Ketua Umum Jabat 3 Kali Berturut-turut, 2 DPD Walk-out dari Munas Perbarindo

JAKARTA (KM) – “Carut marut” yang mewarnai Musyawarah Nasional Perbarindo (Persatuan Bank Rakyat Indonesia) dan Seminar Nasional yang berlangsung 22-24 Oktober 2018 di Hotel the Sunan Solo, Jawa Tengah, membuat acara tersebut sebagai “munas terburuk dalam sejarah”, karena untuk pertama kali ada dua DPD pendiri melakukan tindakan walkout. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Utama PT. BPR Bekasi Binatanjung Makmur, Hiras Lumban Tobing, kepada KM kemarin 29/10.

“Sebagai anggota Perbarindo yang waras, cinta organisasi dan tidak maruk atau haus kekuasaan karena dalam AD/ART sudah mengatur batas waktu kepemimpinan, [mangusung] label demokrasi tetapi justru mencederai demokrasi itu sendiri. Eforia demokrasi yang kebablasan dengan memainkan intrik dan trik yang tidak memperhitungan logika hukum, keseimbangan hukum dan asas keadilan serta persamaan hak,” ungkap Hiras.

Menurut dia, situasi tersebut bisa terjadi karena tidak mempertimbangkan pengelolaan yang baik, padahal itu adalah hal hakiki dalam organisasi guna kepentingan bersama bukan sepihak.

“Lazimnya ketua selaku mandataris dan dalam fungsinya harus melaksanan AD/ART secara konsekuen karena yang bersangkutan pada saat terpilih wajib hukumnya mengawal AD/ART sesuai amanat munas dan apa yang menjadi hak dan kewajiban baik pengurus dan para anggota harus dijamin RES dan Orde tetapi yang terjadi sekarang di Perbarindo adalah RIP [kematian] bagi anggota lain yang tidak seide dan sepaham,” ujarnya.

Ia berharap ke depan Perbarindo harus  benar-benar memperjuangkan aspirasi dan keadilan sosial bagi anggota dengan cara hak-hak anggota harus menjadi prioritas dan suatu keniscayaan, dengan cara merombak dan merestorasi unsur-unsur kepentingan bersama yang menjadi norma dasar dalam pengaturan jalannya organisas.

Sementara itu, Dirut BPR Kanti, Ary Amitaba mengungkapkan contoh penjaringan balon (bakal calon) dan pengusulan perubahan AD/ART harus ada tenggang waktu sebelum munas serta wajib lakukan verifikasi sesuai amanat AD/ART.

“Supaya tidak ada sekonyong-konyong atau tiba-tiba merubah AD/ART untuk kepentingan seseorang atau kelompok hanya sesaat padahal itu secara prinsip dan logika hukum sebetulnya sudah menyalahi AD/ART itu sendiri, bisa dilihat dari pengkajian yang komprehensif dengan mempertimbangkan teori dan logika hukum oleh ahli,” kata dia.

“Hal lain yang kami anggap penting berupa kewenangan Dewan Pengawas harus diatur lebih strategis dan rinci di dalam AD/ART agar bisa menjamin hadirnya tata kelola organisasi yang baik di perkumpulan Perbarindo, apalagi saudara Joko Suyanto, sebelum menjabat Ketum sebelumnya menjabat sebagai Sekjen, dan dua kali berturut-turut menjadi Ketua Umum, dan dipaksakan [kembali] pada munas ke-X di Solo,” ungkapnya.

Menurutnya, Joko menjadi ketua umum kembali dengan cara merubah anggaran dasar Perbarindo pasal 14, ayat 2 dari masa jabatan 2 periode menjadi 3 periode.

“Hal-hal ini jelas-jelas menciderai sistem pengambilan keputusan secara demokrasi. Demikian sekilas keprihatinan kami sebagai anggota yang berdaulat dalam sebuah organisasi yang berbadan Hukum di Indonesia,” pungkasnya.

Reporter : Deva
Editor : HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*