RSUD Leuwiliang Klarifikasi Soal Penahanan Bayi Karena Belum Urus BPJS

Pembangunan RSUD Leuwiliang yang belum rampung. (dok. Dian/KM)
Pembangunan RSUD Leuwiliang yang belum rampung. (dok. Dian/KM)

BOGOR (KM) – Adanya rumor penahanan bayi dari Liana Maulia, warga Kampung Kawakilan, Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang karena belum mengurus kartu BPJS, membuat orang nomor satu di RSUD Leuwiliang itu angkat bicara.

Direktur Utama RSUD Leuwiliang Wiwik mengatakan, pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan fokus RSUD Leuwiliang. Kejadian tersebut merupakan miskomunikasi antara pihak keluarga dengan petugas BPJS.

“Pihak rumah sakit tidak pernah melakukan penahan bayi. Kondisi bayi yang masih rentan itu memang harus dirawat,” ujar Wiwik kemarin, seperti yang dilansir oleh surat kabar Metropolitan.

Ia mengaku rumah sakit belum bisa memulangkan bayi tersebut, dikarenakan harus melalui protap yang sudah ditentukan.

“Kami berharap petugas BPJS nya di RSUD Leuwiliang bisa ditambah minimal dua orang, sehingga masayarakat bisa terlayani dengan baik. Mari bersama kita menjadi peserta JKN,” harapnya.

Secara terpisah, Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Ruhiyat Sujana, mengatakan bahwa sejak tahun 2016 dirinya bersama kawan-kawan SRMI fokus dan bergelut di pendampingan dan advokasi kesehatan warga miskin, dan pihaknya menyoroti kasus dugaan penahanan bayi ini oleh RSUD Leuwiliang.

“Dalam perjalannnya banyak ditemukan ketidakberesan sehingga itu menjadi catatan kami. Kamipun tidak mau melakukan pendampingan hanya sebatas penanganan kasuistik sehingga kami berpikir harus memulai untuk berpikir peyelesaian di hulu melalui sistim dan kebijakan,” tegas Ruhiyat kepada KM ketika di konfirmasi melalui WhatsApp, Rabu (11/1).

Adapun Ruhiyat menyampaikan beberapa poin catatan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Yang pertama, maksimalisasi sosialisasi tentang layanan kesehatan. “Karena faktanya banyak yang kurang memahami aturan mainnya termasuk pihak kepala desa dan kader tim kesehatan, jadi wajar saja warga juga tidak faham,” kata Ruhiyat.

Poin yang kedua, ia menghimbau agar Pemkab mempermudah sistem lewat kebijakan. “Warga miskin itu identik miskin pula informasi dan wawasannya sehingga solusinya permudah pelayanannya,” lanjutnya.

“[Yang ketiga], membuat Posko Pengaduan di setiap Rumah sakit. Dalam situasi terkena musibah biasanya orang cenderung pikirannya terganggu dan berpikir tidak jernih. Saya sekalipun ketika bapak sendiri sakit ketika bawa ke rumah sakit gak bisa, kayak orang bego, apalagi warga miskin yang memiliki banyak keterbatasan.”

“[Yang keempat], sanksi tegas kepada petugas rumah sakit yang tidak melakukan pelayanan yang baik dan berkualitas terhadap warga miskin,” tegasnya.

Dengan catatan yang di berikan Ketua SRMI, Ruhiyat pun berharap agar tidak ada lagi kasus-kasus serupa terulang di Bumi Tegar Beriman. (Dian Pribadi)

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*