Dugaan Kekerasan PT. TPL Kepada Masyarakat, Korwil I GMKI SUMUT-NAD Desak Kapolda Tangkap Pelaku
MEDAN (KM) – Beredar foto dan video di platform media sosial dugaan kekerasan yang kembali dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (22/09/2025) kepada masyarakat yang menimbulkan 5 orang luka-luka, pengrusakan 6 unit sepeda motor dan posko milik masyarakat adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Berdasarkan informasi yang beredar, dugaan kekerasan dilakukan oleh security PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL), pekerja Buruh Harian Lepas (BHL) dan preman bayaran. Mereka berkumpul di sekitar wilyah adat Sihaporas (Buttu Pangaturan). Orang-orang suruhan tersebut, berjumlah sekitar 150 orang dengan berpakaian seragam security menggunakan helm dan membawa pentungan kayu panjang berserta tameng.
Menyikapi kejadian tersebut, Koordinator GMKI Wilayah I SUMUT-NAD Mendesak Kapolda Sumatera Utara untuk segera menangkap pelaku kekerasan kepada masyarakat tersebut.
“Sangat miris kita lihat masyarakat kembali dianiaya oleh orang-orang yang diduga suruhan PT TPL, ini bukan persoalan baru, sudah lama masyarakat ditindas. Negara harus hadir dan mengambil sikap untuk menindak dan mengadili PT Toba Pulp Lestari. Maka dari itu saya mendesak Kapolda Sumatera Utara untuk segara menangkap pelaku yang melakukan kekerasan kepada masyarakat,” tegas Chrisye Sitorus, Korwil I GMKI Sumut-NAD.

Lebih lanjut, Chrisye Sitorus juga mendesak Mentri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, untuk segera mencabut izin PT Toba Pulp Lestari.
“Krisis ekologi yang dilakukan PT TPL mengakibatkan terjadinya deforestasi, pencemaran air, perusakan alam, bahkan bencana alam seperti tanah longsor. Penghancuran hutan yang tadinya hutan alam menjadi tanaman eukaliptus berdampak pada kerusakan lingkungan, tidak hanya untuk masyarakat sebagai pemilik hutan, tapi juga berdampak ke daerah lainnya,” ungkapnya.
“Seperti yang terjadi di Huta (kampung) Napa, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, setelah penghancuran hutan yang dilakukan oleh PT TPL menyebabkan sumber air minum “Aek Nalas” yang peruntukannya untuk sumber air minum masyarakat di desa dan juga kecamatan Sipahutar membuat air sering berlumpur dan kuning. Dan mengingat konsesi PT TP berada dalam kawasan hutan dan bergerak di bidang hutan tanaman industri, maka sudah sepatutnya pemerintah mencabut izin PT TPL dan mempertimbangkan asas penyelenggaraan kehutanan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan),” ujar Chrisye Sitorus.
PT TPL juga diduga bekerja secara tidak sah (illegal), karena berada dan beroperasi di atas kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung, HPK dan APL. Selain itu, pemberian izin PT TPL yang merujuk pada TGHK dijalankan dengan proses ketidakpatuhan terhadap amanat pengukuhan kawasan hutan, karena tidak melibatkan masyarakat adat di Kawasan Danau Toba. Hal tersebut bertentangan dengan peraturan Kehutanan dan Agraria di mana PT TPL seharusnya dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat pada tindakan pidana.
Isu PT TPL kini sudah menjadi amarah publik. Koordinator Wilayah I GMKI Sumut-NAD, ,Chrisye Sitorus, menyatakan akan meakukan aksi demontrasi serentak bersama Cipayung Plus Sumatera Utara serukan penutupan PT TPL
“Saya bersama teman-teman seperjuangan Cipayung Plus Sumatera Utara akan lakukan aksi besar-besaran untuk segera meminta pemerintah menutup PT TPL dan saya juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk hadir bersama-sama, kita perjuangkan agar segera PT Toba Pulp Lestari ditutup,” pungkas Chrisye Sitorus.
Reporter: Red
Editor: Drajat
Leave a comment