KOLOM KUPAS: Donald Trump, HT dan Runtuhnya Pulau Bali: Sebuah Cerminan Kapitalisme

Donald Trump dan Hary Tanoesoedibjo (stock)
Donald Trump dan Hary Tanoesoedibjo (stock)

Oleh: Hasan J.A.

“America First”! Amerika yang pertama! Abaikan saja negara lainnya! Dan Dengan satu tandatangan, lebih dari 1000 pekerja keras di Bali tiba-tiba kehilangan mata pencaharian mereka. Inilah keganasan kapitalis Amerika ketika bertemu dengan feodalisme di Indonesia yang ditanamkan di negeri ini beberapa decade yang lalu, tepatnya setelah kudeta militer yang disponsori oleh Barat pada tahun 1965 lalu.

Sang Presiden Amerika yang selalu jeli dalam melihat peluang-peluang bisnis baru, akhirnya menemukan salah satunya di Pulau Dewata, Bali. Dan bukan saja di sembarang tempat di Bali, tapi di sebelah pura tersuci dan terindah di Bali, Tanah Lot.

Tapi sebenarnya dia bukanlah yang pertama dalam kegigihan untuk menghancurkan kawasan itu. Pada awalnya, raksasa perhotelan Le Meridien bekerjasama dengan beberapa pengusaha Indonesia untuk merampas lahan dan mengusir ribuan warga setempat. Kemudian, hotel Pan Pacific mengakuisisi property itu dan mengelolanya hingga hari ini.

Namun sekarang, sang presiden miliarder itu merencanakan sesuatu yang monumental. Di tengah ladang sawah terasering dan pedesaan bali yang ikonik, akan berdiri sebuah lambang hedonisme, raksasa beton berbintang 6, yang tentunya akan mengerdilkan budaya dan nilai-nilai tradisional setempat.

Dan tentunya Trump tidak bergerak sendiri, tapi bersama sahabatnya, Hary Tanoesoedibyo, sang pengusaha ambisius yang menurut banyak pengamat, tengah berupaya untuk memanipulasi perpolitikan Indonesia dan menyimpan ambisi politiknya sendiri.

Inilah. Kepentingan geopolitik Amerika dan para elit bisnis Indonesia, memang selalu berlawanan dengan kepentingan rakyat kecil, yang masih merupakan mayoritas dari populasi negeri ini.

Kini, tanah seluas 103 hektar itu milik Hary Tanoe dan Donald Trump. Dan mereka pun akan memperluasnya lagi, membebaskan lagi lahan milik warga setempat untuk membangun resor raksasa ini dan lapangan golf baru diatasnya.

Dahulu, memang ada kesepakatan antara warga setempat dengan hotel yang ada di lokasi itu. Bagi setiap sertifikat milik warga yang diakuisisi, hotel akan memberikan antara 2 hingga 4 lapangan pekerjaan bagi keluarganya. Namun, kesepakatan itu tidak akan berlaku lagi di masa kekuasaan Trump-HT. Setidaknya 800 warga setempat akan kehilangan pekerjaan mereka.

Sebenarnya, kejadian ini hanyalah satu gambaran dari potensi runtuhnya negara kita yang tercinta ini. Negeri nan indah yang lingkungan hidup dan alamnya dihancurkan, hutan-hutannya dibakar, kota-kotanya lumpuh dengan sesaknya lalu lintas, polusi dan kurangnya ruang publik.

Kesulitan ekonomi mendorong sebagian orang, seperti di Bali, untuk menjual lahan milik mereka kepada pengusaha besar baik di Jawa maupun asing. Yang dahulu menjalankan usahanya sendiri, kini bekerja untuk perusahaan-perusahaan itu.

Inilah cerminan dari banyak tempat di Indonesia. Pusat kebudayaan dan keindahan alam yang dieksploitasi habis-habisan oleh kapitalis baik dari dalam maupun luar negeri. Semua itu tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat banyak. Hingga kini, di Bali, seperti di banyak kota di Indonesia, semegah apapun kotanya, sebagian banyak jalan rayanya tidak ada jalur pejalan kakinya, dan tidak ada transportasi umum yang layak.
Inilah pembangunan yang tidak terkendali, melepaskannya kepada keserakahan kekuatan-kekuatan kapitalis. Kebudayaan dan keindahan berganti menjadi kemegahan bangunan-bangunan beton, dengan kampung-kampung warga miskin di bawah bayang-bayangnya.

Dalam bahasa Imam Ali bin Abi Thalib KW dalam suratnya kepada Malik Al Asytar, beliau menyebut para kapitalis yang mementingkan diri sendiri sebagai sampah masyarakat yang membenci keadilan dan tidak pernah puas. Imam Ali, yang memperlihatkan kasih sayangnya bahkan kepada pembunuhnya sendiri, menyebut mereka dengan kata-kata yang mengungkapkan kemurkaannya. Imam Ali telah menunjukkan wajah asli dari sifat para penindas kapitalis.

Sementara itu, Imam Ali mengingatkan kepada Malik Al Asytar agar memperhatikan nasib rakyat miskin dan mengutamakan kepentingan mereka, apapun agama atau latar belakang mereka.

Dari pesan itu saja, kita tahu dengan siapa kita harus berpihak, dan ideologi dan kelompok mana yang harus dilawan, dari konteks kehidupan sehari-hari yang terkecil hingga pada kancah politik internasional.

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.