CBA Peringatkan Pemerintah Prabowo: Hentikan Pengulangan Pola Gagal Bendungan Era Jokowi
Kolom oleh Jajang Nurjaman*)
Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan koreksi total dalam kebijakan pembangunan bendungan. Evaluasi terhadap proyek-proyek bendungan era Jokowi menunjukkan pola kegagalan yang sistemik: bendungan tanpa irigasi, studi kelayakan lemah, persoalan lahan yang tak kunjung selesai, serta koordinasi pusat–daerah yang kacau. Kesalahan serupa tidak boleh kembali terjadi di pemerintahan saat ini.
1. Bendungan Tanpa Irigasi: Pemborosan yang Tak Boleh Diulang
CBA menilai pembangunan bendungan tanpa jaringan irigasi adalah bentuk pemborosan fiskal paling nyata. Bendungan Tanju di Dompu, bernilai lebih dari Rp1 triliun hingga kini tidak mampu mengairi sawah karena saluran irigasinya tidak pernah dibangun. Bendungan semacam ini hanya menjadi monumen beton yang tidak menghasilkan manfaat bagi petani maupun ekonomi daerah.
CBA menegaskan kepada Pemerintah Prabowo: setiap proyek bendungan harus disertai rencana irigasi sejak tahap awal perencanaan, bukan diserahkan menjadi beban pemerintah daerah setelah konstruksi selesai.
2. Hentikan Pembangunan Tanpa Kelayakan yang Memadai
Banyak bendungan era sebelumnya dipaksakan selesai meski studi kelayakannya lemah dan fungsi ekonominya minim. Proyek raksasa tanpa dasar perencanaan yang matang hanya menghasilkan infrastruktur setengah matang yang tidak memberi nilai tambah bagi publik.
CBA menuntut pemerintah untuk:
Menghentikan seluruh proyek bendungan yang belum memiliki FS (feasibility study) lengkap dan terbuka.
Mewajibkan publikasi FS sebelum anggaran digelontorkan, sebagai bentuk transparansi kepada publik.
Mengutamakan fungsi ekonomi dan sosial, bukan sekadar mengejar output pembangunan fisik.
Era proyek “dibangun dulu, fungsinya dipikir nanti” harus diakhiri.
3. Persoalan Lahan: Sumber Mangkraknya Proyek yang Harus Diselesaikan di Depan
Masalah lahan adalah akar keterlambatan dan pembengkakan biaya banyak proyek bendungan. Sengketa lahan, ganti rugi yang berlarut, dan konflik dengan warga membuat proyek berjalan tanpa kepastian. Kasus Bendungan Bener adalah contoh nyata bagaimana ketidaksiapan tata kelola lahan dapat mengancam keberlanjutan proyek strategis nasional.
CBA menuntut Pemerintahan Prabowo untuk:
Menyelesaikan seluruh proses pembebasan lahan sebelum konstruksi dilanjutkan.
Menjamin bahwa ganti rugi dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel.
Menghapus praktik “bangun dulu, urus lahan belakangan” yang terbukti menimbulkan kerugian fiskal.
4. Koordinasi Pusat–Daerah: Harus Dibangun Ulang Secara Total
Salah satu kegagalan paling serius era Jokowi adalah tidak sinkronnya pembangunan bendungan oleh pusat dengan pembangunan jaringan irigasi oleh pemerintah daerah. Presiden Jokowi sendiri mengakui lemahnya koordinasi ini.
CBA menilai Pemerintahan Prabowo wajib melakukan perbaikan menyeluruh, yaitu:
Merancang satu peta jalan terpadu antara Kementerian PUPR dan pemerintah daerah.
Menyatukan jadwal dan alokasi anggaran pusat–daerah dalam satu rencana implementasi.
Memberlakukan mekanisme sanksi bagi daerah yang lalai mengeksekusi jaringan irigasi.
Negara seperti Australia, Jepang, dan Korea Selatan telah lama menerapkan model koordinasi terpadu. Indonesia harus meninggalkan pola koordinasi yang tambal-sulam
Seruan Tegas CBA kepada Pemerintahan Prabowo
CBA menegaskan bahwa kegagalan bendungan bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga kerugian fiskal, kerugian sosial, dan penurunan produktivitas pertanian. Pemerintah Prabowo harus memastikan bahwa proyek-proyek yang dilanjutkan atau dimulai adalah proyek yang memberi manfaat nyata, bukan sekadar menambah daftar bangunan mangkrak.
CBA mendesak Presiden Prabowo untuk:
1. Melakukan audit nasional terhadap seluruh bendungan era Jokowi yang belum terhubung dengan irigasi.
2. Menunda pembangunan bendungan baru yang tidak memiliki FS lengkap dan terverifikasi.
3. Menyelesaikan seluruh masalah lahan sebelum masuk tahap konstruksi lanjutan.
4. Menguatkan koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah secara sistemik.
5. Menjadikan dampak langsung bagi masyarakat—terutama petani—sebagai indikator utama keberhasilan proyek.
CBA menegaskan: setiap rupiah anggaran harus bekerja untuk rakyat, bukan menjadi monumen beton yang tidak berguna.
*) – Koordinator CBA
Leave a comment