YSK Kecam Persekusi Terhadap Jamaah Ahmadiyah Oleh Aparat, Desak Mabes Polri Tindak Tegas Polres Depok

BOGOR (KM) – Tindakan Kepolisian Resor (Polres) Depok bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Depok dalam menggeledah dan menyegel rumah ibadah Masjid Al-Hidayah yang dibangun dan dikelola oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Depok mendapat kecaman keras dari ketua Yayasan Satu Keadilan (YSK), Sugeng Teguh Santoso, dalam sebuah rilis pers yang diterima oleh KM, Jumat 9/6.
Menurut Sugeng, penyegelan masjid yang terletak di Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok pada Sabtu 3/6 lalu adalah “ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang di promosikan oleh pemerintah yang katanya menghargai hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.”
Menurutnya, perintah Kapolri untuk melawan persekusi telah “disalahtafsirkan” oleh Polres Depok sehingga justru kepolisian yang menjadi pelaku persekusi.
“Hak tersebut mestinya dilindungi oleh konstitusi dan berbagai instrumen hukum hak asasi manusia. Perintah Kepala Kepolisian RI kepada jajarannya untuk melawan segala bentuk persekusi selama ini, telah disalahtafsirkan oleh Polres Depok, sehingga JAI kembali menjadi korban persekusi itu sendiri,” sebut advokat itu.
“Tindakan aktif aparatur negara dalam kasus-kasus intoleransi ini adalah ironi di tengah masyarakat yang mulai fasih bicara tentang hak asasi manusia. Memperlakukan semua manusia secara setara tanpa diskriminasi karena latar belakang apapun, seperti agama ataupun kepercayaan,†lanjut pengacara itu.
Ia menjelaskan, penggeledahan dan penyegelan yang dilakukan secara bersama-sama pada Sabtu 3/6 itu berlangsung di malam hari hingga dini hari tanggal 4 Juni 2017. Proses tersebut dinilai telah mengabaikan prosedur penegakan hukum sebagaimana mestinya, dan “menabrak†prinsip-prinsip hak asasi manusia.
“Penyitaan terhadap properti JAI telah mendudukkan polisi dalam struktur pelanggaran atas hak beragama, berkeyakinan dan beribadah yang selama ini dilanggengkan oleh Pemkot Depok,” kecamnya.
Pihaknya menemukan dugaan penggunaan kekuasaan yang eksesif oleh Polri dalam proses penggeledahan dan penyitaan di Mesjid Al Hidayah. Indikasinya ada penggunaan kekuasaan yang eksesif oleh Polri, melampaui upaya yang dibutuhkan. “Misalnya penggunaan upaya paksa dan pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan untuk menyita CCTV yang terpasang di lokasi mesjid. Anggota Kepolisian yang datang lebih 20 orang, memaksa masuk ke dalam sekretariat JAI Depok untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan.”
“Kepada salah satu jamaah, hanya ditunjukkan surat tugas dan surat izin penggeledahan, tanpa menyampaikan salinan surat penggeledahan tersebut. Bahkan, ada upaya penggeledahan badan kepada salah satu jamaah dengan alasan mencari kunci sekretariat, namun ditolak, sehingga tidak dilakukan. Tindakan ini tidak prosedural dan melanggar hukumâ€, ujar Sugeng.
Adapun salah satu pemuda JAI Depok, AB, sempat ditangkap dan dibawa ke Polres Depok, namun kemudian dilepaskan setelah dijemput oleh tim hukum dari YSK.
Melihat faktor-faktor tersebut, YSK pun mengajukan sejumlah poin mendesak bagi otoritas dan aparat:
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, agar segera mengambil tindakan tegas terhadap Polres Depok, yang diduga terlibat aktif menjadi aktor intoleran terhadap JAI Depok dengan dalih penegakan hukum. Dan, memerintahkan kepada Propam Mabes Polri untuk segera melakukan penyelidikan atas dugaan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polres Depok.
- Pemerintah Kota Depok, agar segera mencabut berbagai peraturan dan keputusan terhadap pelarangan kegiatan JAI Depok, yang menjadi salah satu sebab sikap intoleransi terhadap JAI Depok.
- Mengecam segala bentuk sikap dan tindakan yang tidak menghargai dan menghormati hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, seperti stigma sesat, kafir, dan lain sebagainya yang merendahkan harkat dan martabat manusia, khususnya kepada JAI Depok.
Rumah ibadah JAI Depok itu telah beberapa kali disegel oleh Pemkot Depok. Pertama kalinya pada tahun 2011. Namun rumah ibadah tersebut telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Nomor: 648.12/4448/IMB/DTB/2007. Sejak saat itu, jamaah beribadah dengan berpindah-pindah.
“Dimana-mana mereka dilarang. Hingga tetap berupaya memperjuangkan hak atas rumah ibadah tersebut,” tutur Sugeng.
*Red
Leave a comment