Legislator Serukan Perundang-Undangan yang Komprehensif Tentang Media “Untuk Jaga Keutuhan NKRI”

JAKARTA (KM) – Dalam acara diskusi publik bertajuk “Peran Media dalam Merajut dan Merawat Persatuan dalam Kebhinekaan Bangsa”, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Biem T. Benjamin, memaparkan besarnya peranan media di masa kini, termasuk media sosial, dalam membentuk kondisi sosial sehingga menjadi faktor besar dalam menentukan maupun merusak persatuan bangsa.
“Salah satu reformasi bagi bangsa ini adalah kebebasan pers dan media lain yang terbuka luas. Hal tersebut juga didukung oleh kemajuan teknologi, sehingga media bisa berkembang pesat dan sangat mudah diakses semua lapisan masyarakat. Di samping media konvensional seperti yang sudah ada sejak jaman dulu [yakni] media cetak, radio, televisi, sekarang ini masyarakat dapat memperoleh informasi dari media sosial dengan mudah,” tutur politisi dari dapil DKI Jakarta II itu dalam pembukaannya.
“Kadang-kadang masyarakat akhirnya menelan mentah-mentah segala informasi yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang tujuannya untuk menyesatkan. Akibatnya hal tersebut membuat kondisi persatuan dan kebhinekaan bangsa Indonesia sekarang ini dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan,” sambungnya.
Menurut Biem, dengan memanfaatkan berbagai platform sosial media, orang-orang beramai-ramai mengejar popularitas dan berlomba-lomba mengabarkan kegiatannya seperti selebriti. Hoax atau kabar bohong menjadi laris manis. Alih-alih melakukan klarifikasi, yang terjadi justru penyebaran berita yang masif dan tak terkendali. “Seperti pisau bermata dua, internet tak hanya mendatangkan faedah, tetapi juga mudarat,” ucap Biem Senin 19/6 di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta.
Ia menilai, pelanggaran UU ITE pasal 28 ayat 2 dengan sanksi pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp. 1 miliar bagi para penyebar ujaran kebencian tak akan berdaya meredam praktik-praktik tak terpuji itu. “Malah harga yang dibayar akibat penyebaran informasi bohong dan provokatif berdasarkan SARA jauh lebih mahal seperti yang kita saksikan kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara 29 dan 30 Juli 2016 lalu benar-benar merobek kebhinekaan kita. Kerukunan yang telah terpelihara dan berusaha dijaga di tempat itu sirna seketika. Ironisnya aksi anarkis sekelompok orang tang merusak rumah ibadat umat agama Buddha dan Konghucu di tempat itu diletup oleh provokasi yang dilakukan orang tak bertanggung jawab melalui sosial media,” ujar Biem.
Biem menambahkan, mengingat peran media yang sangat besar dalam mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat, sudah selayaknya ada peraturan dan perundang-undangan yang komprehensif tentang dunia penyiaran dan juga media, sehingga keutuhan NKRI tetap terjaga.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment