‘Staycation’ Jadi Syarat Perpanjang Kontrak Karyawan, Ini Kata Kemenaker
JAKARTA (KM) – Kementerian Ketenagakerjaan menelusuri kebenaran informasi terkait syarat staycation (menginap di hotel) bersama atasan bagi pekerja perempuan jika ingin kontrak kerja diperpanjang. Oknum perusahaan itu disebut-sebut berada di area Cikarang.
Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi mengatakan dalam menelusuri informasi tersebut pihaknya melalui Pengawas Ketenagakerjaan bekerja sama dengan dinas tenaga kerja (Disnaker) daerah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bekasi.
“Hari ini tim pengawas ketenagakerjaan turun untuk meneliti kebenaran berita tersebut dengan berkoordinasi bersama Disnaker Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bekasi,” kata Anwar, Jumat (5/5).
Namun ia belum bisa memastikan siapa oknum perusahaan tersebut mengingat penelusuran juga baru dimulai. Dia janji terkait hasilnya nanti akan diumumkan ke publik.
“Untuk perusahaannya belum dipastikan perusahaan apa. Kita akan telusuri perusahaan mana yang melakukan. Nanti hasilnya kita kabari,” ucapnya, dilansir detik dot com.
Jika benar terjadi, Kemnaker memastikan tidak akan segan-segan mengambil tindakan terhadap oknum yang melakukan perbuatan tersebut atau perusahaannya.
“Tentu jika benar terjadi pelecehan maka dapat dilakukan penindakan terhadap oknum yang melakukan dan atau korporasinya,” tegasnya.
Menurutnya, syarat staycation sebagai perpanjangan kontrak kerja merupakan bagian dari tindakan pelecehan seksual. Pihaknya mengecam keras tindakan tersebut.
“Ini jelas bagian dari tindakan kekerasan pelecehan seksual jika benar terjadi. Tindakan hukum harus dilakukan dan juga perlu dimasifkan sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja,” ujarnya via detik dot com.
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengutuk keras tindakan oknum manajemen perusahaan di Cikarang yang diduga memberikan syarat karyawan perempuan untuk staycation (menginap di hotel) bersama atasan jika ingin kontrak kerja diperpanjang. Pihaknya meminta pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Ini tindakan biadab yang tidak bisa dimaafkan oleh siapapun. Biadab karena pelaku telah melakukan pelecehan seksual, eksploitasi manusia dan melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak,” kata Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, Jumat (5/5/2023).
“Aparat kepolisian harus secara tuntas, mengusut dan mengungkap pelakunya serta menghukum pelaku dengan sanksi seberat-beratnya,” tambahnya.
Presiden Women Committee UNI Asia Pacific, sebuah federasi serikat pekerja internasional ini menegaskan bahwa kasus serupa sudah banyak terjadi di lapangan. Kebanyakan dari korban tidak berani melaporkan.
“Saya yakin kalau dibandingkan dengan angka ada 1.000 kasus seperti ini tapi hanya 1 yang mau melaporkan ini pun karena viral. Sesungguhnya ini seperti bara dalam sekam, nunggu bom waktu saja, banyak fenomena ini,” ungkapnya.
Banyak faktor mengapa korban pelecehan seksual tidak mau buka suara. Sepanjang pengalamannya mengadvokasi pekerja perempuan ketika dilecehkan, mereka tidak mau melapor karena malu.
“Dari sisi lingkungan sekitar justru mereka yang korban ini di-bully, banyak dipojokkan. Dituduh sebagai perempuan nggak benar, bukanya sebagai korban malah sebagai pihak yang memang pemancing, artinya itu yang kemudian mereka tidak mau melapor terhadap apa yang terjadi pada mereka,” ucapnya.
Faktor lainnya karena korban minim bukti dan terancam dipecat. Di sisi lain korban pelecehan seksual yang masih bertahan karena kebutuhan ekonomi.
“Kalau mereka mau lapor khawatir malah dituduh sebagai perbuatan fitnah, pencemaran nama baik dan sebagainya. Malah mereka yang jadi korban diancam tuduhan balik, kemudian mereka akhirnya dipecat,” imbuhnya.
Ia meminta agar para korban pelecehan seksual diberikan jaminan perlindungan hukum, termasuk dalam memberikan kesaksian atas kasus ini. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan diminta segera turun ke lapangan.
“Tindak tegas perusahaan yang tidak mampu memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada pekerjanya, khususnya hak-hak pekerja perempuan!,” tegasnya.
Selain itu, agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) segera membentuk Tim Khusus untuk membantu para korban pelecehan seksual agar mereka terlindungi keselamatan diri dan keluarganya, serta dalam menuntut keadilan hukum.
Reporter: Marss/ kur
Editor: redaksi
Leave a comment