Ekonom Desak Audit Investigasi Proyek Kereta Cepat: “Jangan Bebani APBN!”

JAKARTA (KM) — Ekonom senior Prof. Antony Budiawan, menilai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) harus segera diaudit secara investigatif. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pembiayaan, bunga pinjaman, hingga pembengkakan biaya yang berpotensi merugikan negara.

“Sejak awal, proyek ini tidak visibel secara ekonomi. Biaya pembangunannya dua kali lipat lebih tinggi dibanding proyek serupa di China, padahal medannya jauh lebih mudah,” ujar Antoni dalam diskusi Madilog yang diunggah ke kanal YouTube, baru-baru ini.

Ia menyebut, proyek KCJB yang semula berbiaya 6 miliar dollar AS kini membengkak menjadi 7,2 miliar dollar AS. “Cost overrun sebesar 1,2 miliar dollar AS itu tidak normal. Harus dilihat siapa yang menanggungnya, apakah kontraktor atau konsorsium,” tambahnya.

Bunga Pinjaman Berat

Antony menyoroti besarnya bunga pinjaman dari China Development Bank (CDB) yang mencapai 2–3 persen per tahun. Angka ini, menurutnya, jauh lebih tinggi dibandingkan tawaran Jepang yang hanya 0,1 persen.

“Perbandingannya bisa 20 kali lipat. Beban bunga ini membuat proyek sulit mencapai titik impas,” ujarnya.

Dengan beban bunga tersebut, Antony memperkirakan Indonesia harus menanggung pembayaran bunga sekitar Rp2 triliun per tahun, sementara pendapatan dari tiket belum cukup menutup biaya operasional.

“Pendapatan dari tiket sekitar Rp1,5 triliun per tahun. Itu pun jika jumlah penumpang stabil tinggi, sesuatu yang sulit tercapai,” katanya.

Jangan Gunakan APBN

Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa, yang menegaskan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak digunakan untuk menalangi utang proyek tersebut, dinilai Antoni sudah tepat.

“Modelnya business to business (B2B). Kalau APBN ikut menanggung, itu pelanggaran undang-undang APBN,” jelasnya.

Ia menduga muncul upaya untuk mengalihkan beban proyek ke APBN, baik melalui skema langsung maupun tidak langsung. Karena itu, ia menekankan perlunya pengawasan ketat publik dan DPR.

“Ini bukan persoalan bisnis biasa. Ini persoalan yang sejak awal bermasalah, dari penentuan mitra hingga pembiayaan,” ujarnya.

Perlu Audit Khusus

Antony menilai, pemerintah dan DPR perlu membentuk satuan tugas khusus (task force) untuk melakukan audit investigatif atas proyek tersebut, dengan melibatkan lembaga independen dan unsur masyarakat sipil.

“Audit harus transparan. Siapa auditornya, apa hasilnya, semua harus dibuka ke publik. Jangan hanya klaim sudah diaudit tanpa bukti,” katanya.

Ia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut menelusuri kemungkinan adanya mark-up atau aliran dana tidak wajar dalam proyek tersebut. “Kalau memang ada indikasi kerja sama antara pihak Indonesia dan kontraktor dari China dalam mark-up, mereka harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

DPR Diminta Tidak Diam

Menurut Antony, hingga kini DPR belum menunjukkan langkah konkret untuk menindaklanjuti persoalan ini.

“Seharusnya DPR proaktif. Ini bukan soal menyelamatkan proyek, tapi menegakkan hukum dan transparansi,” katanya.

Ia menambahkan, rezim pemerintahan saat ini tidak lagi memiliki beban politik terhadap keputusan masa lalu, sehingga semestinya dapat bersikap objektif.

“Kalau memang bersih, buktikan dengan membuka semua data dan menghentikan wacana penggunaan APBN untuk menutup kerugian,” ujar Antony. (Sumber: https://youtu.be/lnhOlV_JZmU?si=VAEdteLfYgVhHh8B)

 

Reporter: rso

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*


KUPAS MERDEKA
Privacy Overview

This website uses cookies so that we can provide you with the best user experience possible. Cookie information is stored in your browser and performs functions such as recognising you when you return to our website and helping our team to understand which sections of the website you find most interesting and useful.