Kepala Kantor ATR BPN Kotamobagu Diduga Sengaja Menunda Waktu Terkait Gambar Ukur SHM 2567 dan Peta Dasar

JAKARTA (KM) –  Perkembangan kasus yang dilaporkan berdasarkan Pasal 263 KUHP, Pasal 385 KUHP, dan Pasal 167 KUHP. Tim kuasa hukum Prof Ing Mokoginta, dkk, yang diwakili oleh Franziska Runturambi, SH, dan Nathanael Hutagaol SH, MH dari LQ Indonesia Law Firm, mendampingi Ibu Ineke, salah satu ahli waris, menghadiri audiensi di Kantor ATR BPN Pusat, Jalan Sisingamangaraja Kebayoran Jakarta Selatan, pada Jumat, 7 Juni 2024. Pertemuan ini berkaitan dengan sengketa tanah yang sedang diusut oleh Mabes Polri.

 

Menurut advokat Franziska, laporan polisi terkait kasus pemalsuan dokumen, penggelapan, dan perampasan tanah masih berjalan. Ia menyampaikan bahwa Kepala Kantor ATR BPN Kotamobagu belum memberikan warkah tanah dari SHM 2567/Gogagoman kepada penyidik. Warkah yang dimaksud mencakup gambar ukur dan peta dasar, yang seharusnya ada dalam arsip warkah tanah tersebut. Pertanyaan muncul mengenai keberadaan kedua warkah tersebut.

 

“Sebagai tindak lanjut atas tidak adanya gambar ukur dan peta dasar tersebut, tim hukum telah melakukan audiensi dan koordinasi dengan Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono, SH, Kepala Biro Humas, serta jajaran Humas ATR BPN Pusat Jakarta. Dijanjikan bahwa masalah ini akan segera diselesaikan, dan pihaknya meminta agar Kepala Kantor ATR BPN Kotamobagu mengikuti arahan dari Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pusat,” jelasnya.

 

Ia juga menegaskan pentingnya menyerahkan seluruh warkah kepada penyidik, karena keterlambatan ini merugikan pelapor, Prof Ing Mokoginta, dkk. Jika warkah tersebut terus disembunyikan, mereka akan mengambil tindakan hukum demi kepastian hukum.

 

Nathanael dari LQ Indonesia Law Firm menambahkan, dalam audiensi pada pertengahan April 2024, tim hukum bertanya kepada penyidik tentang kendala dalam proses penyidikan. Penyidik menyampaikan bahwa mereka memerlukan keterangan dari satu saksi untuk menetapkan tersangka kedua setelah MW (pegawai ATR BPN) ditetapkan sebagai tersangka. Saksi-saksi yang dimaksud, RW dan YM, telah memberikan keterangan bahwa Maxi Mokoginta yang meminta pengukuran tanah yang akan disertifikatkan.

 

“Saksi RW menyatakan bahwa Marthen Mokoginta, yang sedang sakit parah, tidak setuju tanah tersebut disertifikatkan. Meski demikian, anaknya, Welly Mokoginta, tetap ingin melanjutkan proses sertifikasi tanah tersebut. Nathanael juga menyebutkan bahwa saksi NM, mantan lurah, belum diperiksa karena baru saja mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Kini, jeda waktu sudah lewat, sehingga pemeriksaan saksi tersebut seharusnya segera dijadwalkan,” jelasnya.

 

Franziska menjelaskan bahwa tim hukum terus berkoordinasi dengan Dittipidum dan unit yang menangani laporan polisi. Mereka meminta dilakukan pemeriksaan saksi ahli pidana untuk memperjelas persangkaan pasal yang digunakan. Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan pada 1 Maret 2022, ditambahkan Pasal 227 KUHP selain Pasal 263 ayat (2). Nathanael mempertanyakan dasar penambahan Pasal 227 KUHP tanpa adanya keterangan dari saksi ahli pidana yang kompeten.

 

Pelapor dan tim hukum telah meminta keterangan dari saksi ahli pidana untuk memperjelas tuduhan tersebut dan telah mengajukan surat resmi kepada Kapolri, Birowasidik, Dittipidum, Kasubdit, dan Kanit. Mereka berharap agar dua laporan polisi ini ditangani dengan sungguh-sungguh, transparan, dan objektif. Dengan penanganan oleh Mabes Polri, mereka berharap kebenaran dapat diungkap dengan jelas dan penyidik bekerja secara profesional, mengedepankan kebenaran dan keadilan.

 

Reporter: rso

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*