KIMG: Bangunan Tanpa izin Sudah 45%, Pihak Terkait Tidak Ada Tindakan
Bogor (KM) – Mendirikan bangunan tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tata ruang, yang dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana. Pemerintah Kota Bogor semestinya bersikap tegas dalam menangani pelanggaran seperti ini agar masyarakat tidak beranggapan adanya pembiaran atau bahkan dugaan kongkalikong antara pemilik bangunan, kontraktor, dan aparat pemerintah di tingkat kelurahan, kecamatan, hingga pemerintah daerah.
Penggiat anti-korupsi dari Koordinator Indonesia Monitoring Government (KIMG), Muhammad Rezki, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengirim surat kepada pihak terkait jika tidak ada tindakan nyata dari Pemda dalam minggu ini.
“Kasus ini menarik karena pembangunan sudah mencapai 45% tanpa adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemda. Masyarakat berhak mempertanyakan bagaimana hal ini bisa terjadi,” ujar Rezki kepada media pada 25 November. Ia juga mengkritik sikap pasif Pemda serta pihak-pihak terkait, termasuk pemilik proyek.
“Yang aneh, kenapa Pemkot diam saja? Ini jelas pelanggaran. Apakah benar ada dugaan kongkalikong di antara pihak-pihak terkait? Jangan sampai ada kesan bahwa pembangunan rumah ibadah seperti masjid justru dipersulit hingga IMB dicabut, sementara pelanggaran seperti ini dibiarkan,” lanjutnya.
Rezki menjelaskan bahwa aturan mengenai perizinan sudah diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 36 dalam peraturan tersebut mewajibkan setiap kegiatan pembangunan yang mempengaruhi tata ruang memiliki IMB dari pemerintah daerah.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran pembangunan tanpa izin dapat dikenai sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif seperti pencabutan izin, penghentian kegiatan, dan/atau denda. Selain itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 juga mengatur sanksi pidana berupa denda atau penjara bagi pelanggaran seperti ini.
Rezki menegaskan bahwa pemerintah daerah dan aparat penegak hukum memiliki wewenang untuk menindak pelanggaran ini, baik melalui pemeriksaan, peringatan, penghentian kegiatan, atau langkah hukum jika pelanggaran masuk ranah pidana.
“Pemda harus menghentikan pembangunan ini dan bekerja sama dengan kepolisian untuk memastikan apakah pelanggaran ini bersifat administratif atau pidana. Sanksi tegas perlu diberikan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” tutup Rezki.
Reporter: Ki Medi
Editor: redaksi
Leave a comment