Akademisi dan Guru Besar UGM Serukan Penolakan Terhadap Dinasti Politik
YOGYA (KM) – Puluhan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, masyarakat sipil, alumni, seniman, dan budayawan Yogyakarta berkumpul di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam sebuah gerakan yang bertajuk “Kampus Menggugat, Tegakkan Etika dan Konstitusi, Perkuat Demokrasi”pada Selasa (12/3).
Gerakan ini mengajak kalangan akademisi dari seluruh universitas untuk bersama-sama mengembalikan etika dan konstitusi yang dinilai telah terkoyak selama lima tahun terakhir oleh perilaku pemerintah.
Salah satu poin penting dalam pernyataan sikap mereka adalah penolakan terhadap politik dinasti. Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Kuntjoro, menyatakan bahwa rakyat Indonesia telah menjadi korban pembodohan oleh pemerintah.
“Sekarang kita prihatin. Apakah negeri ini akan kita bawa ke negeri yang semena-mena, yang tidak ada aturan. Negeri yang semaunya sendiri. Kemerdekaan diatur punya aturan, tapi aturan dengan mudah dilanggar,” ungkap Kuntjoro.
Sementara itu, Guru Besar Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo menegaskan bahwa dinasti politik tidak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi.
“Politik dinasti tidak boleh diberi ruang dalam sistem demokratis,” tegas Wahyudi.
Selain itu, muncul pula seruan untuk membentuk Pengadilan Rakyat guna mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024. Dosen Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar, mendorong dibentuknya Pengadilan Rakyat ini.
Sebelumnya, Refly Harun juga telah mendorong parlemen jalanan untuk menekan DPR agar menggulirkan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan tersebut.
Seruan-seruan ini disampaikan dalam acara gerakan Kampus Menggugat di Balairung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Selain perwakilan dari sejumlah universitas, acara ini juga dihadiri oleh Zainal Arifin Mochtar, Wakil Rektor UGM Arie Sudjito, Guru Besar Psikologi UGM Prof Koentjoro, dan seniman Butet Kartaredjasa.
Reporter: rso
Editor: red
Leave a comment