Warga Danau Bogor Raya Keluhkan Proyek Gerbang Tol Bogor 3 yang Bahayakan Anak-Anak, Minta Bantuan Kepada “Sang Pembela”

BOGOR (KM) – Proyek pembangunan gerbang Tol Bogor 3 diprotes warga yang tinggal di sekitaran Kompleks Danau Bogor Raya ABCD RT 01/13, karena lokasi pembangunan yang berjarak sangat dengan dengan perumahan warga, getaran pembangunan tersebut telah mengakibatkan beberapa rumah warga menjadi retak, di samping itu warga merasa resah akibat pembangunan tersebut, karena pihak Jasa Marga tidak membangun pembatas antara jalan tol dengan pemukiman warga, sedangkan di pemukiman tersebut banyak anak kecil.
Berkali-kali warga bersurat kepada pihak jasa marga sebagai pelaksana pembangunan, tetapi tidak ada respon yang baik, sehingga pada akhirnya warga menghubungi “Sang Pembela”, Sugeng Teguh Santoso. Dalam pertemuan dengan warga tanggal 13 Agustus 2017, pada akhirnya warga memutuskan untuk memberikan kuasa kepada aktivis advokat itu bersama dengan tim hukum yang telah dibentuknya untuk membantu persoalan hukum masyarakat Kota Bogor.
Setelah itu, pihak Jasa Marga merespon persoalan yang dialami warga dengan mengundang warga dengan didampingi “Sang Pembela” beserta tim hukumnya untuk melakukan pertemuan sehubungan dengan persoalan pembangunan gerbang tol itu setelah bulan Juli tahun 2017. Pertemuan tersebut diagendakan pada tanggal 18 Agustus 2017.
“Pembangunan gerbang tol merupakan salah satu tindakan pembangunan jalan tol yang dapat berdampak pada pencemaran udara, karena dalam proses pembangunan, pastinya menghasilkan debu yang berasal dari material pembangunan, dan pada saat proses pembangunan selesai, maka pastinya pencemaran udara dari emisi gas mobil yang berlalu lalang di jalan tol pasti akan berdampak kepada warga, sehingga berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1991 tentang Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan setiap orang atau penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara, yang apabila tidak dilakukan, akan mendatangkan sanksi pidana bagi penanggung jawab pembangunan itu,” kata Sugeng dalam pernyataannya yang diterima KM siang ini, 18/8.
“Pembangunan gerbang tol oleh Jasa Marga yang jaraknya sangat berdekatan dengan pemukiman warga seharusnya juga memperhatikan mengenai dampak dari kebisingan, yang berupa terganggunya kesehatan dan kenyamanan antara lain gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan emosional,” lanjutnya.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 48/MENLH/ XI/1991 tentang Baku Tingkat Kebisingan menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat kebisingan, memasang alat pencegah kebisingan dan melaporkan hasil pemantauan tingkat kebisingan. Sehingga, menurut Sugeng, Jasa Marga selain harus melakukan penanggulangan pencemaran udara dan juga memasang alat pencegah kebisingan.
Di samping itu, karena jalan tol yang dibangun itu sangat dekat dari pemukiman, maka sepanjang pemukiman yang bersinggungan langsung dengan jalan tol harus dibangun pagar pembatas untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas terhadap warga pemukiman akibat pengoperasian jalan tol.
Sekaitan dengan permasalahan warga ini, pihak Tim Hukum dan Advokasi “Sang Pembela” juga mendesak agar pihak Jasa Marga membangun pagar pembatas/penghalang suara (noise barrier) berupa barrier tirai emisi gas buang kendaraan dan peredam kebisingan dengan sistem penghijauan yang berupa barrier (Perdu, Pohon Rendah, Pohon Tinggi) serta pagar, dan juga mendesak Walikota Bogor, sebagai kepala daerah Kota Bogor, untuk memberikan perlindungan hukum bagi warga masyarakat sehubungan dengan proyek pembangunan gerbang Tol Bogor 3 yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi warga Danau Bogor Raya berupa gangguan kesehatan, kenyamanan, dan keamanan sehubungan dengan lalu lintas di tol tersebut nantinya.
*Red
Leave a comment