Keluhkan Sistem Zonasi, Orang Tua Siswa: “Percuma Nilai Tinggi!”

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahrudin (dok. KM)
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahrudin (dok. KM)

BOGOR (KM) – Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018, telah memicu kekacauan di sejumlah daerah. Adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 dianggap sebagai akar dari kegaduhan dan keresahan tersebut, yang berakibat mundurnya kualitas dunia pendididikan serta proses belajar mengajar, akibat sistem zonasi ini.

Hal tersebut juga berdampak kepada dunia pendidikan Kota Bogor, di mana para orang tua yang mendaftarkan putra-putrinya ke SMP dan SMA Negeri di Kota Bogor menghadapi hambatan saat menghadapi seleksi melalui sistem zonasi.

Para orang tua siswa kecewa lantaran anaknya yang sudah mendaftarkan di salah satu sekolah tidak bisa diterima di sekolah tersebut karena adanya sistem zonasi. “Anak saya sudah mendaftar dengan NEM yang lumayan cukup tinggi dan memenuhi standar penerimaan di sekolah,” ujar salah satu orang tua siswa yang belum berkenan disebut identitasnya kepada kupasmerdeka.com, Senin 16/07/2018.

Ia mengungkapkan bahwa banyak siswa-siswa lain yang mempunyai nilai cukup tinggi tidak bisa diterima di sekolah yang diinginkan karena jarak tempuh dari rumah ke sekolah mendapatkan pengurangan nilai. “Salah satu teman anak saya diterima di sekolah negeri, tapi dari NEM saja lebih rendah dari NEM anak saya,” ungkapnya.

Menurutnya, banyak juga orang tua siswa lainnya yang memberikan komentar bahwa anaknya mempunyai harapan agar bisa sekolah di sekolah yang mereka idam-idamkan namun letak sekolah tersebut jauh dari dari rumah sehingga gagal karena terhambat sistem zonasi.

“Anak saya sangat ingin bersekolah di tempat tersebut, sekarang ia kecewa karena tidak diterima,” keluhnya.

Ia berharap agar sistem seperti ini agar dipertimbangkan kembali oleh pemerintah.

“Adanya sistem ini membuat siswa menjadi down, percuma jika sudah bersusah payah belajar untuk mendapatkan nilai yang tinggi namun tidak diterima gara-gara jarak tempuh,” harapnya.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bogor Fahrudin mengatakan, “untuk SMA dan SMK menggunakan sistem jarak, jarak yang paling dekat itu dapat nilai yang paling tinggi.”

“Itu sudah telak, karena penerapan zonasi harus sejalan dengan pemerataan mutu,” ungkapnya saat ditemui di Mako Polresta Bogor (16/07).

“Ya pemerataan mutu itu melalui zonasi, diantaranya secara bertahap, anak-anak akan memilih sekolah yang paling dekat baik itu nilai di bawah, di tengah, dan di atas. Kualitas sekolah itu ditentukan oleh inputnya, kualitas guru, kualitas sarana. Untuk pemerataan, untuk siswanya diratakan dengan sistem zonasi, gurunya kualitasnya diratakan, [demikian juga] perhatian untuk sarana prasarana,” ucap Fahrudin

“Bisa marah masyarakat, jika zonasi kami terapkan, maka masyarakat dipaksa untuk masuk sekolah yang paling dekat tetapi mutunya tidak sesuai dengan harapan,” pungkasnya.

Reporter: Dody
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*