Bendung Maraknya Tawuran Pelajar, Kasi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Disdik Bogor Paparkan Rencananya

Tata Karwita, Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor (dok. KM)
Tata Karwita, Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor (dok. KM)

BOGOR (KM) – Maraknya peristiwa tawuran pelajar belakangan ini adalah salah satu potret buram generasi muda saat ini. Hal tersebut mencerminkan betapa kondisi generasi muda di negeri ini tak lagi mencerminkan sikap saling menghormati dan peduli terhadap sesama. Sikap ini tentu sangat memprihatinkan, terlebih generasi muda adalah pendukung keberlanjutan pembangunan di masa datang.

Beragam perilaku yang kita lihat sendiri di sekitar kita, maupun melalui media sosial juga membuat banyak guru, orang tua maupun pembuat kebijakan bertanya-tanya, apa yang kurang dalam pendidikan kita?

Menyikapi hal tersebut, Tata Karwita selaku Kepala Seksi Peserta Didik dan Pembangunan Karakter Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor yang ditemui kupasmerdeka.com saat pelaksanaan perlombaan FLS2N di Hotel Mars Senin (03/04/2017) merasa miris dengan kondisi pelajar sekarang ini.

Oleh karenanya, Tata mengungkapkan, pihaknya sudah membuat rencana dan pengajuan agar sekolah terutama sekolah jenjang Sekolah Dasar bisa menerapkan pendidikan berbasis karakter.

Kepada kupasmerdeka.com Tata menjelaskan, ada 4 hal kebiasaan yang secara rutinitas dilaksanakan di sekolah. Budaya sikap yang pertama adalah sikap mental di dalamnya terdapat pembangunan emosional, pembangunan emosional melalui kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah seperti kepramukaan dan olahraga, yang kini sudah mulai terabaikan.

“Olah raga, seni budaya, itu harus betul-betul sesuai dengan bakat minat anak, itu bakal betul melekat. Saya merasakan sejak SD dulu ikut pramuka sampai sekarang, pendidikan mental dan karakter melalui pramuka itu sangat tepat.” ujarnya.

Lanjut Tata, kedua adalah budaya sosial. “Budaya sosial ini kita terapkan S3 (Salam, Tegur, Sapa). Ketika siapapun datang ke sekolah dan itu harus diterapkan kepada semua komponen yang ada di sekolah. Saling senyum, saling sapa, saling salam itu hal yang harus dibiasakan di sekolah,” katanya.

“Sekarang jika masuk ke lingkungan sekolah jangankan tamu, guru lewat aja, mereka cuek aja. Bahkan kalau lagi maen ucing-ucingan barangkali guru juga ditabrak,” terangnya.

Untuk yang ketiga, masih kata Tata, adalah budaya sikap spiritualnya, budaya ketika sebelum masuk anak membaca do’a atau ayat. Sekarang juga udah mulai guru-guru diberikan Tarsanah atau belajar cepat membaca Al-Quran. Diharapkan anak itu dilatih membaca Al-Quran, kemudian dirutinkan setiap sebelum masuk itu membaca satu atau dua ayat Al-Quran. Kemudian waktunya dzuhur diharapkan aktivitas semua berhenti dan melaksanakan sholat berjamaah. Tentunya, fasilitas penunjang pun harus disiapkan, tempat sholat, tempat wudhu harus disiapkan.

“Kalau kita menganjurkan untuk shalat berjamaah, kalau tempat wudhu hanya 5 sementara siswa ratusan, ya sulit terwujud,” tuturnya.

Untuk yang keempat adalah budaya bersih, memakai istilah B2PL (Bersih Badan, Bersih Pakaian dan Bersih Lingkungan). “Jadi, ketika anak masuk sekolah oleh guru itu lihat kebersihan badannya, giginya, hidungnya, kukunya, biasakan rutin diperiksa. Ketika kuku murid panjang, gunting kuku harus siap di sekolah, kalau gigi kotor sikat gigi harus tersedia di sekolah.”

Kami, Tata menambahkan, di Tahun 2018 nanti ingin mencoba menerapkan itu. “Kita sudah rancang, bahkan di perubahan kalau mungkin, paling tidak di sosialisasi work shop kepada kepala sekolah, guru dan pada orang tua murid, itu harus dilakukan supaya mereka juga mempunyai pemahaman yang sama.

“Saya ingin mencoba satu sekolah saja dalam satu kecamatan yang bisa menerapkan hal seperti itu, saya menghendaki ada CCTV supaya aktivitas siswa terawasi. Ketika nanti anak buang sembarangan kan kelihatan, panggil dan bisa langsung diberikan sanksi,” ungkapnya.

“Saya hanya punya gagasan dari level yang paling bawah, gagasan ini bisa diterima atau tidak oleh yang berwenang, ya wallahu a’lam, saya hanya membayangkan ketika di sekolah itu karakter siswa. Namun sebetulnya bukan hanya siswa saja namun semua komponen yang ada di sekolah karena di SD itu sangat manut kepada guru, bahkan orang tua juga bisa dikalahkan jika difatwakan oleh guru. Makanya tauladan oleh guru itu harus diterapkan.”

Masih kata Tata, Mestinya dibuat secara masif dan serentak, namun melihat dari penganggarannya tidak mungkin, dari pengawasan dan pengendalian juga tidak mungkin, tapi paling tidak percontohan dulu. “Tahun pertama satu kecamatan ja dulu, saya inginkan sekolahnya jangan di unggulkan oleh kecamatan, supaya terlihat progres sebelum dan sesudah diterapkan pendidikan karakter ini,” pungkasnya penuh harap.

Reporter : Kamil
Editor : KN

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.