Komnas Anak Beberkan Sederet Fenomena Prihatin yang Ancam Anak-anak Indonesia

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait didampingi Sekjen Komnas PA Dhanang Sasongko, Komisioner Komnas PA Lia Latifah dan Ketua Yayasan Istana Bocah Nusantara (IBN) dalam konferensi pers di Kantor Komnas PA, Sabtu, 27/10/2018
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait didampingi Sekjen Komnas PA Dhanang Sasongko, Komisioner Komnas PA Lia Latifah dan Ketua Yayasan Istana Bocah Nusantara (IBN) dalam konferensi pers di Kantor Komnas PA, Sabtu, 27/10/2018

JAKARTA (KM) – Merajalelanya tayangan pornografi dan pornoaksi yang mudah diakses anak-anak melalui media sosial telah mendorong anak terlibat dalam berbagai bentuk kejahatan seksual, baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri oleh anak maupun bergerombol bersama orang dewasa. Demikian disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait di markas Komnas Perlindungan Anak di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu 27/10.

“Fenomena geng motor begal di berbagai tempat yang melibatkan anak-anak juga menjadi keprihatinan tersendiri. Ada banyak anak-anak harus berhadapan dengan hukum untuk kasus begal bahkan ada pula anak yang terpaksa ditembak mati oleh petugas,” tambah Arist pada diskusi “Merajut Toleransi dan Perdamaian, Menuju Anak Indonesia Hebat dan Berbhinneka yang diselenggarakan di Media Center Komnas Perlindungan Anak.

“Penganiayaan dan penelantaran terhadap anak juga menjadi kasus yang tidak bisa dihindari bagi keluarga dengan tekanan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga, dan ketidakharmonisan keluarga juga telah berdampak negatif bagi pengasuhan anak-anak dan berpotensi anak menjadi korban pelampiasan kemarahan dan kepanikan orang tua,” kata Arist.

Dhanang Sasongko, Sekjen Komnas Anak lebih jauh menjelaskan bahwa fenomena anak mengkonsumsi zat adiktif seperti lem aibon dan zat-zat adiktif lainnya yang dapat memabukkan serta merangsang otak anak, dimana bahan dasar pembuatan seperti pembalut, pampers dan jenis-jenis obat perangsang lainnya yang sangat mudah diperoleh, juga telah menjadi ancaman bagi anak-anak di tahun mendatang.

“Anak dengan lem aibon dan zat adiktif lainnya seperti minuman keras oplosan dan rokok serta narkoba sudah menggejala di Indonesia, bahkan sebarannya juga sudah merata mengepung desa dan kota bak virus yang tidak ada penangkalnya,” tambah Dhanang.

“Dari analisis faktual situasi anak di Indonesia tersebut diprediksi pula di tahun 2018 dan 2019 pelanggaran hak anak masih akan didominasi dengan kekerasan seksual baik yang dilakukan oleh orang terdekat anak, baik yang dilakukan orang per-orang dan dengan cara bergerombol (gang rape), akan menjadi fenomena kejahatan seksual terhadap anak yang semakin menakutkan di tengah-tengah kehidupan masyarakat,” kata Arief.

“Dengan merajalelanya tayangan pornografi di media online serta mudahnya narkoba dan minuman keras diakses anak di tengah-tengah lingkungan masyarakat juga berdampak mendorong dan menjadi pemicu atau trigger terjadinya peningkatan kejahatan seksual terhadap anak,” tambah Arist.

“Kemudian maraknya kasus perdagangan anak untuk tujuan seksual komersial eksploitasi ekonomi serta prostitusi anak melalui media online dan aplikasi online di tahun 2018 perlu diantisipasi dan dicari cara cerdas pencegahannya, khususnya prostitusi online yang melibatkan anak-anak pada usia muda. Di samping itu juga diprediksi ada banyak anak-anak mengalami ketelantaran dan keterpisahan dari salah satu orang tuanya akibat dari ketidakharmonisan keluarga. Karena ada banyak pasangan muda produktif mengajukan perceraian sebagai alternatif solusi dalam mengatasi konflik keluarga tanpa memikirkan keberlangsungan hak pengasuhan anak dalam keluarga,” kata Lia Latifah, Komisioner Komnas PA.

Lebih jauh Arist Merdeka menjelaskan, untuk antisipasi dan respon terhadap situasional anak Indonesia sangat diperlukan mendorong pemerintah pusat maupun daerah untuk segera memproses efektifitas pemberlakuan sebuah kebijakan dalam menyelesaikan masalah-masalah anak dibandingkan dengan hanya mengejar standar capaian program Perlindungan Anak yang dapat diselesaikan. Menurutnya, penegakan dan penguatan sebuah kebijakan jauh lebih penting dibandingkan hanya “sibuk untuk memproduksi kebijakan-kebijakan baru tanpa penerapan optimal”.

Ketua Yayasan Istana Bocah Nusantara (IBN), Maya Agustini menjelaskan tentang pentingnya memutus mata rantai kekerasan terhadap anak dari lingkungan terdekat anak.

“Sudah selayaknyalah kita mendorong pemerintah kabupaten, kota dan provinsi maupun pemerintahan desa membangun kembali sistem kekerabatan di kampung melalui pembentukan kelompok kerja perlindungan anak di kampung, desa atau di banjar-banjar dengan melibatkan peran serta pengurus RT, Kepala Desa, Karang Taruna, ibu-ibu PKK, Posyandu dan sistem lingkungan masyarakat dan polisi masyarakat secara aktif bersinergi dan berhasil guna,” tutur Maya.

“Berbagai permasalahan anak Indonesia yang diuraikan diatas merefleksikan kembali 20 tahun keterlibatan Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam berbagai permasalahan anak di Indonesia diakui banyak hambatan dan tantangan yang dihadapinya baik dari kalangan internal dan eksternal,” tutupnya.

Reporter: Marsono Rh
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*