AJI, IJTI dan PFI Tolak Rumah Subsidi Untuk Jurnalis, Dinilai Dapat Kaburkan Posisi Kritis dan Independensi

JAKARTA (KM) – Rencana pemerintah memberikan rumah bersubsidi khusus bagi jurnalis, membuat tiga organisasi jurnalis nasional, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), menyatakan penolakan dalam siaran pers nya, (15/4).

Program ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Adapun skema pembiayaan menggunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang memberikan bunga tetap 5 persen dan uang muka sebesar 1 persen dari harga rumah.

FLPP sejatinya merupakan program yang dapat diakses oleh seluruh warga negara yang memenuhi syarat, seperti belum memiliki rumah dan memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta untuk lajang, atau Rp8 juta bagi yang telah berkeluarga.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan jurnalis dan bukan merupakan alat politik atau bentuk intervensi terhadap independensi media.

Namun, dalam siaran pers bersama, ketiga organisasi jurnalis tersebut menilai bahwa program itu justru berpotensi menimbulkan persepsi negatif di mata publik.

Mereka pun khawatir jurnalis akan dipandang menerima keistimewaan dari pemerintah, sehingga mengaburkan posisi kritis dan independen mereka.

“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, tapi diberikan kepada semua warga yang membutuhkan berdasarkan penghasilan, apa pun profesinya,” ujar Reno Esnir, Ketua Umum PFI.

Ketua Umum AJI, Nany Afrida, menyampaikan kekhawatirannya bahwa program ini bisa menggerus kepercayaan publik terhadap independensi jurnalis.

“Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi,” kata Nany.

Ia pun menyarankan agar program tersebut dihentikan. “Biarlah teman-teman jurnalis mengikuti skema umum seperti Tapera atau kredit bank biasa,” tambahnya.

Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, menegaskan bahwa kebutuhan akan rumah adalah hak semua warga negara, bukan hanya jurnalis.

“Persyaratan kredit rumah seharusnya berlaku untuk semua warga tanpa memandang profesi,” katanya.

Herik juga mengingatkan agar Dewan Pers tidak dilibatkan dalam program ini, karena mandatnya bukan dalam urusan perumahan.

Ketiga organisasi tersebut menyerukan agar pemerintah lebih fokus dalam menyediakan rumah terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia, serta menepati target pembangunan 3 juta unit rumah. Mereka juga menyarankan langkah lain untuk meningkatkan kesejahteraan jurnalis.

“Pemerintah sebaiknya memastikan perusahaan media mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan, termasuk dalam hal upah minimum dan perlindungan hak-hak pekerja media,” ujar Nany Afrida.

Reno Esnir menambahkan bahwa jaminan keamanan dalam peliputan adalah kebutuhan mendesak bagi jurnalis.

“Jurnalis, termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan saat meliput di lapangan,” tegasnya.

Reporter: Septiawan

Editor: Drajat

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.