Kasus PHK Masih Marak, Disnaker Kabupaten Bogor Dinilai Lelet, Terkesan Lebih Memihak Pengusaha

Dok.KM

BOGOR (KM) – Sebagaimana telah diberitakan media ini sebelumnya, maraknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah perusahaan di Kabupaten Bogor hingga kini masih belum menemukan titik penyelesaian. Banyak perusahaan yang melakukan PHK sepihak tanpa membayarkan hak-hak pekerja, termasuk gaji dan pesangon yang seharusnya diterima.

Akibatnya, tumpukan laporan kasus PHK semakin menumpuk di meja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bogor, sementara proses penyelesaian melalui mekanisme bipartit maupun tripartit dinilai berjalan lambat dan tidak maksimal.

Upaya media ini untuk melakukan konfirmasi langsung ke pihak terkait di Disnaker pun belum membuahkan hasil. Beberapa pejabat disebut sulit ditemui di kantor dengan alasan sering dinas luar. Di antaranya, Ning, pejabat pembina serikat pekerja dan pengupahan, serta Kabid HI Syaker Smir, yang berulang kali dihubungi namun tidak memberikan tanggapan.

Sebagai pejabat pembina serikat pekerja, Ning sejatinya memiliki peran strategis sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa antara buruh dan perusahaan.

Namun, sejumlah pihak menilai perannya tidak cukup berpihak kepada pekerja, sehingga berbagai kasus PHK terus berlarut-larut tanpa kejelasan penyelesaian.

Sorotan keras datang dari pemerhati sosial ketenagakerjaan dan pembangunan sekaligus jurnalis senior, Johnner Simanjuntak. Menurut Johnner, sikap pemerintah Kabupaten Bogor, khususnya Disnaker, terkesan lebih memihak pengusaha daripada buruh.

“Jika pihak Disnaker benar-benar menjalankan kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang, mestinya mereka dapat menekan pengusaha agar segera memenuhi kewajiban membayar hak-hak pekerja. Jangan biarkan pengusaha seenaknya mencari alasan untuk menghindar dari tanggung jawab,” tegas Johnner. Kamis (30/10/2025).

Ia menambahkan, masih banyak kasus PHK yang sudah bertahun-tahun tidak terselesaikan. Padahal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah mengatur secara tegas hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja.

“Kasihan para buruh. Banyak di antara mereka yang berbulan-bulan tidak menerima upah, belum lagi pesangon yang tak dibayarkan. Sementara pengusaha sibuk melobi pejabat pemerintah,” ujarnya.

Selain kasus PHK, berbagai persoalan lain di sektor ketenagakerjaan juga masih sering diabaikan. Misalnya, upah yang masih di bawah ketentuan UMR, ketidakikutsertaan pekerja dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta jam kerja yang melebihi ketentuan.

Kondisi ini tentu memprihatinkan dan menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk lebih serius melakukan pembenahan, evaluasi, dan monitoring di lapangan, bukan hanya menunggu laporan datang ke kantor.

“Lebih baik melakukan pencegahan sebelum masalah muncul. Pemerintah harus berani jujur dan berpihak pada rakyat pekerja — baru bisa disebut hebat!” tutupnya.

Reporter: Gats
Editor: Drajat

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.