KUPAS Investigasi Endus Skandal Korupsi di Barito Selatan, Kalteng

Kantor Bupati Barito Selatan, Kalimantan Tengah (dok. Arief Rahman Saan/Wikimedia)
Kantor Bupati Barito Selatan, Kalimantan Tengah (dok. Arief Rahman Saan/Wikimedia)

JAKARTA (KM) – Diduga ada skandal beraroma korupsi dan pelanggaran puluhan perundang-undangan di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah (Kalteng), terkait menyusul beredarnya dokumen-dokumen tentang keberanian Bupati dan DPRD setempat dalam mengesahkan APBD Perubahan 2015.

Padahal, tidak ada persetujuan dari Gubernur Kalteng, karena banyak item penggunaan anggaran yang dinilai tidak realistis.

Bupati Barito Selatan M.Farid Yusran maupun ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan Tamarzam tidak mengangkat telepon selulernya ketika KM berulang kali berusaha mengkonfirmasinya pada Sabtu 19/11/2016 malam.

Setali tiga uang, Wakil Ketua DPRD, Rayuhani juga tidak merespon ketika dihubungi melalui telepon maupun WhatsApp.

Sementara itu, tenaga ahli DPRD Barito Selatan, Adi Suwono, yang mengetahui proses penetapan APBD-P 2015 yang diduga penuh permasalahan yuridis dan berindikasi korupsi itu, tidak bersedia memberikan keterangan.

“Minta maaf, saya tidak bisa memberikan keterangan, atas mama tim ahli berjumlah lima orang, dan kalau memberikan keterangan harus sepengetahuan Ketua DPRD. Pertanyaannya, tidak ada yang salah,” kilah Adi Suwono singkat.

Sementara Wakil Bupati Barito Selatan, Ati Judir, mengaku tidak mengetahui permasalahan tersebut karena dirinya tidak pernah dilibatkan dalam berbagai pekerjaan di kabupaten itu.

Dirinya “bersyukur tidak terlibat, ada banyak hal yang tidak (pernah) dilibatkan,” kata Ati Judir, yang berasal dari Surabaya itu.

Hal lain, apakah penetapan APBD-P 2015 yang sangat tergesa-gesa dan tidak menunggu persetujuan Gubernur Kalteng tersebut dikarenakan adanya proyek-proyek yang disinyalir sarat korupsi, seperti pembangunan jembatan sungai Ihi, yang bernilai Rp. 11,55 miliar?

“Saya benar-benar tidak tahu, karena saya tidak pernah dilibatkan dalam proyek-proyek tersebut jadi saya tidak bisa menjelaskan,” kata Ati Judir singkat.

Sementara dalam dokumen-dokumen yang diterima tim investigasi KM, pejabat Gubernur Kalteng waktu itu, Hadi Prabowo, mengeluarkan SK NO 188.44/639/2015 tentang Hasil Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten Barito Tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 dan Rancangan Peraturan Bupati Barito Selatan Tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Surat keputusan tertanggal 17 November 2015 itu memutuskan, intinya meminta Bupati dan DPRD Barito Selatan menindaklanjuti hasil evaluasi sesuai lampiran dalam SK Gubernur Kalteng tersebut. Apabila tidak, maka Gubernur Kalteng akan membatalkan APBD-P 2015 dan menyatakan berlakunya pagu anggaran APBD Induk/Murni Tahun Anggaran 2015.

SK Gubernur Kalteng yang ditembuskan ke Mendagri, Ketua BPK Perwakilan Kalteng dan Bupati Barito Selatan itu juga disertakan lampiran berisi evaluasi terhadap rancangan APBD-P 2015 yang diajukan oleh eksekutif dan legislatif di Barito Selatan.

Sementara itu, tanpa menunggu hasil evaluasi lanjutan, Ketua DPRD Barito Selatan, Tamarzam, tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan mengejutkan pada 19 November 2015 atau hanya dua hari setelah Gubernur Kalteng mengeluarkan SK.

SK DPRD Kabupaten Barito Selatan Nomor 10 Tahun 2015 berisi tentang “Penyesuaian Hasil Evaluasi Gubernur Kalimantan Tengah Tentang Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten Barito Selatan Tentang Perubahan APBD Tahun 2015 dan Rancangan Peraturan Bupati Barito Selatan Tentang Penjabaran APBD Perubahan Tahun 2015”.

Pengeluaran SK DPRD ini diduga kuat tanpa didahului dengan mengirimkan hasil evaluasi rancangan APBD-P 2015 lanjutan seperti permintaan Gubernur Kalteng, dan tanpa menunggu persetujuan Gubernur Kalteng. Keputusan DPRD untuk mengesahkan APBD-P 2015 itu disinyalir telah melanggar sedikitnya 11 undang-undang dan puluhan peraturan pemerintah maupun peraturan Menteri Dalam Negeri.

Perundang-undangan yang diduga ditabrak antara lain UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU MD3, UU Pemerintahan Daerah hingga Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pelanggaran terhadap perundang-undangan tersebut terancam pidana minimal 5 tahun penjara. Jeratan pasal-pasal terkait kasus penetapan APBD-P yang diduga ilegal itu bisa berlapis apabila ditemukan sinyalemen korupsi pada proyek-proyek di Kabupaten Barito Selatan.

Ada dugaan persengkokolan jahat dalam mengeluarkan SK DPRD ini karena terciumnya aroma korupsi di berbagai proyek di Kabupaten Barito Selatan. Indikasi tersebut semakin diperkuat dengan hasil evalusi Gubernur Kalteng yang mengoreksi hampir semua item usulan yang terdapat dalam rekening atau dikenal dengan istilah satuan tiga, karena dinilai tidak rasional dan tidak efesien.

Sementara Mendagri Tjahjo Kumolo ketika di konfirmasi melalui pesan singkat, belum memberikan tanggapan.

Hal yang sama dengan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Sofyan Effendi, maupun dengan Dirjen Otomomi Daerah, Sumarsono. (Indra Falmigo)

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*