Pungli Masih Merajalela di Sekolah di Jawa Barat, Disdik Enggan Bertanggungjawab

BANDUNG (KM) – Maraknya keluh kesah para orang tua siswa dengan banyaknya pungutan yang dikemas dengan berbagai dalih mulai dari untuk uang magang di areal industri, praktek bulanan yang dilakukan di dalam sekolah itu sendiri sampai pada pungutan untuk ulangan mingguan semesteran hingga UNBK kemarin semuanya menuai protes para orang tua siswa. Tidak terkecuali orang tua siswa tingkat SMA-SMK di Kota Depok.
Menurut mayoritas orang tua siswa SMA-SMK yang berada dikota Depok. Contoh kecil orang tua siswa SMK 3 yang berada di wilayah tugu cimanggis (dan sempat menjadi pemberitaan media kupasmerdeka.com). Dirinya enggan disebut namanya mengatakan” Ini sekolah katanya negeri dan katanya sekolah negeri sudah gratis. Ko kenyataan masih banyak pernak-pernik biayanya malah lebih banyak dari pada swasta. Lalu nilai unggulnya dimana?”
Lain halnya dengan orang tua Selamet, siswa kelas X SMKN 4 penerbangan, yang memiliki KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) dengan profesi ayahnya sebagai kuli bangunan dan rumah tinggal yang ditempatinya mengontrak. “Saat diterima di SMKN 4 dimintai uang oleh oknum guru dengan biaya Rp. 3 juta, plus ada uang bayaran 300 ribu. Hingga sampai anak saya dapat perlakuan dari guru tersebut dengan kata-kata tidak pantas dan itu di depan siswa yang lain. Hingga saat ini anak saya sudah gak mau lagi sekolah karena terlanjur sakit hati dengan oknum guru tersebut,” tuturnya. Hal tersebut walaupun sang Kepsek Syamsuri sudah datang melihat langsung kondisi rumah dan pekerjaan orang tua Selamet, ditemani oleh awak media KM.
Keadaan tersebut pun diakui opeh anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Lahmudin Abdullah, saat ditanyakan melalui pesan singkat. “Ya benar mas SMA dan SMK di Depok masih banyak banget pungutan berkedok segala rupa. Apalagi semenjak alih kelola dari Kota Depok ke Provinsi. Disdik Depok ga bisa berbuat banyak karena sudah beda komando. Tapi saya minta KupasMerdeka dan media lainnya untuk terus kritisi kebijakan yang jelas-jelas langgar Permendikbud. Dan SMA-SMK Depok, Bogor Kota dan Bogor Kabupaten dipegang kepala Balai 1, Hery Pansila,” tegas Lahmudin.
Beberapa kali awak media KM mencoba untuk konfirmasi kepada Hery Pansila yang berkantor di Cibinong, namun selalu tidak pernah ketemu walau sudah mengisi buku tamu untuk buat janji konfirmasi dan wawancara, namun dirinya tetap sulit untuk ditemui ataupun dihubungi.
Rabu 24/5, wartawan KM mencoba bertemu Kadisdik Provinsi Jawa barat Ahmad Hadadi di kantornya di Kota Bandung. Usai menunggu sekitar 3 jam, sang kepala dinas pun hanya memberikan waktu 5 menit untuk membahas masalah pungutan dan sikap kepala Balai 1 Dinas Pendidikan provinsi Jabar.
“Selama hal tersebut hasil musyawarah komite, orang tua siswa dan sekolah menurut saya sah-sah saja. Asal konteks nya tidak ada paksaan dan dikategorikan sumbangan. Mas maaf saya harus rapat dengan BPK. Masnya coba ke pak Dudin dan Dadan Kabid SMA dan SMK. Bilang rekomendasi saya,” terang Ahmad Hadadi.
Namun ketika wartawan KM ingin menemui Kabid SMA dan SMK yang dimaksud, dirinya malah melempar permasalahan ini ke staf lain dengan alasan mau rapat juga dengan Kominfo.
“Wah saya cuma Staf. Gak berani jawab. Pertanyaan ini ranahnya kebijakan pimpinan. Maaf kang saya gak bisa jawab,” tutur staf Disdik itu, Cecep.

Staf Bidang SMK Disdik Propinsi Jabar yang enggan menjawab karena bukan wewenangnya (dok. KM)
Hingga lepas waktu Ashar dan ruangan rapat kabid SMK dan SMA sudah kosong, ternyata dua Kabid tersebut langsung keluar berlari kecil seolah menghindari awak media KM untuk dikonfirmasi.
Reporter: Gie, Ajat
Editor: HJA
Leave a comment