KPK: “Kerabat Dekat Rachmat Yasin Akan Jadi Tersangka Baru”

JAKARTA (KM) – Hari Kamis 5/11, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang saksi terkait kasus korupsi yang menjerat mantan bupati Bogor Rachmat Yasin (RY), yaitu M. Odam, salah satu PNS (Pegawai Negeri Sipil) di kantor Kecamatan Sukamakmur dan H. Muhammad Suhendra.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan saat dihubungi wartawan kupasmerdeka.com hari Jumat malam 6/11 bahwa pemanggilan kedua saksi ini untuk menggali keterangan terkait kasus hibah tanah yang diduga gratifikasi yang diterima oleh RY.
“Penyidik mengkonfirmasi melalui keterangan kedua saksi tersebut terkait dengan proses dilakukannya hibah tanah yang diduga sebagai gratifikasi kepada Tsk RY,” jelas Ali Fikri semalam.
Ali menambahkan, terkait lamanya pemanggilan saksi terus menerus karena penyidik KPK perlu menggali kasus sampai ke akar-akarnya, karena akan ada tersangka baru dalam kasus ini, yaitu kerabat atau sahabat dekatnya.
“Penyidik KPK perlu gali keterangan saksi sampai ke akar-akarnya karena akan ada tersangka baru yaitu sahabat dekatnya”, tambahnya Ali Fikri
Ali enggan menjelaskan secara rinci siapa tersangka baru atas kasus Korupsi Rachmat Yasin ini, hanya menjelaskan kerabat atau sahabat dekatnya.
KPK sudah menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014, sebagai tersangka dalam dua kasus, yakni dugaan pemotongan uang dan gratifikasi.
Dalam kasus pertama, Rachmat Yasin diduga telah “memalak†dan “menyunat†satuan perangkat kerja daerah (SKPD) selama menjabat Bupati Bogor. Rachmat diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD hingga mencapai total sebanyak Rp 8.931.326.223. Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin.
Selain itu, Rachmat Yasin juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan mobil Toyota Vellfire.
Dalam kasus penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, KPK melaporkan bahwa Rachmat sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare. Menurut KPK, pemilik tanah tersebut hendak membangun pesantren di tanah tersebut.
“Pada tahun 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasari dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri. Untuk itu pemilik tanah berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi,†ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar membacakan kutipan kronologi kasus tersebut.
Menurut KPK, pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat melalui stafnya. Rachmat menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.
Pada pertengahan tahun 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar lokasi tanah tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya. Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha tersebut sesuai permintaan Rachmat Yasin.
Diduga Rachmat mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri. Rachmat Yasin sendiri diketahui baru bebas pada 8 Mei 2019. Dia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare. Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara.
Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT. Sentul City.
Reporter: HSMY
Editor: HJA
Leave a comment