PSBB Diperpanjang, Pemkot Bogor Akan Pertegas Sanksi bagi Pelanggar

BOGOR (KM) – Dengan jumlah penduduk sekitar 1.048.610 jiwa yang wilayahnya terdiri dari 6 kecamatan, 68 kelurahan dan 780 RW, dan berada pada jalur lalu lintas dan perdagangan yang strategis, Kota Bogor memiliki banyak pintu masuk yang menjadi akses berlalu-lalangnya orang yang ditengarai menjadi penyebar wabah penyakit covid-19.
Kota Bogor termasuk salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk terpadat di Jawa Barat dan dekat dengan DKI Jakarta sebagai episentrum covid-19. Dengan memperhatikan keadaan inilah yang menjadi pertimbangan Pemerintah Kota Bogor untuk memberlakukan protokol kesehatan melalui kekarantinaan kesehatan yang telah disetujui Menteri Kesehatan melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kepala Bagian Hukum dan HAM di Sekretariat Daerah Kota Bogor Alma Wiranta dalam keterangan resminya mengatakan bahwa PSBB menentukan sejumlah tempat yang seharusnya dibatasi aktivitasnya yaitu tempat sekolah dan tempat kerja, kegiatan keagamaan dan fasilitas umum.
Saat sidak bersama Kasi Intel, Kasi Pidsus dan Kasubagbin Kejaksaan Negeri Kota Bogor di Jl. Suryakancana, Alma mengatakan bahwa Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sama-sama mengatur pelaksanaan perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai penjuru tanah air. “Dua undang-undang ini sama-sama mengatur tentang tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban masyarakat, kedaruratan kesehatan masyarakat, dan pengawasan, serta ketentuan pidana,†kata Alma kemarin 29/4.
“Kewenangan yang diberikan kepada kepala daerah dan masing-masing lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, TNI dan lainnya dalam pelaksanaan PSBB sangat diperlukan sinergitas, terutama dalam hal penerapan sanksi agar efektif pelaksanaannya,” lanjutnya.
“Terkait penerapan pasal yang digunakan selama PSBB, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat nomor B-1529/E/Ejp/04/2020 tanggal 14 April hal penanganan perkara pada masa PSBB, yang pada pokoknya melaksanakan penegakkan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada masa PSBB,†tuturnya.
“Merujuk pada ketentuan perundang-undangan, penerapan sanksi bagi tindak pidana kejahatan maupun tindak pidana pelanggaran setidaknya adalah instrumen terakhir dalam pemberian sanksi pidana, sehingga sepatutnya pemberlakuan PSBB yang efektif harus datang dari kesadaran masyarakat agar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu dapat berhasil,†tegas Alma.
Menurut Alma, “kegerahan” Pemerintah Kota Bogor yang disuarakan Wali Kota Bogor Bima Arya terhadap pelanggar PSBB “sangat beralasan” karena kepatuhan masyarakat, terutama pelaku usaha yang dilarang, masih tetap beroperasi atau warga yang tidak ada berkepentingan masih banyak berkerumun di jalanan, sehingga adanya bukti penyebaran serta penambahan kasus covid-19 melalui rapid test di beberapa tempat menjadi perhatian penting. “Oleh karenanya, sanksi perlu dipertegas pada masa PSBB II ini melalui penguatan dari aparatur sipil Kota Bogor bersama Forkopimda, di lapangan sanksi administratif berupa pencatatan KTP dan teguran tertulis selama 3 kali akan diberlakukan, dan jika masih ditemukan akan dilakukan tindakan penegakan hukum lainnya,” ucap Alma.
“Menyampaikan harapan Pak Wali Kota terkait adanya PSBB II kepada warga Kota Bogor supaya regulasi berupa sanksi yang tegas ini membuat setiap individu maupun kelompok usaha sadar dan paham untuk tetap patuh tidak berada ditempat umum tanpa kepentingan selama inkubasi terpanjang 14 hari, sehingga jika status tanggap darurat epidemi dan kejadian luar biasa Covid-19 dapat dicabut Pemerintah Kota Bogor, akhirnya pada bulan Juni 2020 semua sudah bisa stabil menjalankan kegiatan,†pungkas Alma.
Reporter: Efri, Muzer
Editor: HJA
Leave a comment