DBMP Bantah Penyelewengan pada Pemeliharaan Jalan Cikampak-Pasar Salasa

Ketebalan aspal di Jalan Cicadas, Cikampak yang hanya setebal 1,3cm. (dok. KM)
Ketebalan aspal di Jalan Cicadas, Cikampak yang hanya setebal 1,3cm. (dok. KM)

BOGOR (KM) – Proyek Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) tahun 2015, pemeliharaan jalan berkala yang berlokasi di Cikampak-Pasar Salasa, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, diduga terindikasi tidak sesuai spesifikasi, karena baru hitungan minggu saja aspal sudah mengelupas, rusak dan bolong-bolong disejumlah titik yang ditemukan oleh masyarakat.

Kepala Bidang Pembangunan dan Rehabilitasi (Kabid Bangreh), Adji Sukmadjaja, menjelaskan, “Belum ada yang ngecek kesana, baru tau sekarang, Kalo sekarang rusak kita tidak tau, tidak muter kelapangan. Apa iya semua mewakili 1.3 cm (ketebalan aspal). Gini pak, saya tidak menyalahkan. Kan baru hari ini Anda datang ke saya, waktu dulu sudah (dicek) bukan oleh saya, tentunya ada konsultan, UPT, lab yang kesana meriksa,” terangnya kepada KM, Senin 28/03/2016.

Pernyataa Adji seolah menutupi, menjelaskan teknis pekerjaan yang rumit, tidak menjelaskan kewajaran pekerjaan terkait keluhan masyarakat yang menemukan pekerjaan hotmix jalan dengan hitungan minggu yang sudah rusak dan mengelupas, padahal mesin yang digunakan untuk mengeluarkan aspal dari alat tersebut sesuai ukuran yang telah ditetapkan.

“Sebelum kita bayar harus tes dulu, kalo 2015 sudah selesai (dibayar penuh 100%), 6 bulan (garansi), saya gak mau jawab sekenanya saya harus cek dulu, saya kan baru dua bulan disini. Karena kalo kita pada saat mau bayar itu semuanya dites, sekian titik persekian meter dites, kita tidak bisa tentukan berapa meternya, karena kita pake rumus, tapi berdasarkan perhitungan rumus, tidak ada patokan ukuran. Kalo dulu waktu saya di lab per 100 meter, kalo sekarang kan pake rumus, saya sendiri juga tidak bisa menentukan, rumusnya sudah ada di komputer,” kata Adji.

“Untuk hotmix itu tidak rata pak, kan naik turun, saya gak bisa bilang wajar. (Jika) Hanya berpatokan satu titik itu kan tidak mewakili, bukan masalah wajar tidak wajar, karena memang dasarnya tidak seperti kaca, Wajarnya itu semua nya harus rata, Hotmix itu pake alat pak, namanya finisher, ketika mau jalan dicek ketebalan,” terang Adji. Seakan itu semua kesalahan jalan, padahal ada konsultan perencana sebelum mengerjakan dan pengawas saat pengerjaan.

“Saya nyatakan disini bukan masalah biasa atau tidak biasa, bukan masalah wajar tidak wajar, kalo jalan Tol yang begitu rata oke. Kalo masalah ini penjelasannya akan lama, yang jelas kita berusaha tidak ada kerugian negara, kita pun tidak mau merugikan pemborong. Ini masih dalam masa pemeliharaan tanggung jawab pemborong. Saya sudah sampaikan kepada para UPT, Tolong dicek lagi proyek-proyek 2015,” imbuh Adji, menekankan bahwa jalanlah penyebab tidak ratanya aspal, padahal mesin alat keluar aspal sudah pasti ukurannya.

“Bukan wajar, tidak ada wajar, masyarakat tidak usah terlalu khawatir, kerusakan ini pasti akan diperbaiki, setelah selesai masa perbaikan oleh kontraktor, tahun depan pun ada pemeliharaan rutin,” ketus Adji.

Lanjut Kabid bangreh, Adji, laporan terkait belum masuk dari UPT. “Belum, tapi tolong jangan menghakimi. Kalo yang wajar itu, ya sesuai dengan gambar. Dengan temuan itu, tidak bisa mewakili yang 3 kilometer, kalo masalah itu tetap masa pemeliharaan. Saya sangat menyayangkan kenapa masyarakat baru bicara sekarang,” katanya.

“Saya selalu bicara di tatanan teknis, karena belum jelas seperti apa permasalahannya, apakah itu sudah mewakili, saya bilang belum mewakili, karena didalam 3 kilo itu, kalo gak salah, satu kilo itu antara 9 atau 10 titik (Kor), kalo 3 kilo berarti harus 30 titik (Kor). Mungkin tidak kena kor (temuan masyarakat),” ungkap Adji.  (Tengku YusRizal)

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*