Aksi Demonya Dibubarkan Polisi Lantaran Maklumat Kapolri soal Wabah COVID-19, AMUK Pamijahan Minta Polri tidak Tebang Pilih

BOGOR (KM) – Puluhan warga dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Untuk Kedaulatan (AMUK) Pamijahan melakukan aksi demo penolakan terhadap kegiatan pengeboran sumur panas bumi oleh Star Energy Geothermal Salak, Ltd. Senin 23/3. Massa aksi, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai berorasi dan membentangkan spanduk yang bertuliskan hastag #TOLAKDRILLING di titik kumpul di jembatan Jalan Cipatat, depan patung ikan Desa Cibunian.
Aksi unjuk rasa tersebut awalnya direncanakan digelar di Pos Tiga PT. SE, namun peserta aksi dihalau oleh polisi dari Polsek Cibungbulang yang menurunkan sekitar 30 anggotanya yang dipimpin oleh Kapolsek Cibungbulang Kompol Ade Yusuf, yang mendesak agar massa membubarkan diri lantaran sudah ada instruksi agar tidak ada keramaian demi mencegah penyebaran wabah COVID-19.
“Berdasarkan maklumat Kapolri dan kemanusiaan, dalam memutus rantai dan pencegahan mewabahnya virus corona, kami diperintahkan bertindak tegas untuk tidak memberi izin keramaian dan membubarkan setiap keramaian,” tegas Ade Yusuf di depan massa aksi.
“Saya minta kepada adik-adik mahasiswa dan masyarakat yang ikut demo, agar tidak melajutkan aksi dan segera membubarkan diri dan kami akan memfasilitasi menyampaikan aspirasi AMUK ke pihak PT. SE,” lanjutnya.
Perdebatan pun terjadi. Massa aksi menuding pihak Kepolisian telah dibayar oleh pihak SE untuk meredam dan membubarkan aksi mereka. Dalam audiensi dengan Kapolsek Cibungbulang, perwakilan massa aksi menyampaikan kekecewaan dan aspirasi mereka.
“Bilamana kita tidak diperbolehkan melakukan keramaian atas dasar maklumat Kapolri, maka kami pun meminta kepada pihak Kepolisian tegas terhadap pihak PT. SE menghentikan kegiatan pengeboran yang mereka lakukan, dan acara-acara yang mengundang banyak orang, seperti acara keagamaan, atau pasar malam yang saya lihat beroperasi di wilayah hukum Kapolsek Cibungbulang,” kata Sabri Maulana, pembina AMUK Pamijahan.
Lebih lanjut, “Dalam satu titik pengeboran sumur uap bumi, PT. SE akan melibatkan seribu orang, kita ingin pula pihak Kepolisian tegas, kalau memang ingin menegakkan dan menjalankan maklumat Kapolri secara menyeluruh, tidak tebang pilih. Apakah Kepolisian sudah dibayar oleh pihak SE untuk meredam dan membubarkan aksi kami?” kata Sabri.
Dalam keterangan pers nya, Sabri memaparkan rencana pengembangan PLTP itu yang dikhawatirkan membawa dampak negatif bagi masyarakat.
“Kegiatan yang direncanakan dalam pengembangan lapangan panas bumi berada dalam zona pemanfaatan, zona rimba, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) serta berada dalam Areal Penggunaan Lain (APL) atau lahan milik masyarakat dengan total estimasi penambahan penggunaan lahan 280,97 hektare,” paparnya.
“Aktivitas Drilling ini dianggap akan menjadi penyumbang terbesar kerusakan sistem ekologis wilayah hilir maupun di wilayah kerja panas bumi yang ditakutkan juga dampaknya menjalar hingga ke permukiman warga. Potensi yang akan terjadi seperti penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air sungai, gangguan sumber air bersih penduduk, peningkatan erosi tanah, perubahan stabilitas lereng dan longsor, penurunan tutupan vegetasi, terganggunya satwa liar dan jalur jelajahnya, peningkatan potensi banjir serta getaran atau gempa yang disebabkan oleh kegiatan perusahaan. Hal-hal tersebut menjadi keresahan dan kekhawatiran yang terus menghantui rakyat Pamijahan,” katanya.
Di depan Kapolsek Cibungbulang, Koordinator AMUK Imam M Ibrahim menyampaikan tuntutan pihaknya. “Dalam aksi hari ini, kami dari AMUK Pamijahan juga menyampaikan beberapa tuntutan terkait Rencana Drilling Star Energy Geothermal Salak. Beberapa tutuntan tersebut yakni pertama, tolak drilling.”
“Kedua, kaji ulang AMDAL dan buka kesempatan kepada masyarakat agar tahu dampak dari kegiatan pengelolaan panas bumi seluas-luasnya.”
“Ketiga, tinjau kembali RKL-RPL dengan memperjelas relevansinya serta merumuskan rencana pengelolaan yang aplikatif antara lain pengelolaan kegiatan tahap pra kontruksi dan pasca operasi, pengelolaan dan pemantauan terhadap gangguan satwa, penurunan kualitas udara dan kebisingan, alokasi tenaga kerja lokal, program CSR yang mengutamakan pemberdayaan dan pendidikan masyarakat, pengelolaan kualitas dan kuantitas air sungai, serta mempertimbangkan menyiapkan pengelolaan dampak penurunan kualitas air tanah.”
“Keempat, mendesak pemerintah agar me-review perizinan dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan Star Energy Geothermal Salak yang terbukti melakukan pelanggaran yang beresiko tinggi bagi lingkungan hidup dan mengancam wilayah kelola rakyat. “
“Kelima, penyelamatan hutan dan wilayah kelola rakyat sebagai sumber kehidupan dan ketahanan pangan melalui pengakuan hak masyarakat atas hutan dan tanah.”
“Keenam, meminta pemerintah dan perusahaan memastikan jaminan keberlanjutan dan keadilan bagi rakyat, serta perlindungan keselamatan kepada kelompok rentan dari dampak yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi panas bumi antara lain masyarakat adat, petani, kaum miskin kota, perempuan dan anak.”
“Ketujuh, mendesak pemerintah melakukan tindakan konkret untuk upaya pemulihan-pemulihan ekosistem yang telah rusak dengan tahapan dan indicator yang terukur, serta melibatkan partisipasi publik di dalamnya.
“Bila tuntutan diatas tidak dipenuhi maka kami akan mengadakan aksi yang lebih besar, dengan massa yang lebih banyak lagi, kalau perlu kita jadikan ini sebagai isu nasional,” tegasnya.
Setelah menyampaikan aspirasi kepada Kapolsek, massa aksi pun membubarkan diri.
Sementara itu, Sekcam Pamijahan Yudi Hartono mengatakan bahwa aksi dari AMUK merupakan bagian dari demokrasi.
“Bagian dari demokrasi. Cuma hati-hati corona, penyampaian pendapat/aspirasi itu hak, dan untuk perusahaan supaya ada sosialisasi yang lebih menyeluruh. Cuma momennya saja yah kurang pas kaitan ada himbauan untuk berada di rumah terkait pandemik corona,” kata Yudi.
Reporter: Dian Pribadi
Editor: HJA
Leave a comment