Menavigasi Keseimbangan Emas, Perak, dan Minyak Antara Risiko Geopolitik dan Tren Ekonomi
Kolom oleh Devin Emilian – Quotient Fund
Emas (GLD):
Harga emas mengalami penurunan sekitar 9% sebelum menunjukkan tanda-tanda pemulihan baru-baru ini dengan kenaikan sekitar 1.8% dari titik terendahnya. Emas tetap diminati sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian global, terutama karena ketegangan geopolitik, termasuk konflik yang terus berlangsung antara Rusia dan Ukraina serta kebijakan luar negeri AS yang mendukung Ukraina. Faktor-faktor ini telah menjaga daya tarik emas bagi investor yang mencari perlindungan di tengah kondisi yang tidak stabil.
Namun, potensi kenaikan harga emas terbatas oleh ekspektasi kenaikan suku bunga dari Federal Reserve dan kekuatan dolar AS. Dengan dolar yang lebih kuat, biaya untuk berinvestasi dalam emas meningkat bagi pembeli internasional, mengurangi permintaan global. Di samping itu, kebijakan moneter yang ketat dan proyeksi inflasi yang terkendali menambah tekanan ke bawah pada harga emas, membuat tren bullish jangka pendek tetap tertahan meskipun ketidakpastian pasar global terus berlanjut.
Perak (SLV):
Harga perak menunjukkan pergerakan sideways dengan kenaikan sekitar 3%, yang mengindikasikan stabilitas dalam jangka pendek. Permintaan terhadap perak sebagai aset safe haven tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global, yang didorong oleh ketegangan geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina, serta kebijakan moneter Federal Reserve AS yang lebih ketat. Ekspektasi kenaikan suku bunga Fed dan penguatan dolar AS terus membebani harga perak karena meningkatkan biaya bagi investor internasional, sehingga menghambat potensi kenaikan lebih lanjut.
Namun, prospek jangka panjang untuk perak dibatasi oleh perlambatan ekonomi global, terutama di China yang merupakan konsumen besar logam industri. Dengan melemahnya aktivitas industri dan sektor manufaktur, permintaan industri untuk perak terus berkurang, mencerminkan penurunan kebutuhan bahan baku dalam berbagai produk. Selain itu, transisi global menuju energi bersih menambah tekanan pada permintaan perak jangka panjang. Meskipun perak tetap dihargai sebagai aset safe haven, tantangan struktural ini menahan pertumbuhan harga yang lebih berkelanjutan ke depan.
Minyak (USO):
Harga minyak mengalami kenaikan sekitar 3.2%, didorong oleh beberapa faktor utama. Gangguan produksi di ladang Johan Sverdrup serta peningkatan ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah memperketat pasokan, sementara pelemahan dolar AS baru-baru ini membuat minyak lebih terjangkau bagi pembeli internasional, meningkatkan permintaan. Sentimen pasar ini mendorong harga minyak ke atas, terutama di tengah kekhawatiran geopolitik yang memengaruhi distribusi energi global.
Di sisi kebijakan domestik AS, Presiden terpilih Donald Trump telah menunjuk Chris Wright, pendukung kuat fracking, sebagai Sekretaris Energi, dengan harapan ekspansi produksi minyak domestik dapat menekan harga. Namun, tantangan dalam mencapai harga minyak yang lebih rendah hanya dengan meningkatkan produksi cukup kompleks.
Sejarah menunjukkan bahwa meskipun produksi tinggi, seperti pada masa pandemi 2020 atau perang harga minyak pada 2015-2016, harga minyak tetap dapat bertahan atau naik karena dinamika pasar global, yang sering kali dipengaruhi oleh permintaan yang fluktuatif dan tindakan produsen besar lainnya seperti OPEC.
Tantangan dalam Menurunkan Harga Bensin dan Kompleksitas Pasar Minyak Global
Upaya Presiden Trump untuk menurunkan harga bensin melalui peningkatan produksi minyak menghadapi skeptisisme, mengingat produksi yang lebih tinggi tidak selalu berarti harga lebih rendah.
Misalnya, penurunan tajam harga bensin selama pandemi 2020 terjadi akibat penurunan permintaan global, bukan karena lonjakan produksi. Saat ini, meskipun produksi minyak AS berada pada tingkat tertinggi, upaya untuk meningkatkan lebih lanjut menghadapi batasan, karena sebagian besar lokasi pengeboran yang paling efisien telah dimanfaatkan sepenuhnya, membuat peningkatan berkelanjutan sulit dicapai.
Faktor lain yang memengaruhi harga minyak global adalah proyeksi surplus pasokan dalam beberapa tahun ke depan, terutama akibat pelemahan ekonomi di negara konsumen besar seperti China dan transisi menuju energi bersih. Menyikapi hal ini, OPEC kemungkinan akan memangkas produksinya untuk menjaga harga tetap stabil jika terjadi penurunan signifikan.
Sementara Arab Saudi menyesuaikan strategi ekspor dan menunda peningkatan produksi hingga 2025, perusahaan minyak besar lebih berfokus pada pembelian saham kembali dan akuisisi daripada eksplorasi baru. Secara keseluruhan, permintaan global yang melemah dan perubahan struktural menuju energi terbarukan membuat pasar minyak semakin kompleks dan menantang.
Kesimpulan:
Secara keseluruhan, harga emas, perak, dan minyak terus dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik, kebijakan moneter AS, dan perubahan ekonomi global. Emas dan perak tetap menjadi pilihan safe haven di tengah ketidakstabilan global, meskipun potensi kenaikan harga keduanya dibatasi oleh ekspektasi kenaikan suku bunga dan kekuatan dolar AS, yang menurunkan permintaan dari investor internasional.
Meskipun faktor geopolitik meningkatkan daya tarik logam mulia, tekanan dari kebijakan moneter yang ketat dan proyeksi inflasi yang terkendali menahan momentum bullish jangka pendek.
Untuk minyak, prospek jangka pendek lebih optimis, didorong oleh gangguan produksi global dan pelemahan dolar AS yang meningkatkan daya beli internasional. Namun, proyeksi jangka panjang lebih terbatas, mengingat perkiraan surplus pasokan global akibat permintaan yang melambat, terutama dari China, serta peralihan dunia menuju energi bersih yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pasar komoditas energi tetap dinamis, dan perusahaan minyak perlu mengadopsi strategi adaptif untuk menghadapi perubahan struktur permintaan global dan tantangan lingkungan.
Leave a comment