KUPAS KOLOM: Calon Presiden PDIP, Puan atau Ganjar?

Uchok Sky Khadafi, Pengamat Politik Anggaran

Oleh Uchok Sky Khadafi, Pengamat Politik Anggaran

Banyak orang mengira PDIP akan menjadi jomblo. Argumennya, di saat partai-partai lain sudah mulai mengerucut capres dan cawapresnya. Nasdem mengumumkan tiga calon: Anies, Ganjar dan Andika. Golkar, PPP dan PAN membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). KIB sepertinya hendak mencalonkan Airlangga-Erick Thohir atau Ganjar-Erlangga. Gerindra-PKB bersepakat mencalonkan pasangan dua ketua umumnya. Bisa Prabowo-Muhaimin atau Muhaimin-Prabowo. PKS kemungkinan mencalonkan Anies. Demokrat bisa gabung di tiga koalisi yang sedang dibangun. Lalu, PDIP sampai hari ini belum jelas.

Begitulah hitung-hitungan dari mereka yang tidak mendalami situasi politik faktual yang sedang dialami PDIP. Padahal PDIP memiliki tahapan poltik yang jelas. Misalnya, tanggal 21 Juni besok akan menyelenggarakan Rakernas. Salah satu yang hendak dibahas tentu soal capres dan cawapres.

Calonnya pun sudah tersedia. Ada Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Puan jelas memiliki kualifikasi lebih dari cukup untuk menduduki jabatan presiden. Tokoh berkharisma, sarat dengan pengalaman dan memiliki modal pembiayaan kampanye yang cukup.

Puan pernah menjadi Ketua Fraksi di DPR RI dan sekarang sebagai Ketua DPR RI. Jika menganut teori Trias Politica, Puan sekarang adalah pemimpin tertinggi Indonesia di bidang legislatif (Jokowi pemimpin tertinggi di bidang eksekutif). Sebelumnya, Puan menjadi menteri bukan sembarang menteri, tetapi menteri koordinator (Menko) yang membawahi menteri-menteri.

Satu hal yang tidak dimiliki tokoh-tokoh politik sekarang adalah trah atau garis keturunan linier dari kakek yang seorang presiden sekaligus proklamator kemerdekaan RI. Lebih lengkap lagi, dia juga anak presiden. Memang ada anak presiden yang menjadi tokoh partai, yakni AHY, tetapi AHY bukanlah cucu tokoh nasional atau cucu presiden dan proklamator.

Kalau dituntut untuk membiayai kampanye, Puan tidak akan kesulitan. Karena suaminya adalah pengusaha sukses di bidang telekomunikasi.

Pendek kata, Puanlah satu-satunya tokoh yang lengkap memenuhi kualifikasi sebagai pemimpin nasional. Karena di samping faktor keturunan, pengalaman, juga kekayaan.

PDIP juga memiliki Ganjar Pranowo, kader andal yang selalu berada di barisan puncak calon presiden di semua hasil survey. Ganjar menjadi idola anak muda, karena life stylenya yang cukup adaptif terhadap perkembangan teknologi. Dia suka naik sepeda dan suka bermedsos. Sehingga wajar kalau dia populer dan disukai kaum digitalis.

Hal lain yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan PDIP dalam menentukan kader yang layak berlaga di Pilpres 2024. Yakni, loyalitas terhadap partai, yang dalam hal ini sudah ditunjukkan oleh Ganjar. Jika di hari-hari kemarin Ganjar tampak jalan sendiri menggalang kekuatan untuk dukungan pencapresannya. Langkah yang wajar dilakukan sebagai bentuk kreativitas kader partai.

Pada saat yang sama, Puan juga berusaha memoles diri untuk bisa tampil sebagai capres. Kebetulan elektabilitas Puan tidak semoncer Ganjar. Ini yang membuat gusar para elite PDIP yang lebih cenderung mendukung Puan. Ganjarpun dianggap melakukan tindakan indisipliner dan insubordinasi. Terjadilah situasi cukup panas di PDIP, sampai muncul istilah kader banteng dan kader celeng.

Beruntung, situasi bisa diredam dan dikendalikan oleh “kharisma Ibu”. Ganjar menyadari pentingnya koordinasi dalam satu komando Ibu pada setiap langkah politik. Ganjar kembali menunjukkan loyalitasnya terhadap partai. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan di Sekolah Partai PDIP. Ketika disebut menjadi salah satu capres oleh Nasdem, Ganjar terlihat dingin dan tidak antusias dengan mengatakan “Saya kan PDIP.”

Pada kesempatan lain dia menegaskan kesiapannya untuk tunduk pada supremasi partai yang menaunginya. “Nurut apa kata Ibu.” Tampaknya, Ganjar sudah dianggap taubat dan bisa diterima seutuhnya di pangkuan partai dan bisa mewakili PDIP dalam Pilpres.

Faktanya, Ganjar menjadi tokoh PDIP yang bisa menjadi andalan dalam menghadapi Pilpres 2024. Pengalaman dua periode menjadi gubernur sangat berharga sebagai modal memimpin negara. Apalagi Ganjar juga mantan anggota DPR RI, walaupun puncak kariernya sebatas Wakil Ketua Komisi. Tetapi cukup bisa menjadi dukungan modal dalam menjalankan tugas pemerintahan terutama dalam menghadapi atau bermitra dengan Parlemen.

Dengan dua tokoh yang layak berkontestasi dalam Pilpres yang akan datang, PDIP terlihat tenang dan tidak kesusu. Situasi ini cukup meyakinkan para pengurus, aktivis dan simpatisan PDIP bahwa partainya sangat siap menghadapi Pilpres.

Para tokoh PDIP juga terus mengobarkan semangat bahwa partainya sangat berkelas. PDIP menjadi satu-satunya partai yang bisa mengusung sendiri capres-cawapres. Sehingga untuk pencalonannya, PDIP tidak butuh uluran dukungan dan partisipasi dari partai lain.

Kalau selama ini masih diam, karena memang PDIP tidak memerlukan langkah apapun seperti partai-partai lain. Partai-partai lain banyak bermanuver, saling berinteraksi dan lobby demi membentuk koalisi agar mampu memenuhi president threshold. Nah, PDIP bisa jalan sendiri karena dirinya sudah memenuhi presidential threshold tersebut.

Puan-Ganjar atau Ganjar-Puan

Ada kesulitan kecil yang sedang dihadapi PDIP. Yakni menentukan komposisi calonnya, apakah Puan sebagai capres dan Ganjar sebagai cawapres. Atau sebaliknya Ganjar yang capres dan Puan sebagai cawapres.

Mayoritas tokoh di tingkat pusat menginginkan Puanlah yang harus diposisikan sebagai capres. Di samping tingkat kelayakan yang lengkap seperti dituturkan di depan, juga karena posisi struktural sekarang, Puanlah yang menjadi penggerak partai. Sementara Ganjar bisa disebut tokoh agak pinggir di dalam partai, karena intensitasnya rendah di pusat, akibat konsentrasi Ganjar kepada tugas sebagai gubernur.

Pada sisi yang lain, Ganjar banyak mendapat dukungan dari tokoh PDIP daerah. Mengingat popularitas dan elektabilitas Ganjar menurut hasil survey jauh melampaui Puan.

Kedaulatan Partai

Menghadapi situasi ini, Ibu Megawati sangat menentukan keputusan akhirnya. Sepanjang yang kita tahu, Ibu Mega masih belum banyak bicara di publik. Jika kita mencoba menduga-duga apa yang sedang disiapkan Bu Mega dan hendak disampaikan dalam pengarahannya kepada para pengurus dan kadernya. Mungkin Bu Mega akan memberikan rambu-rambu tegas sebagai berikut:

Rambu-rambu pertama, kedaulatan partai tidak boleh terkalahkan oleh kekuatan oligarki. Maknanya, PDIP sebagai partai besar dan satu-satunya yang memenuhi syarat presidential thershold, harus memimpin Indonesia. PDIP tidak boleh lagi mengalami nasib seperti pilpres-pilpres sebelumnya, di mana sebagai pemenang Pemilu harus merelakan kursi presiden untuk orang lain.

Sikap Bu Mega bisa dimengerti, karena memang perjalanan sejarah PDIP tidak terlalu menggembirakan. Sejak reformasi, PDIP telah tiga kali memenangkan pemilu, yakni 1999, 2014 dan 2019. Tetapi PDIP tidak pernah benar-benar bisa mengusung calonnya menjadi presiden.

Di awal reformasi, 1999, Ibu Mega gagal menjadi presiden dikalahkan oleh gerakan Amien Rais dengan koalisi Poros Tengah, dan yang menjadi presiden adalah Gus Dur. Kemudian pada Pemilu 2014 dan 2019 PDIP harus rela menyerahkan “jatah” kursi presidennya kepada Jokowi.

Terutama di Pilpres 2014, sejatinya PDIP bisa dikatakan terpaksa mencalonkan Jokowi. Karena hampir semua kader PDIP menginginkan Bu Mega yang menjadi presiden. Tapi bisa jadi karena alasan tekanan oligarki melalui pembentukan opini publik, menjadikan PDIP luluh.

Karena itu, PDIP tidak boleh lagi menyerahkan lehernya kepada para pemilik modal. Mungkin Ibu Mega berpikiran, jika kekuasaan dikendalikan pemilik modal, akan tumbuh membesar dan meninggalkan idealisme dan cita-cita pendiri negeri. PDIP tidak boleh membuat Proklamator menangis di alam baka sana.

Rambu-rambu kedua, kader PDIP harus percaya diri untuk tampil berkompetisi dengan niat yang baik, mengemban tugas mulia memimpin bangsa. Kader PDIP harus meneladani Bung Karno, siap berjuang dengan segala upaya sekaligus menanggung resiko yang hendak diterimanya. Setelah berjuang melawan dan mengalahkan penjajah Belanda, sudah sewajarnya kalau Bung Karno menjadi Proklamator sekaligus bersedia menjadi presiden dan pemimpin revolusi.

Menghadapi Pilpres 2024, harus ada kader PDIP yang siap berjuang memenangkan partai dalam proses Pileg, sekaligus siap maju dengan gagah berani menjadi calon presiden. Kelas PDIP adalah capres, bukanlah cawapres.

Bahwa senyatanya PDIP menjadi satu-satunya partai yang berhasil melampaui ketentuan presidential threshold. Berarti dapat mencalonkan presiden sekaligus wakil presiden. Karena PDIP memiliki banyak kader yang layak menjadi presiden, maka sedapat mungkin baik capres maupun cawapres bisa berasal dari internal PDIP.

Kemudian, karena ada dua nama yang sudah muncul di publik dan layak jual untuk mencalonkan diri dalam Pilpres kelak. Maka dua nama itulah yang hendak kita calonkan sebagai capres dan cawapres. Dua nama itu adalah Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.

Tentang siapa yang akan ditetapkan capres dan cawapres PDIP, harus mempertimbangkan tingkat keaktifan dan tingkat loyalitasnya terhadap partai.

Dengan memperhatikan arahan dari Bu Mega tersebut, jika hanya memperhatikan kriteria umum berkaitan dengan popularitas, kredibilitas, akseptabilitas dan kapabilitas, maka Ganjar yang layak dicalonkan presiden. Sedangkan jika penentuannya ditambah dengan ukuran loyalitas, Ganjar dianggap telah mencederai diri dengan tindakan yang dianggap indisipliner. Maka Puanlah yang layak menjadi Capres.

Bagaimana dengan Ganjar? Mudah-mudahan Ganjar sudah diterima taubatnya dan akan dicalonkan menjadi Wapres mendampingi Puan.

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*