Respon Munculnya Dua Raja Kembar Dalam Suksesi Raja Surakarta, Kanjeng Senopati Mataram Usulkan Dua Tokoh Alternatif
SEMARANG (KM) – Kemunculan dua raja kembar dalam suksesi Raja Surakarta paska wafatnya Sunan Pakubuwono XIII, menimbulkan keprihatinan mendalam sekaligus sorotan dari berbagai kalangan, khususnya di lingkaran keluaga besar keraton Surakarta.
Sebagaimana yang ramai diberitakan, Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta telah menetapkan KGPH Hangabehi sebagai Pakubuwono XIV pada Kamis, 13 November 2025. Dan sebelumnya pada Rabu, 5 November 2025 lebih dulu sang adik, KGPAA Purbaya mengikrarkan diri sebagai Raja Keraton Surakarta.
Kemunculan dua raja kembar ini, tentunya menjadi tanda tanya besar dan sinyal kuat terjadinya perpecahan di dalam keraton Surakarta.
Untuk lebih mengetahui profil kedua raja kembar tersebut dan bagaimana langkah dalam menyikapi polemik itu, Kupasmerdeka.com mencoba mewawancarai Kanjeng Senopati Mataram, KPH. Tommy Agung Wibowo Hamidjoyo, SE, saat berada di kediamannya di Kesatrian Perum TNI Jatingaleh Semarang, Jawa Tengah, Selasa (18/11/2025).
Berikut beberapa petikan wawancaranya:
KM : Bagaimana menurut pandangan Kanjeng Senopati tentang suksesi raja Surakarta yang nampak ada raja kembar ini?
KS : Sebenarnya mereka dua-duanya adalah kakak beradik dan semuanya adalah saudara saya, semua masih keponakan saya di dalam keluarga besar Pakubuwono Mataram. Saya mengenal dua-duanya dengan baik.
Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta telah menetapkan KGPH Hangabehi sebagi Pakubuwono XIV pada Kamis (13/11/2025). Dan sebelumnya pada Rabu (5/11/2025) lebih dulu sang adik, KGPAA Purbaya mengikrarkan diri sebagai Raja Keraton Surakarta.
Dengan dinobatkannya KGPH Hangabehi sebagai PB XIV dan ikrar diri KGPH Purboyo sebagai PB XIV, maka terjadi dualisme, ada dua raja kembar di Keraton Surakarta.
KGPH Hangabehi yang lahir pada1985 dengan nama kecil Gusti Raden Mas Soerio Soeharto sebelumnya bergelar KGPH Mangkubumi. Namun, gelar itu diganti pada 24 Desember 2022. Penggantian nama “Mangkubumi”, pertama karena merupakan gelar untuk Sentono Dalem Keraton Jogjakarta. Kedua, sebagai bentuk penolakan LDA Keraton Solo atas pengangkatan Gusti Purbaya menjadi putra mahkota.
KM : Lalu bagaimana Kanjeng Senopati menyikapi polemik tersebut?
KS : Baik begini.. kita harus paham dulu, bicara tentang suksesi kerajaan Surakarta adalah berbicara tentang kepemimpinan kultural dan spiritual. Dan bicara Keraton Surakarta tidak hanya sekedar bicara Surakarta, tapi juga bicara menyangkut Indonesia atau negara dan nusantara, bahkan dunia.
Kita melihat keraton Surakarta adalah kerajaan besar sebagai entitas dari dinasti Mataram Islam. Keraton Surakarta Mataram Islam sebenarnya sebagai punjer, center dan barometer keraton-keraton seluruh nusantara, sebagai kunci amanah dan peradaban nusantara.
Maka yang menjadi pemimpin raja keraton Surakarta sebagai kerajaan besar yang mewarisi Dinasti Mataram Islam, selayaknya seorang raja yang berilmu dan memiliki kapasitas, kapabilitas serta integritas, paham geopolitik geostrategi negara dan tatanan kepaugeran keraton sebagai dinasti kerajaan Mataram Islam. Bukan yang hanya paham nguri-nguri budaya atau sebatas titel dunia.
KM : Kalau begitu, dalam suksesi ini siapa yang menurut Kanjeng Senopati pantas untuk menjadi raja Surakarta?
KS : Kita tetap harus mempertimbangkan maslahat mudharat marwah keraton sebagai Dinasti Mataram Islam karena marwah, izzah atau kemuliaan, kehormatan keraton dan kesucian keraton tergantung siapa yang menjadi rajanya saat itu. Apalagi keraton Surakarta identik dengan seorang raja yang bergelar Sunan, maka agamanya raja harus mumpuni. Artinya seorang raja Surakarta tidak hanya sebagai pemimpin rakyat, tapi juga sebagai pemimpin spiritual, pemimpin agama, seperti para leluhur raja-raja Mataram Islam sebelumnya dari PB I sampai PB X. Sepakanya gelar Raja Surakarta adalah Sayidin Panatogomo.
Keraton Surakarta sebagai Dinasti Mataram Islam diharapkan bisa menjadi contoh model kepemimpinan modern yang terbaik sebagai pelopor, stabilisator dan dinamisator bagi negara dan seluruh kerajaan nusantara.
Di dalam suksesi ini, saya harap bisa menghilangkan rasa egosentris, kepentingan kekuasaan keluarga dan pribadi.
Para Sentono Dalem dalam memilih rajanya harus dapat membedakan antara kepentingan keluarga dan mana amanah leluhur para raja, sehingga dapat menjaga keseimbangan dan keselarasan antara ilmu, tahta dan amanah tersebut.
Saat ini muncul dua matahari raja kembar yaitu Gusti Purboyo dan Gusti Hangabehi, pastinya jalan suksesi ini saya prediksi tidak akan berjalan mulus dan akan berujung konflik.
Jika terjadi ini, saya harap agar keluarga besar bisa duduk bareng bersama satu meja untuk bermusyawarah kembali dengan gunakan landasan tatanan hukum kepaugeran, hukum agama dan hukum pemerintah.
KM : Apakah ada jalan lain, bila tidak terjadi titik temu antar dua pihak tersebut?
KS : Bila tidak menemukan titik temu dan terjadi raja kembar, maka menurut saya akan ada jalan keluar solusi nya. Tahta Sunan Pakubuwono XIV bisa diambil dari garis adik PB XIII yang berpotensi, ada dua yang bisa meneruskan tahta sebagai Sunan Pakubuwono XIV, yaitu yang pertama adalah Gusti Puger atau kedua Gusti Tedjo Wulan.
Tapi proses suksesi ini secara kepaugeran keraton baru akan dibahas setelah 40 hari berkabung sepeninggal almarhum. Karena ada tata aturan yang sudah dipegang secara turun temurun yaitu keluarga besar yang ditinggalkan tidak boleh melanggar. Sebelum 40 hari tidak boleh melakukan acara pengukuhan raja apapun atau membahas penggantian raja atau menghitung hitung siapa yang akan mengganti nanti.
Sekali lagi keputusan akhir itu tergantung dari hasil keputusan musyawarah bersama antara keluarga besar Sentono Dalem dan kesepakatan antar kerabat.
Saya dari Sentono Dalem keluarga besar Paku Buwono cucu buyut dalem Sunan Pakubuwono X, berharap yang terpenting suksesi ini damai dan jangan sampai ada matahari kembar atau dua raja, karena itu pasti akan timbulkan konflik.
KM : Ada pesan lainnya yang ingin Kanjeng Senopati sampaikan?
KS : Nanti siapapun yang menjadi raja, bila sudah hasil dari keputusan musyawarah bersama antara para kerabat, maka harus bisa saling menerima, legowo dan lapang dada demi menjaga kehormatan keluarga dan marwah nama baik keraton Surakarta.
Demikianlah hasil wawancara dengan Kanjeng Senopati, salah satu Sentono Dalem cucu buyut dari Paku Buwono X dari keluarga besar Dalem Suryohamijayan, Selasa (18/11/2025).
Reporter: Drajat
Leave a comment