Kecelakaan Maut di Jalan Sultan Agung Bekasi, Pengamat Sesalkan Lemahnya Pengawasan Aparatur Lalu Lintas
BEKASI (KM) – Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan mengatakan bahwa kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, Kota Bekasi pada Rabu (31/8/2022) terjadi lantaran aparat tidak belajar dari kasus serupa di Jalan Transyogi, Cibubur beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Kepolisian dan Dinas Perhubungan Kota Bekasi diduga lalai dalam persitiwa yang terjadi di Jalan Sultan Agung itu. Dalam waktu yang berbeda 3 jam, kejadian serupa juga terjadi di Jalan Ahmad Yani, Pekayon, Bekasi Selatan, di mana satu buah truk bertonase besar melintas dan menabrak pengendara jalan sekitar.
“Harusnya mereka bisa belajar dari kasus Transyogi waktu itu, bagaimana agar tidak lalai dan terjadi kecelakaan serupa. Menurut saya ini pengawasan yang lemah dari pemerintah daerah setempat dan kepolisian, sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran yang berujung kecelakaan,” tegas Tigor.
Menurut Tigor, Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan sudah menjelaskan jam operasi pengemudi kendaraan seperti truk bermuatan. Adapun mengenai peraturan lainnya adalah kententuan yang dibuat oleh masing-masing daerah.
“Seperti kontainer, truk atau alat-alat berat itu kan sudah diatur. Dia hanya bisa melintas di waktu-waktu tertentu semisal pukul 20.00 WIB hingga 06.00 WIB atau pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB. Kenapa harus jam segitu, karena saat itu jalanan kan sudah longgar dan tidak ramai, sehingga mengantisipasi kecelakaan,” jelasnya.
“Sementara yang terjadi di Kota Bekasi kan itu udah jam 10 pagi. Nah di Kota Bekasi itu, ada enggak larangan untuk melintas di jalan tersebut? Kalau ada kenapa bisa lolos? Sudah itu kenapa ada menara BTS di atas lahan fasum itu, sehingga saat tertabrak, roboh dan menimpa kendaraan lain dan menyebakan pengemudinya meninggal,” lanjutnya.
Tigor juga meminta kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) agar transparan dalam melakukan investigasi kecelakaan yang terjadi. Jika ditemukannya pelanggaran pada perusahaan, agar diberikan sanksi tegas untuk pelajaran bagi perusahaan angkutan jalan lainnya.
“Saya berharap KNKT dalam proses investigasinya nanti bukan hanya memeriksa sopirnya saja. Jika karena sopirnya yang lalai atau mengantuk, maka dilihat juga waktu kerja si sopir, apakah dia bekerja melebihi 8 jam? Kalau melebihi 8 jam, maka perusahaan perlu diberikan sanksi juga karena undang-undang sudah mengatur terkait jam kerja,” ujarnya.
“Selain itu, jika perusahaan tersebut tidak melakukan pengecekan rutin terhadap kendaraan yang dimilikinya itu, maka murni ini kesalahan perusahaan dan jika perlu cabut izin operasionalnya,” pungkas Tigor.
Reporter : Den
Editor : Sudrajat
Leave a comment