Proyek KCJB adalah Debt Trap China, Jokowi Tanggung Jawab?

Muslim Arbi- Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

DEPOK (KM)  – Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu Muslim Arbi menduga bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) adalah “jebakan hutang” (debt trap) dari China.  Muslim mengutip hasil analisis Wildayman Firdaus, seorang insinyur ITB, yang menunjukkan bahwa proyek KCJB tidak akan menguntungkan secara finansial bagi Indonesia.

 

“Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggung jawab atas proyek KCJB karena Jokowi yang memutuskan untuk melanjutkan proyek tersebut setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menolaknya,” katanya, Minggu (24/9).

 

Apakah proyek KCJB adalah “jebakan hutang”? Pertanyaan ini sulit dijawab secara pasti karena tergantung pada definisi “jebakan hutang”.

 

“Jika yang dimaksud adalah proyek infrastruktur yang membutuhkan pinjaman luar negeri dengan bunga tinggi dan jangka waktu yang panjang, maka proyek KCJB dapat dikategorikan sebagai “jebakan hutang,”  katanya.

 

Namun, jika yang dimaksud adalah proyek infrastruktur yang tidak menguntungkan secara finansial bagi negara pengembang, maka proyek KCJB belum tentu dapat dikategorikan sebagai “jebakan hutang”.

 

Dalam kasus KCJB, proyek ini membutuhkan pinjaman luar negeri sebesar Rp109 triliun dari China. Pinjaman ini memiliki bunga 5,5% dan jangka waktu 80 tahun. Jika proyek KCJB tidak dapat menghasilkan keuntungan yang cukup untuk membayar cicilan pinjaman, maka proyek ini dapat dianggap sebagai “jebakan hutang”.

 

Apakah Jokowi bertanggung jawab atas proyek KCJB? Ya, Jokowi bertanggung jawab atas proyek KCJB karena Jokowi adalah Presiden Indonesia dan memiliki kewenangan untuk memutuskan proyek-proyek infrastruktur yang akan dibangun oleh pemerintah.

 

Jokowi memutuskan untuk melanjutkan proyek KCJB setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menolaknya. Jokowi beralasan bahwa proyek KCJB penting untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di Indonesia.

 

Namun, keputusan Jokowi untuk melanjutkan proyek KCJB telah menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Muslim Arbi. Kritik tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa proyek KCJB tidak menguntungkan secara finansial dan dapat membebani keuangan negara di masa depan.

 

Muslim Arbi memberikan gambaran yang cukup jelas tentang potensi risiko dari proyek KCJB. Proyek ini membutuhkan pinjaman luar negeri yang besar dengan bunga tinggi dan jangka waktu yang panjang. Jika proyek ini tidak dapat menghasilkan keuntungan yang cukup untuk membayar cicilan pinjaman, maka proyek ini dapat membebani keuangan negara di masa depan.

 

Jokowi bertanggung jawab atas proyek KCJB karena Jokowi adalah Presiden Indonesia dan memiliki kewenangan untuk memutuskan proyek-proyek infrastruktur yang akan dibangun oleh pemerintah. Keputusan Jokowi untuk melanjutkan proyek KCJB telah menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari Muslim Arbi.

 

Muslim menyarankan agar pemerintah Indonesia melakukan kajian ulang terhadap proyek KCJB. “Kajian ulang ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa proyek ini menguntungkan secara finansial bagi Indonesia dan tidak membebani keuangan negara di masa depan,” katanya.

 

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam kajian ulang tersebut mengingat keuntungan finansial proyek KCJB dan kemungkinan kerugian proyek KCJB.

 

“Perlu dilakukan analisis yang komprehensif untuk menghitung keuntungan finansial proyek KCJB. Analisis ini harus mencakup faktor-faktor seperti jumlah penumpang, tarif tiket, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan,” jelasnya.

 

“Perlu dipertimbangkan kemungkinan kerugian proyek KCJB, seperti penurunan jumlah penumpang, kenaikan biaya operasional, dan perubahan peraturan pemerintah,” tegasnya.

Reporter: Mso

Editor: red

 

 

Advertisement
Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


%d bloggers like this: