi harus diamputasi.
Situasi bertambah buruk karena Kaprawi tidak sepenuhnya mendapat bantuan biaya pengobatan dari juragan kapal. Alhasil, ia harus merogoh kocek sendiri untuk menambah ongkos rumah sakit dengan mengandalkan patungan dari anggota keluarga dan orang tuanya.
Untungnya, ia mendapat bantuan kaki palsu dari RS Pemda Solo dan program Kick Andy. Dari peristiwa ini, bisa diambil pelajaran betapa pentingnya asuransi bagi ABK dan sudah seharusnya para juragan kapal mengajukan klaim asuransi, tapi pada kenyataannya tidak.
Selain itu dia juga mengungkapkan, ABK kapal cantrang sulit untuk hidup sejahtera. Sebab, penghasilan yang diperoleh tidak seberapa. Pembagian hasil tangkapan ikan disebutnya kadang tidak adil, hasil penjualan ikan juga tidak transparan karena seluruh ABK tidak ada yang tahu rincian satuannya semua transaksi harga ikan dan cumi-cumi.
“Juragan lah yang mengurusnya, dan ABK cuma terima info nominal hasil jual secara lisan saja,” tuturnya.
Menurut Kaprawi, sebelum dibagi hasil antara ABK, nakhoda dan pemilik kapal, hasil penjualan ikan terlebih dahulu dipotong untuk biaya kebutuhan melaut yang terdiri dari berbagai macam bahan makanan, alat mesin, perlengkapan jaring dan bahan bakar. Adapun penyediaan BBM juga merupakan bisnis sampingan dari para pemilik kapal sepanjang pembelanjaan pemberangkatan.
Reporter: Firdaus
Editor: HJA
Leave a comment