KPK Tahan dan Tetapkan Bupati Bintan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Barang Kena Cukai

Penetapan AS, Bupati Bintan Periode 2016-2021 dan MSU, Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan sebagai tersangka dalam konferensi pers KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis malam 12/8/2021 (dok. Hari Setiawan Muhammad Yasin/KM )
Penetapan AS, Bupati Bintan Periode 2016-2021 dan MSU, Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan sebagai tersangka dalam konferensi pers KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis malam 12/8/2021 (dok. Hari Setiawan Muhammad Yasin/KM)

JAKARTA (KM) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi, perbuatan melawan hukum dan/atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyelenggara negara terkait pengaturan Barang Kena Cukai (BKC) dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018.

Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data serta ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan pada bulan Februari 2021.

“KPK menetapkan (AS) Bupati Bintan periode 2016–2021 dan (MSU) Plt. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK di Jakarta, Kamis 12/8.

“Maka untuk kepentingan penyidikan, pada hari ini dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik, masing-masing untuk selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 12 Agustus 2021 sampai dengan 31 Agustus 2021,” lanjutnya.

AS ditahan di rutan di Gedung Merah Putih, dan MSU ditahan di rutan di Kavling C1 Gedung ACLC.

“Maka, sebagai langkah antisipasi penyebaran virus covid-19 di lingkungan rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri di rutan KPK Kavling C1 pada gedung ACLC,” jelasnya.

Alexander juga menuturkan bahwa dalam konstruksi perkara tersebut, diduga telah terjadi pada tanggal 4 Desember 2015, diketahui Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat No. S710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang antara lain isinya memberikan teguran kepada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan oleh BP Bintan pada tahun 2015 adalah lebih besar dari yang seharusnya.

Dijelaskan juga, pada tanggal 17 Februari 2016, AS dilantik menjadi Bupati Bintan, yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.

“Selanjutnya di awal Juni 2016 bertempat di salah satu hotel di Batam, AS memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan dan dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh AS dari para pengusaha rokok yang hadir,” ungkapnya.

“Menindaklanjuti pertemuan tersebut, (AS) dengan inisiatif pribadi kemudian melakukan penggantian personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (Ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan MSU sebagai Wakil Kepala BP Bintan, yang kemudian pada Agustus 2016, Azirwan mengajukan pengunduran diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh (MSU),” beber Alexander.

Kemudian, atas persetujuan (AS) dilakukan penetapan kuota rokok dan MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian; 1. Gol. A sebanyak 228.107,40 liter, 2. Gol. B sebanyak 35.152,10 liter, dan 3. Gol. C sebanyak 17.861.20 liter.

Selanjutnya, pada Mei 2017 bertempat di salah satu hotel di Batam, (AS) kembali memerintahkan untuk mengumpulkan serta memberikan pengarahan kepada para distributor rokok sebelum penerbitan Surat Keputusan (SK) Kuota Rokok Tahun 2017.

Adapun di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA (minuman mengandung etil alkohol), dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi (AS) sebanyak 15.000 karton, (MSU) sebanyak 2000 karton dan pihak lainnya sebanyak 1500 karton.

Pada Februari 2018, (AS) diketahui memerintahkan Alfeni Harmi (Kepala Bidang Perizinan BP Bintan) dan diketahui juga oleh (MSU) untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton, sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang setara dengan 29.761 karton.

Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, di mana untuk (AS) sebanyak 16.500 karton, (MSU) 2000 karton dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.

“Maka, untuk penetapan kuota rokok dan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 sampai dengan 2018 diduga dilakukan dan ditentukan sendiri oleh MSU tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar,” terang Alexander.

Adapun dari tahun 2016 sampai dengan 2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT. TAS yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark-up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud.

Para tersangka diduga telah melakukan perbuatan antara lain yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017.

Atas perbuatannya dari tahun 2017 sampai dengan 2018 , (AS) diduga menerima uang sekitar Rp. 6,3 Miliar dan tersangka (MSU) juga diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp.800 juta. Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp.250 Miliar.

AS dan MSU disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengingatkan kepada penyelenggara negara untuk tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya,” terang Wakil Ketua KPK itu.

“Bahwasanya penetapan Badan Pengusahaan Kawasan Bintan dilakukan untuk memberikan kemudahan berusaha dan berinvestasi yang selayaknya digunakan untuk kemakmuran wilayah dan rakyat, bukan untuk dimanfaatkan oleh kepentingan pribadi dan kelompok penyelenggara negara,” pungkasnya.

Reporter: HSMY
Editor: Sudrajat

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*