Sengketa Tanah Seluas 3.441m² di Kamal ini Ungkap Dugaan Praktik Mafia Tanah di Jakarta

Ketua Pembina/Pendiri Dhipa Adista Justicia, Laksamana TNI (P) Tedjo Edhi Purdjiatno (dok. Rendy)
Ketua Pembina/Pendiri Dhipa Adista Justicia, Laksamana TNI (P) Tedjo Edhi Purdjiatno (dok. Rendy)

JAKARTA (KM) – Terkait adanya upaya saling klaim antara Eka Halim dengan Suryawan Santosa atas kepemilikan sebidang tanah seluas 3.441 m² yang terletak di Kampung Prepedan RT. 002/007 Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, disinyalir menjurus ke arah praktek mafia tanah.

Hal itu terindikasi setelah munculnya sertifikat atas tanah tersebut dengan nama Suryawan Sentosa (Giman) sebagaimana termuat dalam SHM Nomor 3548 dengan dasar pendaftaran berdasarkan surat keputusan Ketua Ajudikasi No.171/BAP/PAP/II/2020 yang terbit tertanggal 23 Maret 2020.

Sedangkan, berdasarkan Akta Jual Beli No. 123/2005 tertanggal 01 Agustus 2006, berikut proses balik nama dari Lie Pouw Min (pemilik) kepada Eka Halim (pembeli), melalui Kantor Pertanahan Nasional Kota Administrasi Jakarta Barat, serta dikuatkan dengan terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan No 6414/Kamal, tertera nama Eka Halim sebagai pemilik sah lahan tanah.

Guna berjuang mempertahankan hak-haknya, Eka Halim menunjuk Law Firm Dhipa Adista Justicia untuk memberikan pendampingan hukum atas perkara yang sedang dialaminya.

“Menurut kami, yang dialami oleh Eka Halim diduga kuat merupakan korban dari kejahatan oknum mafia tanah yang bertindak secara terstruktur dan sistematis yang sangat menciderai keadilan dan kepastian hukum,” ungkap pendiri Dhipa Adista Justicia, Laksamana TNI (P) Tedjo Edhi Purdjiatno dalam keterangan pers nya di Jakarta, Jumat 13/5.

Nicho Hezron, yang merupakan salah satu dari keempat advokat yang menjadi kuasa hukum Eka Halim, di tempat yang sama mengatakan, bahwa pihaknya telah mempelajari dengan seksama terkait apa yang dialami oleh kliennya. Ia bersama dengan timnya merasa optimis dalam membantu kliennya (Eka Halim) mempertahankan haknya tersebut.

“Dari semua bukti dan rentetan proses yang telah dijabarkan oleh klien kami, hingga adanya pengakuan berbagai pihak yang menguatkan, menjadikan optimis bagi kami (tim kuasa hukum) untuk dapat membantu klien kami mempertahankan haknya,” ujarnya.

Diterangkan oleh Nicho, adanya penerbitan SHM atas nama Suryawan Sentosa yang menjadi pokok persoalan ialah tidak sesuai prosedur, dan syarat-syarat yang ditentukan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepalan Badan Pertanahan Nasional Tanggal 4/5/1998 dengan No 119-XI-1998 tentang pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistimatik (Ajudikasi).

“Sertifikat tersebut tidak sah, cacat formil, karena Eka Halim dapat membuktikan sebaliknya. Adanya gugatan terdahulu yang diajukan klien kami (Eka Halim-red) atas adanya kejanggalan-kejanggalan yang salah satunya terbukti dari AJB yang diduga kuat adalah fiktif, yakni antara Suryawan Sentosa selaku pembeli, dengan Ny Suryani Darmadi d/h Tan Liang Nio, dimana AJB tidak bernomor, tidak bertanggal, dan tidak ditandatangani Camat Kalideres selaku PPAT,” bebernya.

Temuan tersebut diperkuat, lanjut Nicho, dengan adanya penjelasan dari Camat Kalideres melalui Surat Kecamatan Kalideres Nomor 956/-1711.1 Tertanggal 30 Agustus 2016, yang menyatakan AJB tersebut tidak pernah terdaftar pada Register PPAT Camat Kalideres.

Ditambahkan Nicho, pengakuan Suryawan Sentosa yang mengklaim Surat Girik (Letter C) No 315 Persil No 12 D.II Luas 4490 M2 yang berasal dari Tanah Daratan merupakan asal usul riwayat tanah, dibantah oleh Pihak Kelurahan Kamal melalui Surat Nomor 105/1.711.312 Tertanggal 03 April 2017, yang menyatakan Surat Girik tersebut tidak tercatat di Buku Catatan Girik C Kelurahan Kamal.

“Hal tersebut secara nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2), Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,” tukasnya.

“Menjadi suatu tindak pidana apabila Sertifikat Hak Milik Nomor 3548 yang ternyata mengandung cacat formil dan cacat yuridis tersebut kemudian diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah (seolah-olah benar dan tidak dipalsukan) dan ternyata Suryawan Santosa menjadikan Sertifikat Hak Milik No 3548 sebagai alat bukti yang diajukan saat agenda pembuktian di persidangan atas riwayat perkara gugatan terdahulu,” tutup Nicho.

Masih di tempat yang sama, Marusaha Hutadjulu, Tim Hukum Eka Halim menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan 6 laporan ke pihak kepolisian terhadap Suryawan Santosa dan Giman selaku terlapor di SPKT Polda Metro Jaya.

“Kami telah laporkan ke Polda Metro Jaya terhadap saudara Suryawan Santosa dan Giman, terkait beberapa dugaan tindak pidana, yang di antaranya pemalsuan akte otentik menggunakan surat/akta palsu, memberikan keterangan palsu dibawah sumpah, serta penggelapan hak atas benda tidak bergerak dan memasuki pekarangan orang lain tanpa hak izin,” ungkapnya.

Agar kejadian serupa tidak terulang, Tedjo Edhi berharap pemerintah melalui Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dapat bertindak cepat, tepat dan adil.

“Sesuai semangat PRESISI (Prediktif, Responbilitas, dan Transparasi) yang ditekankan oleh Kapolri, kami harap pihak kepolisian dapat segera mengungkap kejahatan oknum mafia tanah, supaya kejadian serupa tidak dialami oleh korban-korban lainnya,” pungkasnya.

Reporter: Red

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*