Gencatan Senjata Suriah Masih Menyisakan Pertanyaan

Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif (dok. AFP)
Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif (dok. AFP)

(KM) – Gencatan senjata yang akhirnya disepakati oleh pihak-pihak yang berseteru di negara Suriah merupakan langkah awal ke arah solusi perdamaian di negara tersebut, walaupun masih menyisakan beberapa persoalan, khususnya dalam menghadapi kelompok-kelompok pemberontak yang berafiliasi kepada kelompok teroris seperti ISIS dan Al Qaeda.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, yang juga mengatakan bahwa akan sangat sulit membedakan antara kelompok pemberontak dengan kelompok teroris, karena mereka saling berafiliasi.

“Ada tantangan besar dalam masalah Suriah ini karena sangat sulit membedakan beberapa organisasi  (oposisi -red) ini daripada organisasi yang diketahui sebagai kelompok teroris. Semua pihak sudah sepakat bahwa gencatan senjata ini tidak berlaku untuk organisasi yang diketahui sebagai kelompok teroris,” jelasnya kepada wartawan berita Iran, Press TV.

Ia menekankan bahwa dalam menghadapi krisis Suriah, semua pihak harus menyadari bahwa tidak ada “solusi militer”, dan semua pihak harus mengupayakan “solusi politis”.

“Kelompok teroris dan ekstrimis tidak boleh dijadikan alat untuk memaksakan kehendak, dan semua orang harus bekerjasama dan meninggalkan anggapan bahwa mereka dapat memaksakan sebuah solusi kepada rakyat Suriah, dan memfasilitasi elemen rakyat Suriah untuk mengadakan negosiasi untuk mengakhiri krisis ini,” imbuhnya.

Wakil Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian juga berharap bahwa kesepakatan yang dicapai akan mendukung negosiasi antara pihak-pihak internal Suriah yang dijadwalkan bertemu di Jenewa, Swiss, pada tanggal 25 Februari ini.

Sebelumnya, pada Kamis (11/2), perwakilan dari 17 negara yang terbagung dalam International Syria Support Group, diantaranya Amerika Serikat, Rusia, Iran dan Uni Eropa, bertemu di Munchen, Jerman, dan sepakat untuk mengadakan gencatan senjata di seluruh negara Suriah dan menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa makanan, obat-obatan dan bantuan kemanusiaan lainnya kepada rakyat yang menderita. Gencatan senjata tersebut diupayakan berlaku maksimal 1 minggu sejak penandatanganan kesepakatan.

Menurut estimasi terbaru PBB, konflik Suriah telah merenggut 260 ribu korban jiwa yang terbunuh dalam konflik bersenjata, dan 70 ribu lainnya meninggal dunia akibat kekurangan layanan kesehatan, makanan, air bersih, kebersihan dan tempat tinggal, sejak konflik tersebut bermula pada bulan Maret tahun 2011. Saat ini, Eropa juga merasakan akibat dari konflik yang berkecamuk di Timur Tengah dengan krisis pengungsi yang tengah melanda benua tersebut.

Dalam sebuah wawancara dengan wartawan AFP, Presiden Suriah Bashar Al-Assad mengatakan bahwa konflik yang sedang membara di negaranya itu bisa berakhir dalam waktu “kurang dari satu tahun” seandainya jalur suplai persenjataan dan keuangan kepada kelompok teroris dari Turki, Jordan dan Irak ditutup. “Kalau tidak, solusi akan memakan waktu lama dan harga yang besar (dalam kerusakan dan korban -red),” jelasnya. (HJA)

 

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*